Rabu, 15 Juni 2016

MAJAS DALAM CERPEN “BELIAN” KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN (SUATU KAJIAN STILISTIKA) Oleh Mia Karnia Sari (UAS)



2125142212
2 Sastra Indonesia-Sastra

1. PENDAHULUAN
   Dalam kreasi penulisan karya sastra, gaya merupakan cara yang digunakan pengarang untuk memaparkan ide/gagasan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Hal ini akan berhubungan erat dengan upaya pemerkayaan makna, penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emosi tertentu bagi pembacanya. wahana yang digunakan dalam pemaparannya tersebut bukan hanya mengacu pada lambang kebahasaan melainkan juga pada berbagai macam bentuk sistem tanda yang memiliki kecenderungan untuk dapat menggambarkan gagasan dengan berbagai kemungkinan efek keindahan yang dihadirkannya. Menurut Aminuddin, kata "bahasa" diartikan dalam konteks yang luas yakni sebagai sistem tanda, bahasa sebagai gejala aktual yang dapat mewujud dalam berbagai bentuk manifestasinya. Mengacu pada pemikiran tersebut, pembahasan gaya atau kajian stilistika dalam artikel ini tidak didudukkan sebagai perpanjangan dari kajian linguistik pada bahasa dalam teks sastra yang lazim disebut sebagai stylolinguistics melainkan sebagai stilistika sastra.
    Pembahasan gaya ditinjau dari perspektif kesejarahan dapat memperkaya wawasan tentang (1) keragaman konsepsi gaya, (2) hubungan gaya dengan berbagai gambaran fakta lain yang dianggap berkaitan dengan keberadaan gaya, (3) keragamaan sudut pandang dalam menyikapi gaya sebagai sasaran kajian, (4) keragaman landasan teori yang dapat digunakan dalam upaya memahami gaya sebagai sasaran kajian, (5) penentuan posisi sasaran kajian yang dilakukan bila dibandingkan dengan sejumlah konsepsi lain maupun hasil kahian lain yang berkaitan dengan masalah gaya. Barthes misalnya, menentukan bahwa gaya adalah konsep sejarah. Pada sisi lain dengan memahami gaya dalam perspektif kesejarahan dapat diketahui bahwa studi atilustik dalam konteks kajian sastra secara rasional dapat memanfaatkan berbagai wawasan. hal ini perlu ditekankan karena ada anggapan bahwa studi stilistik seakan-akan hanya perpanjangan dari bidang kajian linguistik.
            Verdonk (2002:4) memandang stilistika, atau studi tentang gaya, sebagai analisis ekspresi yang khas dalam bahasa untuk mendeskripsikan tujuan dan efek tertentu. Bahasa dalam karya sastra adalah bahasa yang khas sehingga berbeda dari bahasa dalam karya-karya nonsastra. Untuk itulah, analisis terhadap bahasa sastra pun membutuhkan analisis yang khusus. Dalam hal ini dibutuhkan stilistika sebagai teori yang secara khusus menganalisis bahasa teks sastra (Mills, 1995:3).

2. KERANGKA TEORI
Hakikat Stilistika
            Pada zaman modern, stilistika seringkali memperlihatkan persamaan dengan retorika, tetapi tanpa sapek normatifnya; stilistik, ilmu gaya bahasa, juga diberi definisi yang bermacam-macam. Tetapi, pada prinsipnya stilistika selalu meneliti pemakaian bahasa yang khas atau istimewa, yang merupakan cirikhas seorang penulis, aliran sastra dan lain-lain, atau pula yang menyimpang dari bahasa sehari-hari atau dari bahasa yang dianggap normal, baku dan lain-lain. Stilistik berusaha dan berhasil menetapkan keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental- tetapi tidak berhasil menerangkan apakah ciri khas bahasa puisi secara umum dan hakiki. 
Stylistics secara etimologis berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Style artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata stilistika berarti ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Mengenai stilistika Nurgiyantoro (mengutip pendapat Leech & Short, 1981) menyarankan pada pengertian studi tentang stile, yaitu kajian terhadap wujud performasi atau penampilan kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Lebih lanjut Nurgiyantoro mengatakan kajian ini dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu yaitu hubungan bahasa dengan fungsi estetis dan maknanya.
            Lazimnya stilistika karya sastra merupakan kekhasan pribadi yang unik sehingga stilistika tidak mudah digeneralisasi. Selain itu, kajian stilistika dapat lebih fokus terhadap pemberdayaan bentuk-bentuk kebahasaan dalam karya sastra tertentu. Hal tersebut mampu digunakan untuk mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan sistem satu dengan yang lain, dalam kebahasaan.
            Menurut Keraf (1984) gaya bahasa ada lima bagian yaitu gaya bahasa yang dibagi menjadi segi nonbahasa dan bahasa itu sendiri, gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yaitu mencangkup gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya berdasarkan nada yang dibagi lagi menjadi gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah. Berikutnya ada gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yaitu menyangkut klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis,dan repetisi dan yang terakhir gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. gaya bahasa ini di bagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
            Penelitian ini berfokus pada penggalian makna yang terdapat dalam gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung dalam lirik lagu album Dunia Batas. Maka penggunaan gaya bahasa kiasan lebih tepat untuk mengkaji masalah ini. Gaya bahasa kiasan merupakan alat untuk mengetahui apakah gaya bahasa yang ada dalam lirik album Dunia Batas ini memiliki makna yang diungkapkan secara langsung atau melalui suatu “permainan” kata-kata yang menyebabkan makna tersebut tersembunyi dan perlu digali lebih dalam.

Bahasa Kiasan atau Majas
            Susunan arti yang menentukan struktur formal linguistik karya sastra adalah kata. Dalil seni sastra, J. Elena menyatakan bahwa puisi mempunyai nilai seni, bila pengalaman jiwa yang menjadi dasarnya dapat dijelmakan ke dalam kata (Slametmuljana, 1956: 25). Untuk mencapai ini, pengarang menggunakan berbagai cara. Terutama alatnya yang terpenting adalah kata.
            Dalam pembicaraan ini akan ditinjau arti kata dan efek kata yang ditimbulkannya. Diantaranya arti denotatif dan konotatif, perbendaharaan kata (kos kata), pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, citraan , sarana retorika, faktor ketatabahasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan struktur kata-kata atau kalimat puisi, yang semuanya itu digunakan oleh penyair untuk melahirkan pengalaman jiwanya dalam sajak-sajaknya. Salah satu unsur penting yang kerap dijumpai dalam puisi ialah bahasa kiasan atau majas. Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup.
            Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain (Altenberd, 1970: 15). Secara garis besar majas dibedakan menjadi empat macam, yaitu: penegasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2013: 164).
A.    Majas Penegasan: aferesis, aforisme, alonim, anagram, antiklimaks, apofasis/preterisio, aposiopesis, arkhaisme, bombastis, elipsis, enumerasio/akumulasio, esklamasio, interupsi, inversi/anastrof, inovasi, klimaks, kolokasi, koreksio/epanortosis, paralelisme, pararima, pleonasme, praterio, repetisi, retoris, sigmatisme, silepsis, sindeton, sinkope, tautologi, zeugma.
B.     Majas Perbandingan: alegori, alusio, antonomasia, disfemisme, epitet, eponim, eufemisme, hipalase, hiperbola, litotes, metafora, metonimia, onomatope, paronomasia, periphrasis, personifikasi, simbolik, simile, sinekdoki, sinestesia, tropen.
C.     Majas Pertentangan: anakronisme, antitesis, kontradiksio, oksimoron, okupasi, paradoks, prolepsis.
D.    Majas Sindiran: anifrasis, inuendo, ironi, permainan kata, sarkasme, sinisme. 

3. METODE PENELITIAN
 

No
Kutipan
Personifikasi
Allegori
Metonimia












4. ANALISIS
Analisis majas dalam cerpen “Belian” karya Korrie Layun Rampan adalah sebagai berikut:
A.    Majas Penegasan
-
B.     Majas Perbandingan
1.      Musik itu seperti bersaing dengan kegelapan. (metafora)
2.      Kata-kata itu seperti napas (metafora) yang memenuhi rongga dada dan terhirup lewat hidung kehidupan. (personifikasi)
3.      Bunyi mantra dari mamang yang diucapkan di dalam lagu seperti merayu sesuatu yang sayup sampai, seakan terjangkau tangan dan jemari ingin meremasnya, namun jaraknya begitu jauh, seperti dipisahkan oleh musim dan cuaca. (metafora)
4.      Harmoni suara musik itu membawa suasana yang khas pada pasien dan warga yang di-belian-i, seakan tangan-tangan kebaikan terlebih dahulu berpihak kepada kesembuhan, (metafora)
5.      Mata ibu seperti mata mahaguru. (metafora)
6.      “Dan aku tak punya kesabaran seperti nabi”, aku berkata putus asa. (metafora)
7.      Berbagai bunyi yang berpadu di dalam lou membayangkan sebuah kegaduhan yang porak-poranda. (paradoks)
8.      Segalanya campur aduk dengan berbagai aroma yang dibawa udara di seluruh lou, (personifikasi)
9.      Suasananya begitu gonjang-ganjing. (personifikasi)
10.  “Benarkah segala yang ditangkap mataku?” (personfikasi)
11.  Ngarai hidupku sendiri terasa menganga! (hiperbola)
12.  Ilmu rasanya tidak cukup ampuh untuk membujuk pasien datang padaku (personifikasi)
13.  Di Temula perasaan aneh sering meremas jantungku jika aku melihat Ule. (personifikasi)
14.  Hampir aku terlonjak saat pukulan musik menghentak pada tambur dan bonang. (personifikasi)
15.  Cahaya bulan tampak kelabu pada pintu rumah ibu. (eponim)
16.  Dalam cahaya bulan masa lalu serasa menyerbu ke dalam bola mataku. (personifikasi)
17.  Jemariku terasa ikut menari dan tak terasa kakiku bergerak menghentak bumi. (personifikasi)
C.     Majas Pertentangan
-
D.    Majas Sindiran
-
5. KESIMPULAN
Secara garis besar majas dibedakan menjadi empat macam, yaitu: penegasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2013: 164). Analisis majas dalam cerpen “Belian” adalah banyaknya hasil kutipan yang merupakan perwujudan dari majas perbandingan, antara lain: metafora, personifikasi, hiperbola dan paradoks.













Daftar Pustaka
Pradopo, Rachmat Joko. 2014. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
A. Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.





       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar