Sabtu, 04 Juni 2016

CAMPUR KODE PADA PERCAKAPAN GURU DAN SANTRI DI MADRASAH ALIYAH MAMBAUL ULUM PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH JAKARTA

Oleh: Yudha Prasetya


BAB II
2.1 Landasan Teori
            Dalam bab ini dideskripsikan mengenai hakikat sosiolinguistik, hakikat bilingualisnme, hakikat campur kode, jenis-jenis campur kode, penyebab campur kode, bahasa asing dalam bahasa Indonesia, pondok pesantren, dan kerangka berpikir.

2.1.1 Hakikat Sosiolinguistik
            Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang ilmu dalam linguistik yang mengkaji hubungan bahasa dengan masyarakat. Sosiolinguistik merupakan ilmu interdisipliner, yaitu gabungan dari sosiologi dan linguistik.
            Harimurti Kridaklasana mendefinisikan sosiologilinguistik sebagai cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan melihat keterpengaruhan antara perilaku bahasa dan perilaku sosial yang ada pada sebuah masyarakat bahasa.
            Appel, Hubert, dan Meijer mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian menfebai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan. Menurut Suwito, sosiolinguistik adalah studi interdisipliner yang menggarap masalah –masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial.
            Dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik membahas ihwal seluruh masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa. Dapat diketahui juga bahwa kajian sosiolinguistik meliputi tiga hal utama, yaitu bahasa, masyarakat, dan hubungan bahasa dengan masyarakat penutur bahasanya.
2.1.2 Hakikat Bilingualisme
            Kontak bahasa secara sederhana didefinisikan sebagai proses saling perngaruh antar berbagai bahasa, dialek, ataupun variasi yang terjadi akibat adanya interaksi antara para penutur bahasa. Percabangan yang diciptakan oleh adanya kontak bahasa ini memunculkan sejumlah situasi kebahasan lainnya, salah satunya adalah bilingualisme.
            Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga dwikebahasaan. Bloomfield mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Menurut Lado, bilingualisme adalah kemampuan dua bahasa dengan sama baik, atau hampir sama baiknya yang secara teknis mengacu pada pengetahuan dua bahasa bagaimanapun tingkatnya.
            Dari beberapa pendapat tentang bilingualisme di atas, dapat disimpulkan bahwa bilingualisme merupakan kemampuan penggunaan lebih dari satu bahasa yang dimiliki penutur.
            Menurut Achmad, ada beberapa tipe bilingualism. Pertama, equalingualism atau balanced bilingualism. Kedua, functional bilingualism. Ketiga, receptive bilingual atau passive bilingualism. Keempat, productive bilingualism. Kelima, symmetrical bilingualism. Keenam, asymmetrical bilingualism. Ketujuh, incipient bilingualism.
            Kridaklasana membagi dwikebahasaan dalam tiga kategori. Pertama, bilingualisme koordinat (coordinate bilingualism). Kedua, bilingualisme majemuk (compound bilingualism). Ketiga, kedwibahasaan sub-ordinat.
            Dari pengertian bilingualisme di atas, dapat diketahui bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur dalam menggunakan dua bahasa.
2.1.3 Hakikat Campur Kode
            Alih kode dan campur kode memiliki keterkaitan yang erat, bahkan beberapa ahli tidak bisa membedakan keduanya atau menganggap keduanya adalah hal yang sama.
            Menurut Nababan, alih kode merupakan peristiwa pergantian bahasa atau ragam bahasa tergantung keperluan bahasa. Chaer dan Agustina mendefinisikan alih kode sebagai peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Menurut Ohoiwutun, alih kode merupakan peralihan pemakaian dari satu bahasa atau dialek ke suatu bahasa atau dialek lainnya.
            Berbeda dengan alih kode, menurut Nababan mendefinisikan campur kode sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas. Penggunaan kode-kode bahasa hanya berupa serpihan dan tidak memiliki struktur gramatika satu bahasa.
            Jendra mengatakan bahwa “code switching is a situation where speakers deliberately change a code being used, namely by switching from one another. The change is called code is switchin”.
            Menurut Dell H Hymes “Code switching has become a common term for alternate use of two or more languange, or even speech styles”. Menurut Piettro “code switching is the use of more than languange by communicants in the execution of a speech act.
            Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alih kode adalah peralihan aatau penggantian kode bahasa, juga peralihan antar-bahasa, dan juga berupa klausa atau kalimat lengkap yang mempunyai kaidah gramatikal sendiri, yang dilakukan secara sadar karena alasan-alasan tertentu. Campur kode adalah peristiwa penggunaan dua buah kode bahasa atau lebih oleh penutur dalam satu ujaran.

2.1.4 Jenis Campur Kode

            Berdasarkan golongannya, Suwito membedakannya menjadi dua, yaitu (1) campur kode ke dalam, dan (2) campur kode ke luar. Campur kode ke dalam adalah campur kode dengan bentuk sisipan yang diambil dari bahasa daerah yang masuk dalam ujaran berbahasa nasional, sementara campur kode ke luar adalah campur kode dengan bentuk sisipan yang diambil dari bahasa asing.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Menurut saya tulisan ini belum mumpuni dikatakan ringkasan sebab hal-hal yang ditulis Yudha seperti tulisan artikel yang tidak ringkas. Mungkin sebaiknya, tulisan ini sebisa mungkin dapat lebih diringkas sesuai dengan judul artikel yang diringkasnya agar tidak terkesan seperti bukan ringkasan.

    BalasHapus