Judul :
Lelaki Harimau
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Agustus 2014 (sampul baru)
Harga : Rp 45.000
Tebal : 190 halaman
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-03-0749-7
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Agustus 2014 (sampul baru)
Harga : Rp 45.000
Tebal : 190 halaman
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-03-0749-7
Setelah mencapai sukses dengan novel Cantik itu Luka
pada tahun 2002, Eka Kurniawan, seorang penulis dan komikus asal Indonesia yang
lahir di Tasikmalaya pada 28 November 1975 kembali menyajikan sebuah karya fiksi
beruapa novel yang lebih dari sekadar bacaan hiburan semata. Bagaimana tidak? inti
permasalahan yang diangkat dalam novel Lelaki Harimau merupakan hal yang
lazimnya pernah dirasakan oleh semua golongan masyarakat dan sangat sarat
makna. Ya, dendam. Pada bagian belakang cover novel Lelaki Harimau, seorang
pembaca pun mengatakan bahwa novel ini lebih licin dari novel Cantik Itu Luka.
Novel ini mengisahkan tentang seorang pemuda
penggiring babi yang bernama Margio, yang sejak lama tengah memiliki dendam
yang mengendap selama hidupnya kepada sang ayah, Komar Bin Sueb. Perilaku ayahnyalah
yang kian waktu selalu menambah bobot dendam Margio. Margio yang tanpa sadar
dirasuki oleh sosok Harimau yang diwarisi turun-temurun dari kakek dan leluhur
sebelumnya. Harimau yang selalu berontak untuk membunuh ayah Margio ketika
mengetahui si empunya tubuh memiliki dendam teramat besar pada ayah kandungnya
sendiri.
Ketika membaca novel ini, sang penulis sukses
membuat saya larut dalam penceritaannya yang sangat minim dengan dialog. Hal
yang mengagumkan dalam novel ini adalah sisi penceritaan dengan alur campuran
yang digunakan oleh Eka Kurniawan, kita akan dibuat menjelajahi seluruh
rangkaian cerita dengan alur mundur dan maju yang berselang-seling namun tidak
kentara karena perpindahan bagian cerita
yang dibuat sehalus mungkin. Paragraf demi paragraf selalu menghadirkan
fakta-fakta yang menyambungkan kepada runut permasalahan yang menjadi pokok
cerita tersebut, sampai akhirnya di halaman terakhir pembaca dapat mengetahui
apa-apa faktor yang menjelaskan mengapa Margio tega membunuh Anwar Sadat dengan
menggerogoti lehernya hingga nyaris putus. Bahasa yang dipaparkan dalam novel ini pun mudah dipahami namun ada
beberapa kosakata berbahasa daerah yang tidak dijelaskan maknanya.
Dari keseluruhan novel tersebut, kemungkinan Margio
tidak akan menghabisi nyawa Anwar Sadat jikalau semasa pacaran dulu Komar Bin
Sueb menyempatkan diri untuk menulis dan mengirimi Nuraeni sepucuk surat. Yang
karena hal tersebut, lantas membuat Nuraeni jengah dan rasa cintanya terhadap
Komar Bin Sueb pun memudar; hilang tanpa bekas. Nuraeni secara terpaksa menikah
dengan Komar Bin Sueb, membuatnya menjadi pribadi yang pendiam, kaku, dan suka
berceloteh dengan panci dan peralatan dapur lainnya. Hal ini menjadikan Komar
Bin Sueb selalu memukuli Nuraeni karena menganggapnya sinting namun tetap
memaksa melayaninya ketika berahinya datang. Betapa hal tersebut membuat Nuraeni
pilu kemudian ia berselingkuh dengan Anwar Sadat sehingga menghasilkan bayi
bernama Marian yang hidupnya hanya bertahan selama 7 hari. Saat Margio
mengetahui bahwa Marian adalah anak dari ibunya dan Anwar Sadat, lantas Margio
meminta Anwar Sadat untuk menikahi ibunya. Dan kata-kata Anwar Sadatlah yang
kemudian membangunkan Harimau di dalam diri Margio untuk membunuhnya. Kalimat
terakhir yang ia ucapkan semasa hidupnya. Sesederhana itu. Asal mula masalah
sepele yang akhirnya mengundang masalah besar.
Binatang sesungguhnya dalam novel Lelaki Harimau
bukanlah sosok Harimau yang tengah bersemayam dalam tubuh Margio. Lebih dari
itu, Eka Kurniawan ingin memaparkan sisi kebinatangan
yang ada pada tokoh-tokoh di Lelaki Harimau. Sifat binatang yang tidak
menggunakan akal sehat dalam bertindak, mengatasnamakan behari di atas
segalanya, dan lain sebagainya. Seperti Komar Bin Sueb yang tanpa belas kasih
selalu melayangkan serbuan tinju pada istrinya, Nuraeni. Juga tidak segan
menumpahkan berahinya secara paksa. Pun sama halnya dengan Anwar Sadat, lelaki
mata keranjang yang berhasil menyetubuhi Nuraeni sampai menghasilkan keturunan.
Kemudian Margio sendiri yang atas nama dendam, ia membuat leher Anwar Sadat
nyaris putus.
Bila ditilik dari sisi psikologis, keseluruhan tokoh
seakan-akan mempunyai sifat yang sama. Mereka semua diam. Nuraeni yang diam
atas perlakuan Komar Bin Sueb terhadapnya, Margio yang walau menyimpan dendam
namun tetap diam dan manut saja kepada ayahnya. Mameh (adik Margio) yang hanya
diam dan merasa serba salah atas semerawutnya keadaan dalam keluarga mereka.
Anwar Sadat yang tak banyak omong namun lihai dalam mengambil hati wanita untuk
memenuhi kepuasan berahinya. Agung Yudha (karib Margio) yang diam saja ketika
Margio bercerita akan membunuh seseorang. Juga istri Anwar Sadat (Kasia) serta
ketiga anaknya (Laila, Maesa Dewi, Maharani) yang diam saja dan terkesan acuh
tak acuh walaupun mereka tahu bahwa suami dan ayah mereka adalah lelaki yang
suka meniduri banyak perempuan.
Segala sesuatu yang setelah membaca Lelaki Harimau,
tanpa sadar mengantarkan kita pada banyaknya pesan moral dalam novel ini.
Tentang bagaimana seharusnya memanusiakan manusia, memberi jarak antara sifat
manusia dengan binatang, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana dengan sesuatu
yang berwujud manusia namun berperilaku seperti binatang?
Lebih lanjut, penggunaan bahasa Indonesia yang
terdapat pada novel ini sangatlah kaya dengan ungkapan, idiom, metafora, dan
juga analogi. Di mana ragam bahasa tersebut tentunya dapat menambah kosakata
bahasa si pembacanya. Namun, jika dilihat dari segi fisik, cover novel ini
terlalu sederhana dengan warna yang cenderung mencolok. Juga penggunaan jenis
kertas yang terlalu tipis serta font yang tidak terlalu besar. Ditambah dengan
isi novel yang hanya sedikit sekali menayangkan dialog antar tokoh, yang
pastinya akan sedikit menyusahkan pembaca ketika membacanya.
Resensi ini memiliki daya tarik yang mampu membuat pembaca penasaran. Gaya penceritaan Ummi Anisa begitu mendalam. Di awal kalimat dibuka dengan pengenalan penulis novel. Namun karya Eka Kurniawan yang lain hanya diberitahukan Cantik itu luka padahal dapat ditulis beberapa karyanya yang lain. Nilai buku belum diulas oleh peresensi.
BalasHapusNaswati- 2 SIS
Apa yang sudah ummi paparkan sudah sangat jelas dan rinci, namun akan lebih baik jika Ummi menarasikan deskripsi buku bukan membuat poin-poin seperti diatas. selain itu, ummi tidak menyebutkan keunggulan buku ini dalam artian nilai buku, sudahkah buku ini mendapat penghargaan atau hal lainnya. karena setahu saya novel Lelaki Harimau ini membawa Eka Kurniawan masuk nominasi The Man Booker Prize 2016 bersaing dengan Orhan Pamuk dan Han Kang yang notabene penulis luar negeri yang sudah lebih dulu diekanl daripada Eka.
BalasHapusRia T. R - 2 Si S
Setelah membaca resensi yang dibuat oleh Ummi Anisa,sebagai pembaca saya merasa tertarik ingin mengulik buku tersebut. Artinya, Ummi telah berhasil mencuri daya pikat pembaca melalui resensi yang dibuatnya. Terlebih lagi, Ummi meresensi tepat berdasarkan teori Gorys Keraf. Namun,sayangnya saya masih menemukan pronomina 'saya' dalam resensi ini sehingga bagi saya resensi ini masih bersifat subjektif.
BalasHapus