Minggu, 05 Juni 2016

Ringkasan Bab II skripsi “REFERENSI ENDOFORA DALAM HIKAYAT INDERAPUTERA: SEBUAH KAJIAN WACANA” Oleh : Muhammad Bismo Pratomo Yudanto




BAB II
2.1 Landasan Teori
Bahasa tidak terpisahkan dari manusia. Di dalam kehidupan sehari-hari, bahasa selalu digunakan oleh manusia. Ketika manusia terlihat tidak berbicara sekalipun, pada hakikatnya ia juga masih menggunakan bahasa, bahasa tersebut digunakan sebagai alat untuk membentuk pikiran dan juga perasaannya. Selain itu, bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi. Bahasa tersebut diwujudkan melalui kata-kata. Kemudian, kata-kata tersebut membentuk sebuah kalimat yang saling berkaitan. Kalimat satu akan berkaitan dengan kalimat kedua, kalimat kedua akan berkaitan dengan kalimat ketiga dan juga seterusnya. Dengan keterkaitan antar kalimat tersebut. Kalimat tersebut akan mudah untuk dipahami. Kalimat-kalimat yang saling berkaitan tersebut akan terbentuk sebuah wacana.
2.1.1 Wacana
Menurut Josep Hayon dilihat dari sudut pandang bahasa, wacana dibagi atas dua bagian, yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Contoh wacana tulis dapat ditemukan pada novel, essay, cerpen, hikayat, dan sebagainya. Dalam wacana lisan dapat ditemukan pada pidato, percakapan, dialog, dan sebagainya.
Untuk menganalisis suatu kalimat tidak dapat terlepas dari wacana. Dalam tataran datuan bahasa atau hierarki bahasa, wacana merpukan satuan tertinggi di antara satuan bahasa lainnya. Begitupun Harimurti menyatakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan tertinggi atau terbesar dan wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan utuh.
Henry Guntur Tarigan menyatakan hal mengenai wacana yaitu wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Hal ini berarti wacana merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan yang mehubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain yang membentuk kesatuan yang utuh.
Wacana sebagai satuan terlengkap dan sebagai wacana yang baik memeiliki koherensi dan kohesi. Aspek kohesi adalah aspek keterpaduan struktur kalimat karena adanya keterkaitan antarkalimat yang satu dengan kalimat lainnya. Keterpaduan struktur ini membuktikan adanya keterkaitan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya yang akan membentuk  wacana yang utuh.
Adapun koherensi adalah keruntunan makna, yaitu adanya hubungan makna antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Dalam bahasa Latin cohere artinya terus bersama. Koherensi secara tertulis, kalimat yang terus bersama diartikan yaitu antara kalimat yang satu dengan kalimat selanjutnya harus logis.
2.1.2 Kohesi
                Kohesi menurut Ramlan dijelaskan sebagai “kepaduan kalimat di bidang bentuk yang berupa unsur-unsur kebahasaan. Unsur-unsur kebahasaan yang berfungsi menghubungkan kalimat-kalimat dalam suatu paragraf itu disebut penanda hubungan antarkalimat atau disingkat penanda hubungan. Penanda hubungan antar kalimat ini berfungsi untuk memadukan hubungan antarkalimat satu dengan kalimat lainnya yang terdapat dalam suatu paragraf.
                Wacana yang baik harus memiiki unsur kohesi di dalamnya. Unsur kohesi tersebut menandakan padu atau tidaknya wacana tersebut. Kekohesifan atau keterpaduan antar suatu kalimat dengan kalimat lainnya dapat dilihat dari ada atau tidaknya unsur kebahasaan yang menjadi pengikat antar satu kalimat dengan kalimat lainnya. Unsur kebahasaan tersebut merupakan aspek kohesi yang terdiri dari referensi, subtitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.
                Secara garis besar kohesi dibagi menjadi dua yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur kebahasaan referensi, subtitusi, elipsis, dan konjungsi digolongkan sebagai kohesi gramatikal. Kohesi gramatikal merupakan penggunaan sistem gramatikal untuk memautkan atau mengaitkan ide antarkalimat, sedangkan kohesi leksikal adalah penggunaan pemarkah leksikal untuk memautkan kalimat satu dengana kalimat yang lainnya.
2.1.3 Referensi
                Referensi atau rujukan adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke hal-hal yang sudah diketahui atau dibicarakan. Referensi itu merujuk kepada sesuatu yang sama. Ungkapan kebahasaan yang dipakai dapat berupa klausa atau klausa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa atau mungkin juga satuan gramatikal yang lain. Berdasarkan arah acuannya referensi dapat dibagi dua yakni referensi endofora dan referensi eksofora.
                Dengan demikian referensi adalah ungkapan kebahasaan yang digunakan oleh penulis atau pembicara untuk mengacu kepada hal-hal yang sudah diketahui dalam konteks linguistik maupun non linguistik agar pendengar dapat mudah menafsirkan isi pesan yan dibicarakan.
2.1.4 Referesi Endofora
                Kohesi terdiri atas kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang keduanya menentukan keutuhan suatu wacana. Salah satu yang menjadi pemarkah kohesi gramatikal adalah referensi atau rujukan. Referensi tersebut terbagi atas referensi endofora dan referensi eksofora.
Referensi endofora merupakan pengacuan terhadap  anteseden yang terdapat di dalam teks, maksudnya adalah jika yang diacu ata antesedennya terdapat di dalam teksnya. Sedangkan referensi eksofora merupakan pengacuan terhadapa anteseden yang terdapat di luar teks.
Referensi endofora terbagi menjadi dua macam yaitu referensi anafora dan referensi katafora. Dikatakan anafora apabila anteseden terdapat sebelum pronomina. Bila anteseden muncu sesudah pronomina itu dikatakan bersifat katafora. Baik referensi endofora anafora maupun referensi endofora katafora diwujudkan dalam bentuk pronomina sebagai pengacu.

a.       Pronomina persona
Pronomina persona adalah pronomina yangdipakai untuk mengacu kepada orang. Pronomina persona ini merupakan kata ganti orang. Pronomina persona terdiri atas pronomina persona I, persona II, persona III yang dapat digunakan baik dalam referensi endofora anafora maupun referensi endofora katafora.
b.      Pronomina penunjuk
Pronomina penunjuk adalah kata deiksis yang dipakai untuk menggantiak nomina. Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam, yaitu (1) pronomina penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, (3) pronomina penunjuk ikhwal.
c.       Pronomina komparatif
Pronomina komparatif adalah kata deiksis yang menjadi bandingan bagi anteseden sebelumnya dengan sesudahnya. Kata-kata yang termasuk kategori pronomina komparatif adalah sama, persis, identik, serupa, segitu serupa, dan sebagainya.
2.1.5 Hakikat Hikayat
Hikayat adalah karya sastra melayu lama yang berbentuk prosa yang berisi ceria, undang-undang, silsilah raja, biografi atau gabungan semuanya, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang atau sekedar meramaikan pesta.
Hikayat sebagai wacana tulisan harus memiliki keterpaduan agar pembaca dapat mudah memahami apa yang disampaikan penulisnya. Hal ini terlihat antara lain dari keterpaduan pemarkah yang digunakan yaitu referensi endofora.
Referensi endofora merupakan salah satu pemarkah kohesi gramatikal yang membantu pembaca dalam memahami isi sebuah wacana dengan mudah yaitu dengan pengacuan atau adanya kata, frasa yang dirunjuk dalam wacana tersebut. Baik yang dirujuk itu kata maupun frasa sebelumnya atau sesudahnya. Itu berarti Hikayat Inderaputera akan dapat dengan mudah dipahami pembaca apabila memiliki keterpaduan wacana.
2.2 Kerangka Berpikir
Untuk dapat memahami suatu karya sastra, perlu memahami unsur-unsur kohesi pembentuk kalimat yang tersusun. Hikayat Inderaputera telah bertahan dari ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Tentu saja ini menjadi hal yang menarik untuk meneliti Hikayat Inderaputera tersebut.
Dapat dibayangkan bahwa di dalam Hikayat Inderaputera tersebut terdapat banyak sekali kata-kata yang rujukannya belum jelas. Karena karya sastra melayu kuno ini menghubungkan benda mati dan makhluk hidup yang bersifat magis atau disebut keajaiban. Terkandung juga banyak sekali kearifan yang dapat diambil dari Hikayat Inderaputera dan kearifan itulah sebenarnya jati diri bangsa yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyang kita. Dalam rangka upaya mendukung menemukan kembali jati diri dan budi pekerti yang telah diwariskan oleh leluhur.
Hikayat Inderaputera bisa diteliti ata dianalisis dengan menggunakan kohesi gramatikal dan dianalisis secara mendalam melalui referensi endofora yang terkandung di tiap kalimat-kalimat yang menyusun Hikayat Inderaputera. Penelitian ini diharapkan menjawab segala pertanyaan dan menjelaskan referensi endofora dan menjadi sumbangan untuk ilmu Linguistik di Indonesia.

3 komentar:

  1. dalam pemakaian bahasa dalam meringkas baik,dan inti dari pemahamannya tidak hilang dalam ringkasan tersebut

    BalasHapus
  2. Isi ringkasannya sudah bagus karena dijelaskan dari hal terkecil yang mangandung unsur dari definisi endoforanya tersebut.

    BalasHapus
  3. Isi ringkasannya sudah bagus karena dijelaskan dari hal terkecil yang mangandung unsur dari definisi endoforanya tersebut.

    BalasHapus