2125142212
2 Sastra Indonesia-Sastra
1.
PENDAHULUAN
Dalam kreasi
penulisan karya sastra, gaya merupakan cara yang digunakan pengarang untuk
memaparkan ide/gagasan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Hal ini akan
berhubungan erat dengan upaya pemerkayaan makna, penggambaran objek dan
peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emosi tertentu bagi
pembacanya. wahana yang digunakan dalam pemaparannya tersebut bukan hanya
mengacu pada lambang kebahasaan melainkan juga pada berbagai macam bentuk
sistem tanda yang memiliki kecenderungan untuk dapat menggambarkan gagasan
dengan berbagai kemungkinan efek keindahan yang dihadirkannya. Menurut
Aminuddin, kata "bahasa" diartikan dalam konteks yang luas yakni
sebagai sistem tanda, bahasa sebagai gejala aktual yang dapat mewujud dalam berbagai bentuk manifestasinya.
Mengacu pada pemikiran tersebut, pembahasan gaya atau kajian stilistika dalam
artikel ini tidak didudukkan sebagai perpanjangan dari kajian linguistik pada
bahasa dalam teks sastra yang lazim disebut sebagai stylolinguistics melainkan sebagai stilistika sastra.
Pembahasan
gaya ditinjau dari perspektif kesejarahan dapat memperkaya wawasan tentang (1)
keragaman konsepsi gaya, (2) hubungan gaya dengan berbagai gambaran fakta lain
yang dianggap berkaitan dengan keberadaan gaya, (3) keragamaan sudut pandang
dalam menyikapi gaya sebagai sasaran kajian, (4) keragaman landasan teori yang
dapat digunakan dalam upaya memahami gaya sebagai sasaran kajian, (5) penentuan
posisi sasaran kajian yang dilakukan bila dibandingkan dengan sejumlah konsepsi
lain maupun hasil kahian lain yang berkaitan dengan masalah gaya. Barthes
misalnya, menentukan bahwa gaya adalah konsep sejarah. Pada sisi lain dengan
memahami gaya dalam perspektif kesejarahan dapat diketahui bahwa studi
atilustik dalam
konteks kajian sastra secara rasional dapat memanfaatkan berbagai
wawasan. hal ini perlu ditekankan karena ada anggapan bahwa studi stilistik
seakan-akan hanya perpanjangan dari bidang kajian linguistik.
Verdonk
(2002:4) memandang stilistika, atau studi tentang gaya, sebagai analisis
ekspresi yang khas dalam bahasa untuk mendeskripsikan tujuan dan efek tertentu.
Bahasa dalam karya sastra adalah bahasa yang khas sehingga berbeda dari bahasa
dalam karya-karya nonsastra. Untuk itulah, analisis terhadap bahasa sastra pun
membutuhkan analisis yang khusus. Dalam hal ini dibutuhkan stilistika sebagai
teori yang secara khusus menganalisis bahasa teks sastra (Mills, 1995:3).
2. KERANGKA TEORI
Hakikat
Stilistika
Pada zaman modern, stilistika
seringkali memperlihatkan persamaan dengan retorika, tetapi tanpa sapek
normatifnya; stilistik, ilmu gaya bahasa, juga diberi definisi yang
bermacam-macam. Tetapi, pada prinsipnya stilistika selalu meneliti pemakaian
bahasa yang khas atau istimewa, yang merupakan cirikhas seorang penulis, aliran
sastra dan lain-lain, atau pula yang menyimpang dari bahasa sehari-hari atau
dari bahasa yang dianggap normal, baku dan lain-lain. Stilistik berusaha dan
berhasil menetapkan keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental- tetapi
tidak berhasil menerangkan apakah ciri khas bahasa puisi secara umum dan
hakiki.
Stylistics secara etimologis berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Style
artinya gaya, sedangkan stylistics
dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata stilistika berarti ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya
bahasa di dalam karya sastra. Mengenai stilistika Nurgiyantoro (mengutip
pendapat Leech & Short, 1981) menyarankan pada pengertian studi tentang stile, yaitu kajian terhadap wujud
performasi atau penampilan kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya
sastra. Lebih lanjut Nurgiyantoro mengatakan kajian ini dimaksudkan untuk
menerangkan sesuatu yaitu hubungan bahasa dengan fungsi estetis dan maknanya.
Lazimnya stilistika karya sastra merupakan kekhasan
pribadi yang unik sehingga stilistika tidak mudah digeneralisasi. Selain itu,
kajian stilistika dapat lebih fokus terhadap pemberdayaan bentuk-bentuk
kebahasaan dalam karya sastra tertentu. Hal tersebut mampu digunakan untuk
mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan sistem satu dengan yang lain,
dalam kebahasaan.
Menurut
Keraf (1984) gaya bahasa ada lima bagian yaitu gaya bahasa yang dibagi menjadi
segi nonbahasa dan bahasa itu sendiri, gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
yaitu mencangkup gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa
percakapan. Gaya berdasarkan nada yang dibagi lagi menjadi gaya sederhana, gaya
mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. Berikutnya ada gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat yaitu menyangkut klimaks, antiklimaks, paralelisme,
antitesis,dan repetisi dan yang terakhir gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna. gaya bahasa ini di bagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan
gaya bahasa kiasan.
Penelitian ini berfokus pada
penggalian makna yang terdapat dalam gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna yang terkandung dalam lirik lagu album Dunia Batas. Maka penggunaan gaya
bahasa kiasan lebih tepat untuk mengkaji masalah ini. Gaya bahasa kiasan
merupakan alat untuk mengetahui apakah gaya bahasa yang ada dalam lirik album
Dunia Batas ini memiliki makna yang diungkapkan secara langsung atau melalui
suatu “permainan” kata-kata yang menyebabkan makna tersebut tersembunyi dan
perlu digali lebih dalam.
Bahasa Kiasan atau Majas
Susunan
arti yang menentukan struktur formal linguistik karya sastra adalah kata. Dalil
seni sastra, J. Elena menyatakan bahwa puisi mempunyai nilai seni, bila
pengalaman jiwa yang menjadi dasarnya dapat dijelmakan ke dalam kata
(Slametmuljana, 1956: 25). Untuk mencapai ini, pengarang menggunakan berbagai
cara. Terutama alatnya yang terpenting adalah kata.
Dalam pembicaraan ini akan ditinjau
arti kata dan efek kata yang ditimbulkannya. Diantaranya arti denotatif dan
konotatif, perbendaharaan kata (kos kata), pemilihan kata (diksi), bahasa
kiasan, citraan , sarana retorika, faktor ketatabahasaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan struktur kata-kata atau kalimat puisi, yang semuanya itu
digunakan oleh penyair untuk melahirkan pengalaman jiwanya dalam
sajak-sajaknya. Salah satu unsur penting yang kerap dijumpai dalam puisi ialah
bahasa kiasan atau majas. Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi
menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama menimbulkan
kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan
sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan
hidup.
Bahasa kiasan ada bermacam-macam,
namun meskipun bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu
bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan
dengan sesuatu yang lain (Altenberd, 1970: 15). Secara garis besar majas
dibedakan menjadi empat macam, yaitu: penegasan, perbandingan, pertentangan,
dan sindiran (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2013: 164).
A. Majas Penegasan: aferesis, aforisme,
alonim, anagram, antiklimaks, apofasis/preterisio, aposiopesis, arkhaisme,
bombastis, elipsis, enumerasio/akumulasio, esklamasio, interupsi, inversi/anastrof,
inovasi, klimaks, kolokasi, koreksio/epanortosis, paralelisme, pararima,
pleonasme, praterio, repetisi,
retoris, sigmatisme, silepsis, sindeton, sinkope, tautologi, zeugma.
B.
Majas Perbandingan: alegori, alusio, antonomasia,
disfemisme, epitet, eponim, eufemisme, hipalase, hiperbola, litotes, metafora,
metonimia, onomatope, paronomasia, periphrasis, personifikasi, simbolik, simile,
sinekdoki, sinestesia, tropen.
C.
Majas Pertentangan: anakronisme, antitesis,
kontradiksio, oksimoron, okupasi, paradoks, prolepsis.
D.
Majas Sindiran: anifrasis, inuendo, ironi,
permainan kata, sarkasme, sinisme.
3. METODE PENELITIAN
![](file:///C:\Users\Yuvista\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
No
|
Kutipan
|
Personifikasi
|
Allegori
|
Metonimia
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. ANALISIS
Analisis majas dalam cerpen “Belian” karya Korrie
Layun Rampan adalah sebagai berikut:
A. Majas Penegasan
-
B. Majas Perbandingan
1.
Musik itu seperti
bersaing dengan kegelapan. (metafora)
2. Kata-kata itu seperti napas (metafora) yang
memenuhi rongga dada dan terhirup lewat
hidung kehidupan. (personifikasi)
3.
Bunyi mantra dari mamang
yang diucapkan di dalam lagu seperti
merayu sesuatu yang sayup sampai, seakan terjangkau tangan dan jemari ingin
meremasnya, namun jaraknya begitu jauh, seperti
dipisahkan oleh musim dan cuaca. (metafora)
4.
Harmoni suara musik itu membawa suasana yang khas pada
pasien dan warga yang di-belian-i, seakan tangan-tangan kebaikan terlebih
dahulu berpihak kepada kesembuhan, (metafora)
5.
Mata ibu seperti
mata mahaguru. (metafora)
6. “Dan
aku tak punya kesabaran seperti
nabi”, aku berkata putus asa. (metafora)
7. Berbagai bunyi yang berpadu di dalam
lou membayangkan sebuah kegaduhan yang porak-poranda. (paradoks)
8. Segalanya campur aduk dengan
berbagai aroma yang dibawa udara di
seluruh lou, (personifikasi)
9.
Suasananya begitu gonjang-ganjing.
(personifikasi)
10. “Benarkah segala yang ditangkap mataku?” (personfikasi)
11. Ngarai hidupku sendiri terasa menganga! (hiperbola)
12. Ilmu rasanya tidak cukup ampuh untuk membujuk pasien datang padaku
(personifikasi)
13. Di Temula perasaan aneh sering meremas jantungku jika aku melihat Ule. (personifikasi)
14. Hampir aku terlonjak saat pukulan musik menghentak pada tambur dan
bonang. (personifikasi)
15. Cahaya bulan tampak kelabu pada pintu rumah ibu. (eponim)
16. Dalam cahaya bulan masa lalu serasa menyerbu ke dalam bola mataku.
(personifikasi)
17. Jemariku terasa ikut menari dan tak terasa kakiku bergerak menghentak bumi. (personifikasi)
C. Majas Pertentangan
-
D. Majas Sindiran
-
5. KESIMPULAN
Secara garis besar majas dibedakan menjadi empat
macam, yaitu: penegasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran (Prof. Dr.
Nyoman Kutha Ratna, 2013: 164). Analisis majas dalam cerpen “Belian”
adalah banyaknya hasil kutipan yang merupakan perwujudan dari majas
perbandingan, antara lain: metafora, personifikasi, hiperbola dan paradoks.
Daftar Pustaka
Pradopo,
Rachmat Joko. 2014. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2013. Stilistika: Kajian
Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
A.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra:
Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar