BAB II
2.1 Landasan Teori
Bahasa tidak terpisahkan dari manusia. Di dalam
kehidupan sehari-hari, bahasa selalu digunakan oleh manusia. Ketika manusia
terlihat tidak berbicara sekalipun, pada hakikatnya ia juga masih menggunakan
bahasa, bahasa tersebut digunakan sebagai alat untuk membentuk pikiran dan juga
perasaannya. Selain itu, bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi.
Bahasa tersebut diwujudkan melalui kata-kata. Kemudian, kata-kata tersebut
membentuk sebuah kalimat yang saling berkaitan. Kalimat satu akan berkaitan
dengan kalimat kedua, kalimat kedua akan berkaitan dengan kalimat ketiga dan
juga seterusnya. Dengan keterkaitan antar kalimat tersebut. Kalimat tersebut
akan mudah untuk dipahami. Kalimat-kalimat yang saling berkaitan tersebut akan
terbentuk sebuah wacana.
2.1.1 Wacana
Menurut Josep Hayon dilihat dari sudut pandang
bahasa, wacana dibagi atas dua bagian, yaitu wacana tulis dan wacana lisan.
Contoh wacana tulis dapat ditemukan pada novel, essay, cerpen, hikayat, dan
sebagainya. Dalam wacana lisan dapat ditemukan pada pidato, percakapan, dialog,
dan sebagainya.
Untuk menganalisis suatu kalimat tidak dapat
terlepas dari wacana. Dalam tataran datuan bahasa atau hierarki bahasa, wacana
merpukan satuan tertinggi di antara satuan bahasa lainnya. Begitupun Harimurti
menyatakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan tertinggi atau terbesar dan wacana ini direalisasikan dalam
bentuk karangan utuh.
Henry Guntur Tarigan menyatakan hal mengenai
wacana yaitu wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar
diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau
tertulis. Hal ini berarti wacana merupakan rangkaian kalimat yang saling
berkaitan yang mehubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain yang
membentuk kesatuan yang utuh.
Wacana sebagai satuan terlengkap dan sebagai
wacana yang baik memeiliki koherensi dan kohesi. Aspek kohesi adalah aspek
keterpaduan struktur kalimat karena adanya keterkaitan antarkalimat yang satu
dengan kalimat lainnya. Keterpaduan struktur ini membuktikan adanya keterkaitan
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya yang akan membentuk wacana yang utuh.
Adapun koherensi adalah keruntunan makna, yaitu
adanya hubungan makna antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Dalam
bahasa Latin cohere artinya terus bersama. Koherensi secara tertulis, kalimat
yang terus bersama diartikan yaitu antara kalimat yang satu dengan kalimat
selanjutnya harus logis.
2.1.2 Kohesi
Kohesi menurut Ramlan
dijelaskan sebagai “kepaduan kalimat di bidang bentuk yang berupa unsur-unsur
kebahasaan. Unsur-unsur kebahasaan yang berfungsi menghubungkan kalimat-kalimat
dalam suatu paragraf itu disebut penanda hubungan antarkalimat atau disingkat
penanda hubungan. Penanda hubungan antar kalimat ini berfungsi untuk memadukan
hubungan antarkalimat satu dengan kalimat lainnya yang terdapat dalam suatu
paragraf.
Wacana yang baik harus
memiiki unsur kohesi di dalamnya. Unsur kohesi tersebut menandakan padu atau
tidaknya wacana tersebut. Kekohesifan atau keterpaduan antar suatu kalimat
dengan kalimat lainnya dapat dilihat dari ada atau tidaknya unsur kebahasaan
yang menjadi pengikat antar satu kalimat dengan kalimat lainnya. Unsur
kebahasaan tersebut merupakan aspek kohesi yang terdiri dari referensi,
subtitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.
Secara garis besar
kohesi dibagi menjadi dua yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur
kebahasaan referensi, subtitusi, elipsis, dan konjungsi digolongkan sebagai
kohesi gramatikal. Kohesi gramatikal merupakan penggunaan sistem gramatikal
untuk memautkan atau mengaitkan ide antarkalimat, sedangkan kohesi leksikal
adalah penggunaan pemarkah leksikal untuk memautkan kalimat satu dengana
kalimat yang lainnya.
2.1.3 Referensi
Referensi atau rujukan
adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke
hal-hal yang sudah diketahui atau dibicarakan. Referensi itu merujuk kepada
sesuatu yang sama. Ungkapan kebahasaan yang dipakai dapat berupa klausa atau
klausa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa atau mungkin juga satuan
gramatikal yang lain. Berdasarkan arah acuannya referensi dapat dibagi dua
yakni referensi endofora dan referensi eksofora.
Dengan demikian
referensi adalah ungkapan kebahasaan yang digunakan oleh penulis atau pembicara
untuk mengacu kepada hal-hal yang sudah diketahui dalam konteks linguistik
maupun non linguistik agar pendengar dapat mudah menafsirkan isi pesan yan
dibicarakan.
2.1.4 Referesi Endofora
Kohesi terdiri atas
kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang keduanya menentukan keutuhan suatu
wacana. Salah satu yang menjadi pemarkah kohesi gramatikal adalah referensi
atau rujukan. Referensi tersebut terbagi atas referensi endofora dan referensi
eksofora.
Referensi endofora merupakan pengacuan terhadap anteseden yang terdapat di dalam teks,
maksudnya adalah jika yang diacu ata antesedennya terdapat di dalam teksnya.
Sedangkan referensi eksofora merupakan pengacuan terhadapa anteseden yang
terdapat di luar teks.
Referensi endofora terbagi menjadi dua macam yaitu referensi anafora dan
referensi katafora. Dikatakan anafora apabila anteseden terdapat sebelum
pronomina. Bila anteseden muncu sesudah pronomina itu dikatakan bersifat
katafora. Baik referensi endofora anafora maupun referensi endofora katafora diwujudkan
dalam bentuk pronomina sebagai pengacu.
a.
Pronomina
persona
Pronomina persona adalah pronomina yangdipakai
untuk mengacu kepada orang. Pronomina persona ini merupakan kata ganti orang.
Pronomina persona terdiri atas pronomina persona I, persona II, persona III
yang dapat digunakan baik dalam referensi endofora anafora maupun referensi
endofora katafora.
b.
Pronomina
penunjuk
Pronomina penunjuk adalah kata deiksis yang
dipakai untuk menggantiak nomina. Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada
tiga macam, yaitu (1) pronomina penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat,
(3) pronomina penunjuk ikhwal.
c.
Pronomina
komparatif
Pronomina komparatif adalah kata deiksis yang
menjadi bandingan bagi anteseden sebelumnya dengan sesudahnya. Kata-kata yang
termasuk kategori pronomina komparatif adalah sama, persis, identik, serupa,
segitu serupa, dan sebagainya.
2.1.5 Hakikat Hikayat
Hikayat adalah karya sastra melayu lama yang berbentuk prosa yang berisi
ceria, undang-undang, silsilah raja, biografi atau gabungan semuanya, dibaca
untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang atau sekedar meramaikan pesta.
Hikayat sebagai wacana tulisan harus memiliki keterpaduan agar pembaca
dapat mudah memahami apa yang disampaikan penulisnya. Hal ini terlihat antara
lain dari keterpaduan pemarkah yang digunakan yaitu referensi endofora.
Referensi endofora merupakan salah satu pemarkah kohesi gramatikal yang
membantu pembaca dalam memahami isi sebuah wacana dengan mudah yaitu dengan
pengacuan atau adanya kata, frasa yang dirunjuk dalam wacana tersebut. Baik
yang dirujuk itu kata maupun frasa sebelumnya atau sesudahnya. Itu berarti
Hikayat Inderaputera akan dapat dengan mudah dipahami pembaca apabila memiliki
keterpaduan wacana.
2.2 Kerangka Berpikir
Untuk dapat memahami suatu karya sastra, perlu memahami unsur-unsur kohesi
pembentuk kalimat yang tersusun. Hikayat Inderaputera telah bertahan dari
ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Tentu saja ini menjadi hal yang
menarik untuk meneliti Hikayat Inderaputera tersebut.
Dapat dibayangkan bahwa di dalam Hikayat Inderaputera tersebut terdapat
banyak sekali kata-kata yang rujukannya belum jelas. Karena karya sastra melayu
kuno ini menghubungkan benda mati dan makhluk hidup yang bersifat magis atau
disebut keajaiban. Terkandung juga banyak sekali kearifan yang dapat diambil
dari Hikayat Inderaputera dan kearifan itulah sebenarnya jati diri bangsa yang
diwariskan turun temurun oleh nenek moyang kita. Dalam rangka upaya mendukung
menemukan kembali jati diri dan budi pekerti yang telah diwariskan oleh
leluhur.
Hikayat Inderaputera bisa diteliti ata dianalisis dengan menggunakan kohesi
gramatikal dan dianalisis secara mendalam melalui referensi endofora yang
terkandung di tiap kalimat-kalimat yang menyusun Hikayat Inderaputera.
Penelitian ini diharapkan menjawab segala pertanyaan dan menjelaskan referensi
endofora dan menjadi sumbangan untuk ilmu Linguistik di Indonesia.
dalam pemakaian bahasa dalam meringkas baik,dan inti dari pemahamannya tidak hilang dalam ringkasan tersebut
BalasHapusIsi ringkasannya sudah bagus karena dijelaskan dari hal terkecil yang mangandung unsur dari definisi endoforanya tersebut.
BalasHapusIsi ringkasannya sudah bagus karena dijelaskan dari hal terkecil yang mangandung unsur dari definisi endoforanya tersebut.
BalasHapus