Sabtu, 18 Juni 2016

ANALISIS KALIMAT AMBIGU DALAM KUMPULAN CERPEN PENEMBAK MISTERIUS KARYA SENO GUMIRA ADJIDARMA : SUATU TINJAUAN SEMANTIK



                          Oleh: Nopriandi Saputra (2125143345)

PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Sastra lahir, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Pradopo, 1997). Di zaman modern seperti ini karya sastra merupakan sebuah alat yang digunakan penulis untuk menuangkan semua hal yang berada dalam pikiran penulis, bisa berupa hal pribadi yang dialami langsung oleh penulis dan bisa juga untuk menjadi alat kritik terhadap suatu hal. Karya sastra banyak jenisnya yaitu novel, cerpen, puisi, dll.
            Cerita Pendek atau yang lebih sering kita dengar sebagai cerpen merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Cerpen adalah cerita pendek yang ditulis tidak lebih dari 10.000 kata, hanya terpusat pada satu tokoh, dan satu situasi. Bagi kebanyakan sastrawan, penulis sastra serius, cerpen bisa menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasiNya, karena dengan menulis cerpen ia bisa mengeritik siapa aja, seperti petinggi-petinggi kota tanpa ada yang menghalangiNya untuk berkarya.
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundasi), dan termasuk Ambiguitas.
Dalam kumpulan cerpen PENEMBAK MISTERIUS karya Seno Gumira Adjidarma terdapat banyak kalimat ambigu yang membuat pembaca menjadi bingung tentang makna sesungguhnya yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut.
2.      Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mencari bentuk kalimat ambigu yang berada dalam kumpulan cerpen PENEMBAK MISTERIUS sekaligus menganalisisNya berdasarkan kategori-kategori yang berada dalam “Ambiguitas”
ISI
1.      Landasan Teori
Ketaksaan (ambiguitas) dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan. Sehubungan dengan ketaksaan ini, Kempson (1977) yang dikutip oleh Ullman (1976) menyebut tiga bentuk utama ketaksaan, ketiganya berhubungan dengan fonetik, gramatikal, dan leksikal. Ketaksaan ini muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk menangkap pengertian yang kita baca, atau yang kita dengar.
Bahasa lisan sering menimbulkan ketaksaan sebab apa yang kita dengar belum tentu tepat benar yang dimaksudkan oleh si pembaca atau penulis. Di dalam tulisan, kita mengenal tanda baca yang akan memperjelas maknanya. Lebih-lebih jika pembicara berbicara dengan cepat, tanpa jeda.  Bandingkanlah contoh berikut:
1)         Anak dan istri Pak Lurah yang tinggal di Bandung.
2)         Anak, istri, dan Pak Lurah yang tinggal di Bandung.
3)         Anak istri Pak Lurah, yang tinggal di Bandung.
4)         Anak-istri Pak Lurah yang tinggal di Bandung.
Dst.
Faktor – faktor penyebab keambiguan:
1. Faktor Morfologi
Keambiguan yang terjadi akibat dari pembentukan kata itu sendiri:
Contoh:
Permen itu tertelan olehku.
a. Permen itu sengaja tertelan, atau
b. Permen itu akhirnya dapat ditelan.
2. Faktor Sintaksis
Faktor ini terjadi karena susunan kata di dalam kalimat yang kurang jelas.
Contoh:
Gigit jari
Ani hanya bisa gigit jari melihat barang yang diinginkan tak bisa didapat.
Ani menggigit jarinya hingga berdarah.
Kata gigit jari di atas memiliki dua makna yaitu putus asa atau benar-benar menggigit jarinya.
3. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor yang menyebabkan keambiguitasan akibat dari struktur kalimat itu sendiri.
Contoh:
Pembacaan, puisi baru dilaksanakan pada hari minggu. (Yang dibaca puisi baru )
Pembacaan puisi, baru dilaksanakan pada hari minggu.  (Yang dibaca hari minggu adalah puisi)

2.      Konstruk
Dalam (Ambiguitas) terdapat tiga ketaksaan yang digunakan untuk mengklasifikasikan data, yaitu:
A.    Ketaksaan Fonetik
Ketaksaan pada tataran fonologi (fonetik) muncul akibat berbaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat bila dilafalkan terlalu cepat, dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya.
B.     Ketaksaan Gramatik
Ketaksaan gramatik muncul pada tataran morfologi dan sintaksis. Dengan demikian, ketaksaan pada tataran ini dapat dilihat dari dua alternatif.
 C.     Ketaksaan leksikal
Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu ada benda yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakaiannya. Misalnya, kata Bang mungkin mengacu kepada “abang” atau “bank”, bentuk seperti itu dikatakan polyvalency yang dapat dilihat dari dua segi, polisemi dan homonimi.

3.      Instrumen Penelitian
  NO
Kutipan
Ketaksaan
Fonetik
Gramatikal
Leksikal





































DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: PT Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2013. Semantik 2 Relasi Makna Paradigmatik, Sintagmatik, dan Derivasional. Bandung: PT. Retika Aditama.

1 komentar: