Rabu, 15 Juni 2016

REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DAYAK DALAM CERPEN BELIAN KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN : SUATU PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA Oleh: Nita Oktaviya (2125143349)


1.      PENDAHULUAN
Karya sastra adalah suatu proses penciptaan kreatif yang merupakan refleksi kehidupan dari pengarangnya. Proses kreatif tersebut dapat berupa pengalaman, pemikiran, ide, semangat, dan keyakinan yang dituangkan pengarang melalui tulisan. Tulisan yang dihasilkan dapat berwujud menjadi karya sastra yang berupa prosa maupun puisi, dimana hal tersebut tidak terlepas dari unsur latar belakang sosial. Dalam hal ini, melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. 
Dunia sastra adalah gambaran kecil tentang kenyataan yang ada di masyarakat. Bentuk cerita disajikan dalam bentuk kehidupan masyarakat, yang dilengkapi dengan unsur-unsur imajinasi pengarang. Bahkan, sastra sendiri secara populer dianggap sebagai suatu karya yang menghadirkan suatu dunia imajiner kepada pembacanya. Dalam ranah sastrawi, tinjauan yang memusatkan pada pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat disebut sosiologi sastra.   
Sosiologi sastra adalah telisik karya sastra yang mengungkapkan pengarang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya. Dalam disiplin sastra, kajian sosilogi  memusatkan perhatiannya dengan telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan prses dan aktivitas kemasyarakatannya.
Salah satu jenis karya sastra yang dapat di kaji ialah cerpen. Cerpen merupakan jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang kehidupan manusia melalui tulisan pendek. Cerpen biasanya ditulis secara fiktif meskipun berdasarkan realitas sosial yang ada. Sekecil apapun, realitas sosial jelas sebuah sejarah hidup manusia (Suwardi Endraswara : 2012 : 1).
 Dalam penelitian ini, peneliti hendak  menggunakan objek kajian cerpen  Belian karya Korrie Layun Rampan. Pembaca mungkin sudah mengenal sosok Korrie Layun Rampan, beliau adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia yang berkelahiran di Samarinda, Kalimantan Timur. Dalam cerpen Belian, Korrie bercerita mengenai tokoh Sentaru yang hidup di Temula, dimana dalam lingkungannya menganut kebiasan membeliani orang . Kebiasan di Temula mengenai tradisi Belian  dalam masyarakat suku Dayak menjadi momok bahwasannya segala penyakit dapat disembuhkan melalui upacara Belian. Sedangkan, Sentaru sendiri yang menjadi sarjana kedokteran menjadi bahan olok-olokan dikampung Temula oleh karena profesi kedokteran dianggap sebagai profesi priyayi kedokteran. Dalam hal ini, Sentaru merasa pasrah terhadap pemikiran masyarakat yang saklek terhadap suatu tradisi. Di sisi lain, sang Ibu mendukung Sentaru untuk tetap mempertahankan profesinya sebagai dokter demi mengubah satu generasi.
Pemilihan cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1) Pertama, cerpen ini merupakan karya yang ditulis oleh pengarang yang berasal dari suku Dayak, sesuai dengan isi cerita yang diangkat dalam cerpen  ini, 2) Tradisi yang saklek dalam cerpen  ini banyak mengungkapkan realitas sosial yang ada di masyarakat Dayak sehingga mempengaruhi tentang bagaimana masyarakat berinteraksi untuk menerima suatu pembaharuan.
Untuk dapat meneliti tentang bagaimana masyarakat dalam suatu karya sastra, maka kajian ini cocok dikaji dengan pendekatan sosiologi sastra dimana karya sastra menganut prinsip-prinsip kemasyarakatan. Dalam penelitian ini, peneliti hendak menggunakan judul Realitas Sosial Masyarakat Dayak dalam cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan : Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra.


2.      KERANGKA TEORI
 Belian karya Korrie Layun Lamban dianalisis dengan dua teori yang saling berkaitan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori realitas sosial dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
                                                                                                                                                  
1.      Hakikat Sosiologi Sastra
Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini disebut sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan gabungan kata sosiologi dan sastra.  Sosiologi sastra berfungsi untuk menganalis hubungan karya sastra dengan suatu kelompok sosial, hubungan antara selera massa dan kualitas suatu karya cipta sastra, serta hubungan antara gejala sosial yang timbul disekitar karyanya. Damono (1978:6) memberikan definisi sosiologi sastra sebagai telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Sosiologi sastra berhubungan dengan masyarakat dalam menciptakan karya sastra tentunya tak lepas dari pengaruh budaya tempat karya sastra dilahirkan.
Menurut Wellek dan Warren (dalam Faruk, 1999 : 3), pengklasifikasian kajian sosiologi meliputi tiga hal, pertama sosiologi pengarang yang mempermasalahkan atau membahas tentang status sosial, idiologi, sosiologi, dan sebagainya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan unsur-unsur pembentuk suatu karya sastra itu sendiri. Hal tersebut membahas hal yang menjadi pokok permaslahan. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermaslahkan pembaca dengan pengaruh sosial karya sastra.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam sebuah penelitian. Pendekatan sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan.
2.      Teori Realitas Sosial
Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.
    Konstruksi Sosial atas Realitas (Social Construction of Reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu, menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya, yang dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya. Dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.

3.      METODE PENELITIAN
Objek kajian dalam penelitian ini ialah cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan. Fokus dalam penelitian ini adalah realitas sosial masyarakat dayak. Aspek yang diteliti yakni latar sosial yang ada di masyarakat dayak dengan menghubungkan realitas yang ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif artinya menganalisis bentuk deskripsi tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar-variable. Hasil penelitian berisikan kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk memberikan ilustrasi. Metode deskriptif dalam dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai yang terjadi di masyarakat dayak dalam cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan.

4.      ANALISIS
Cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan mengungkap kehidupan masyarakat suku Dayak di Kalimantan Timur. Berdasarkan penceritaan pengarang di dalam cerpen Belian mengulas tentang adat istiadat suku Dayak. Belian merupakan tradisi pengobatan  ritual yang memiliki fungsi layaknya seorang dokter. Namun, secara tradisional pemelian ini memiliki cara tersendiri untuk meyembuhkan penyakit. Kepercayaan akan keahlian seorang pemelian memang tak lepas dari kondisi permukiman warga Suku Dayak. Dalam ritual Belian sebenarnya tak hanya sekadar prosesi pengobatan semata. Tapi, di dalamnya terkandung sebuah ikatan sosial, yang menjadi perekat nilai kebersamaan di antara masyarakat Dayak. Meski secara keagamaan mereka telah menganut agama samawi, kepercayaan adat terhadap leluhur masih tetap dipegang teguh.
Dahulu aku kenal benar dengan segala gerak dan tarian belian, suatu upaya pengobatan untuk orang sakit. Bahkan aku pernah belajar beberapa bahasa mantra salah satu jenis belian bawo yang banyak digunakan masyarakat setempat untuk mengusir roh-roh jahat. –Hal. 208

Bila kita perhatikan kutipan diatas, si tokoh ‘aku’ megungkapkan ingatannya pada ingatan masa kecil mengenai tradisi belian. Si tokoh aku juga menyatakan bahwa belian biasa digunakan dalam masyarakat suku Dayak.
Ibu sebenarnya yang membuat aku jadi terpisah dari suasana desa dengan segala rona yang tersulam di dalamnya. –Hal 209

Pada kutipan diatas, penulis berusaha menggambarkan latar tempat dimana tradisi belian di jalankan.
Ibu mengadakan selamatan merayakan keberhasilanku dan ia menjual beberapa guci antik peninggalan kakek untuk biaya kuliahku di Surabaya. Tak sempat lagi aku kembali ke Temula karena aku harus mengejar tahun ajaran baru. –Hal 212

Temula yang bermakna temu dan mula menunjukkan bahwa di tempat itulah mula pertama ditemukan umat manusia. Mungkin karena mereka Adam dan Hawa yang menurut versi Ibu berupa Pangeran Perjadiq-putra langit-yan bertemu dengan berkembang biak dan memenuhi bumi dan menurunkan berbagai tradisi yang mengikat semua warga pada kondisi asli sebuah puak. –Hal 212

Ketika kita perhatikan kutipan diatas, jelas digambarkan bagaimana latar yang ada di dalam cerpen belian ini yaitu suasana digambarkan sesuai dengan realitas sosial yang ada dimasyarakat suku Dayak itu sendiri.
Telah menjadi kesepakatan bersama bahwa dokter merupakan profesi priyayi modern. Akan tetapi aku diterima dengan cemooh oleh orang-orang yang sudah berumur yang mengenal siapa aku. –Hal 213
Pada kutipan tersebut, kita bisa mendapati bagaimana kondisi kemasyarakatan Temula yang saklek pada kepercayaan kolot serta tidak mau menerima pembaharuan.
Banyak yang menolak pertolongan dokter; terutama yang tua-tua. Kenyataan ini membuat aku menjadi gamang, mengapa pertolongan kebaikan berdasarkan dan akal sehat ditolak, sementara sesuatu yang musykil justru diterima dengan keyakinan sepenuh hati? –Hal 215
“Orang sini lebih menghormatiku sebagai anak seorang polisi dan cucu kepala adat, bukan karena aku dokter: Ibu ingat kan? Bahkan seorang nabi sulit diterima oleh bangsanya sendiri, Ia harus berjuang menegakkan kebenaran. Dan aku tak punya kesabaran seperti nabi”, aku berkata putus asa. –Hal. 216

Pada kedua kutipan diatas, si tokoh aku merasa tertekan karena adanya konflik yang timbul. Konflik tersebut berasal dari masyarakat sekitar yang menganggap tokoh aku aneh lantaran berprofesi sebagai dokter.

5.      KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian diatas, analisis cerpen Belian dengan menggunakan realitas sosial yang ada dimasyarakat suku Dayak didapati bahwa masyarakat suku Dayak menentang adanya pikiran-pikiran pembaharuan serta lebih konsisten dalam mempertahankan tradisi dalam sukunya. Dalam hal ini, terdapat individu  merasa tertekan apabila tidak dapat diterima di suatu masyarakat tersebut.

DAFTAR RUJUKAN
Endraswara, Suwardi. 2013 . Teori Kritik Sastra: Prinsip, Falsafah, dan Penerapan. Yogyakarta
: CAPS (Center for Academic Publishing).
Endraswara, Suwardi. 2012 . Teori Pengkajian Sosiologi Sastra. Yogyakarta : UNY Press.
Wellek, Rene,  Austin Warren.  2014 . Teori Kesusastraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
      Utama.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar