Rabu, 15 Juni 2016

KEBUDAYAAN DAERAH TEMULA DALAM CERPEN BELIAN KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN: SEBUAH KAJIAN ANTROPOLOGI Oleh: Ilham Fauzie (UAS)


2125143358 – 2 SIS

            Sastra merupakan bentuk gagasan dan pemikiran seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang disusun dengan indah. Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa.
            Karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia kenyataan yang sebenarnya juga dunia ide. Dunia dalam karya sastra membentuk diri sebagai sebuah dunia sosial yang merupakan tiruan terhadap dunia sosial yang ada dalam kenyataan.
            Menurut Siswanto (2008: 79), karya sastra merupakan hasil karya pemikiran kreatif dari seorang pengarang yang dituangkan ke dalam sebuah cerita. Karya sastra juga merupakan gabungan dari kenyataan dan khayalan. Semua yang diungkapkan oleh pengarang dalam karya sastranya adalah hasil pengalaman dan pengetahuannya juga diolah dengan imajinasi.
            Salah satu jenis karya sastra adalah cerita pendek atau cerpen. Karya sastra yang berupa cerita pendek dalam penyajiannya menampilkan cerita dari pengalaman atau tiruan pengarang. Ada beberapa pengarang yang menulis cerita dari pengalamannya sendiri atau replika kehidupan yang asli tetapi tidak terlepas dari dunia fiksi. Tetapi, hanya sedikit cerita yang menyajikan fakta-fakta kebudayaan dalam karya fiksinya.
            Salah satu cerita pendek yang membahas mengenai kebudayaan, yaitu cerita pendek berjudul Belian karya Korrie Layun Rampan. Cerita pendek ini secara garis besar bercerita tentang kebudayaan Belian di daerah Temula, Kalimantan Timur. Cerita pendek Belian karya Korrie Layun Rampan dilihat dari persepsi penulis menggambarkan hal-hal berikut, (1) tentang ritual Balian yang ada di daerah Temula, Kalimantan Timur. (2) Dalam cerita ini, unsur kebudayaan yang terlihat sangat kental sehingga antropologi sastra cocok dalam kajian ini.
Antropologi
            Menurut Saebani (2012: 13), antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari budaya masyarakat etnis tertentu, yang berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa dengan melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, dan budaya yang berbeda dengan budaya yang dikenal Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk sebagai masyarakat tunggal, yaitu kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama. Antropologi hampir identik dengan sosiologi. Akan tetapi, sosiologi lebih mneitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya, sedangkan antropologi menitikberatkan pada unsur budaya, pola pikir dan pola kehidupannya.
            Menurut Koentjaraningrat pada Sabeni (2012: 14), antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari berbagai warna, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang dihasilkan.
            Dari beberapa tersebut, dapat disimpulkan bahwa antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari budaya masyarakat dengan mempelajari bentuk fisik masyarakat, adat istiadat, serta kebudayaan yang dihasilkan.
Antropologi Sastra
            Menurut Ratna (2011: 6), antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan dalam hubungan ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya dengan masalah-masalah antropologi. Dengan kalimat lain, antropologi sastra adalah anailisis terhadap karya sastra di dalamnya terkandung unsur-unsur antropologi. Proses kreatif adalah energi karya sastra, di dalamnya berbagai aspek kebudayaan dievakuasi secara optimal.
            Koentjaraningrat pada Ratna (2011: 74) menunjukkan tujuh ciri kebudayaan yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi ciri-ciri antropologis, yaitu: a) peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia, b) mata pencaharian dan sistem ekonomi, c) sistem kemasyarakatan, d) bahasa, baik lisan maupun tulisan e) kesenian dengan berbagai mediumnya seperti seni lukis, seni rupa, seni tari, seni drama, dan sebagainya, f) sistem pengetahuan, dan g) sistem religi.
            Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa antropologi sebuah analisis terhadap karya sastra melalu sudut pandang atau pendekatan antropologi.
Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam cerita pendek Belian karya Korrie Layun Rampun yaitu metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang mendeskripsikan hasil analisis unsur-usur yang terdapat dalam cerita pendek. Unsur-unsur yang ditekankan adalah peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia, sistem religi, dan kesenian.
Kajian Antropologi Sastra Cerita Pendek Belian
            a. Peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia
            Pada cerita pendek Belian, masyarakat Temula, Dayak mempunya peralatan dan perlengkapan kehidupan yang khas, seperti getang yang berarti gelangan tangan yang dibuat dari logam, lou yang berarti rumah khas orang Dayak, selolo yang berarti alat penyembuhan ritual belian yang dibuat dari daun pisang.
“Bunyi musik dan mantra melayah bersama suara getang.“ (Belian, hlm.207)
“Berbagai bunyi yang yang berpadu di dalam lou membayangkan sebuah kegaduhan yang porak-poranda.“ (Belian, hlm.207)
“Hanya dengan mantra dan kata-kata belian lalu selolo atau kecupan bibir belian pada bagian yang sakit dapat memulihkan kesehatan.“ (Belian, hlm.210)
            b. Religi
            Unsur religi yang menjadi perhatian dalam cerita pendek ini adalah ritual belian, ritual dalam upaya pengobatan orang yang sakit. Ritual ini berupa tarian yang diiring musik dan mantra-mantra. Sebagai tanda kesembuhan, belian biasanya menunjukkan benda-benda penyebab penyakit, biasa saja berupa miang, taring ular, bilah bambu, batu, bahkan daun puding yang masih segar. Kadang berupa tali yang melingkari pinggang dan kadang juga berupa berasa yang bersemayam di dada atau di kening yang membuat seseorang menjadi sesak napas atau kepala menjadi pening. Ritual belian ini menandakan kepercayaan masyarakat Temula yang berasal nenek moyang secara turun temurun dalam upaya pengobatan orang yang sakit dan dengan kepercayaan ini, masyarakat Temula tidak mempercayai dokter.
”Suara keluh berbaur dengan mamang dan penyuruh mantra agar roh-roh jahat segera pergi dari orang-orang yang di-belian-i.“ (Belian, hlm.207)
“Dalam dalam musik itulah sebenarnya para dewa mengirimkan obat-obatan yang ampuh, dan segala penyakit apa pun akan pulang kepada asalnya di suatu tempat entah berada di mana, di awang-awang udara.“ (Belian, hlm.209)
            Selanjutnya, bila salah satu warga Temula ada yang meninggal, mereka melakukan penghormatan yang sangat berlebihan. Mereka melakukan pengorbanan apa saja lewat upacara yang begitu memakan waktu, tenaga, biaya, agar kematian itu tak lagi menjemput berulang. Selain itu, dalam cerita ini juga menyinggung sedikit upacara ditepungtawari, upacara khas Temula agar orang atau pengantin mendapat kemaslahatan.
“Dokter bukannya menyembuhkan orang sakit. Tetapi justru ditepungitawari oleh belian dalam upacara kemaslahatan pengantin ala Temula.“ (Belian, hlm.219)
c. Kesenian
Dalam cerita pendek ini, masyarakat mengenal musik dan tarian untuk melakukan belian.
“Musik itu seperti bersaing dengan kegelapan. Irama keras, kadang meninggi, lalu suara belian sedang dalam kata-kata panggilan mantra kepada malam.“ (Belian, hlm.207)
“Gerak para belian lebih tenang mengiringi petikan musik yang berirama gembira.“ (Belian, hlm.208)
Kesimpulan
            Dari hasil analisis cerita pendek Belian karya Korrie Layun Rampan, ditemukan unsur peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia yaitu getang yang berarti gelangan tangan yang dibuat dari logam, lou yang berarti rumah khas orang Dayak, selolo yang berarti alat penyembuhan ritual belian yang dibuat dari daun pisang. Selanjutnya ditemukan unsur religi yang berupa ritual belian, ritual dalam upaya pengobatan orang yang sakit, upacara kematian, dan upacara ditepungtawari, upacara khas Temula agar orang atau pengantin mendapat kemaslahatan. Pada unsur kesenian ditemukan musik dan tarian untuk melakukan ritual belian.

















DAFTAR PUSTAKA         
Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam        Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar