Oleh Ulya Yurifta (2125143340)
Pendahuluan
Dewasa ini pengkajian sastra mendapat perhatian
tidak hanya dari para ahli atau kritik sastra, tetapi juga dari para peminat
dan penggemar sastra. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budaya
masyarakat yang dinyatakan dengan Bahasa, baik lisan maupun tulis yang
mengandung keindahan. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman manusia, baik
dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari
aspek penciptanya, mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin
penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi budaya
tertentu
Pada hakikatnya, sastra adalah sebuah ide, gagasan
atau pikiran, serta perasaan yang ingin
disampaikan penulis kepada masyarakat melalui karya sastra. Kehidupan masyarakat dan realitas yang
terdapat dalam karya sastra menjadi sebuah proses penciptaan karya, mengenai
apa yang terjadi pada manusia dengan kehidupan sosialnya.
Metode sosiosastra merupakan seperangkat
alat untuk memahami hubungan antar karya sastra dengan kehidupan sosial yang
melingkupinya berdasarkan pandangan bahwa karya sastra itu diciptakan pengarang
sebagai individu yang pasti berada dalam lingkungan masyarakat, sehingga masuk akal apabila karya sastra
mengungkapkan berbagai masalah yang terjadi sesuai dengan gagasan atau persepsi
pengarang yang bersangkutan (KS, 2009). Dengan kata lain,
sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat
dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama
mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat
ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang
ditujunya.
Dalam mengkaji bahasa di dalam karya
sastra. Salah satu karya sastra yang dapat dikaji dengan kritik sastra adalah
cerpen. Cerpen adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita
tentang kehidupan di Dayak yang dimana masih mempercayai akan kepercayaan
leluhur yang sampai sekarang masih di pedalami. Dalam penelitian kali ini,
peneliti hendak menggunakan objek kajian cerpen yang berjudul Belian, adanya
rasa tertarik menggunakan kritik sosial, yang dimana kritik sosial ini sendiri
mengaitkan realita sosial dengan karya sastranya.
Awal mulanya, pendekatan struktural dipelopori oleh
kaum Formalis Rusia dan strukturalisme Praha. Ia mendapat pengaruh langsung
dari teori Saussure yang mengubah studi linguistik dari pendekatan daikronik ke
sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya,
melainkan pada hubungan antar unsurnya.
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme
adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunannya.
Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan
dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara
bersama membentuk kebulatan yang indah. (Abrams, 1981)
Peneliti mengkaji cerpen Belian karya Korrie Layun
Rampan dengan tinjauan sosiologi sastra, akan tetapi dengan ruang batas lingkup
mengenai Kritik yang terdapat dalam cerpen tersebut. Cerpen Belian karya Korrie
Layun Rampan ini adalah cerpen yang menceritakan akan kekalnya ilmu mistis yang
tidak akan bisa hilang walaupun ada teori ilmiah yang berkembang pada tahun
1995.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deksriptif kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran, deskripsi,
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode penelitian
kualitatif adalah metode yang menghasilkan temuan-temuan data tanpa menggunakan
prosedur statistika karena tidak bersifat mengukur. Jadi, akan digunakan metode
deksriptif kualitatif untuk bertujuan menggambarkan secara sistematis sebuah
fenomena yang diselidiki dengan cara mengintreprestasi data yang ditemukan
tanpa perhitungan statistik.
Tujuan dari penelitian
ini adalah menyampaikan bahwa karya sastra dijadikan salah satu media
alternatif untuk menyampaikan “kekalnya ilmu mistik” terhadap realitas
kehidupan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Kerangka teori
1.
Teori
struktural
Dan dalam kajian kali
ini, peneliti akan mengkaji dengan teori struktural yang dikemukakakan oleh
Burhan Nurgiyantoro. Unsur pembangunan sebuah novel yang kemudian secara
bersama membentuk sebuah totalitas itu, disamping unsur formal Bahasa, masih
banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut
secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian walau pembagian itu
tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik
dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus
dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umunya.
Menurut (Nurgiyantoro, 1994) unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir
sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Dan unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, Bahasa atau gaya, dan lain-lain.
2.
Teori
sosiologi sastra
Sosiologi sastra
berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu sosio dari kata socius yang berarti bersama-sama,
bersatu, kawan, dan teman, dan logi
dari kata logos yang berarti sabda,
perkataan, dan perumpamaan. Selanjutnya terjadi perubahan makna, socius berarti
masyarakat dan logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu mengenai
asal-usul dan pertumbuhan masyarakat. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu san yang berarti mengarahkan,
mengajar, memberi petunjuk dan intruksi, dan
tra yang berarti alat, dan sarana. Jadi, sastra adalah alat untuk mengajar
atau pengajaran yang baik.
Wilayah sosiologi
sastra cukup luas. Rene Wellek dan Austin Warren membagi telaah sosiologis
menjadi tiga klasifikasi
yakni:
1. Sosiologi pengarang
yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan
lain-lain yang menyangkut diri pengarang
2. Sosiologi karya
sastra yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra sedangkan menjadi
pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan
apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya
3. Sosiologi sastra
yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap
masyarakat.
3.
kritik
sosial
(Adinegoro, 1958) mengungkapkan bahwa
kritik adalah salah satu ciri dan sifat penting dari persitiwa otak manusia,
sehingga kritik dapat dijadikan dasar untuk berpikir dan mengembangkan pikiran.
Kritik tidak dimaksudkan untuk meruntuhkan sesuatu melainkan untuk memperbaiki
hal yang dianggap tidak sesuai dan akhirnya untuk mendapatkan kemajuan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Dari
definisi kritik sosial tersebut, kritik sosial didapati 2 golongan yaitu
kecamanan dan tanggapan dengan menjadikan kritik sebagai suatu pemikiran serta
pengembangan untuk mengupas apa yang terdapat dalam sosial masyarakat.
Kritik Sastra Baru (new critism)
merupakan aliran kritik sastra pernah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa
Barat hingga tahun 1950-an, merupakan gerakan atau aliran sastra yang melawan
pendekatan historis, biografis, dan impresionistis. Kritik itu berpendapat
bahwa karya sastra dengan segala struktur atau susunannya yang rumit itu
dijelaskan berdasarkan analisis strukturnya sendiri sehingga seni instrinsiklah
yang seharusnya tampil di permukaan (KS, 2009).
4.
Instrumen
penelitian
Berdasarkan teori yang sudah
dikemukakan, peneliti mengambil instrumen penelitian berupa menggali unsur
strukturnya, kemudian dijelaskan berdasarkan unsur strukturnya.
5.
Hasil
analisis
a.
Latar
1. Latar
waktu :
·
“Lima belas tahun yang lalu aku
dipisahkan ibu dengan segala upacara yang kurasakan mendidihkan darahku.”
(halaman 210)
·
“bahkan
selama lima belas tahun aku
terhilang karena kesibukanku dengan pelajaran dan keinginan ibu agar aku segera
menggantikan belian jika aku lulus sebagai dokter.”
(halaman 212)
·
“Kau
lihat mereka menari hamper sepanjang malam? Kau bekerja lebih mudah karena siang, tetapi belian? Di siang hari mereka membuka ladang atau
berburu di hutan, dan di malam hari
mereka menari untuk memulangkan penyakit ke bukit-bukit kesukaan.”
(halaman 215)
·
“selama
dua puluh tujuh tahun aku tak pernah memikirkan wanita karena harus menjadi
pahlawan versi ibu, namun selama sebulan di Temula perasaan aneh sering memeras
jantungku jika aku melihat Ule.” (halaman 218”
2. Latar
tempat
·
“Kau
lihat mereka menari hamper sepanjang malam? Kau bekerja lebih mudah karena
siang, tetapi belian? Di siang hari mereka membuka ladang atau berburu di hutan, dan di malam hari mereka menari
untuk memulangkan penyakit ke bukit-bukit kesukaan.”
(halaman 215)
·
“ule, putri petinggi, lulusan
IKIP yang langsung mengajar di kampung kelahirannya” (halaman 217)
·
“ule, putri petinggi, lulusan IKIP yang langsung mengajar di kampung kelahirannya” (halaman 217)
·
“lagi
memikirkan apa? Praktikmu di Surabaya?
Kau kecewa dengan penerimaan masyarakat sini atau menyesal aku ajak kemari?”
(halaman 217)
·
“begitu
kata paman Usan, dan aku mempercayai sampai aku didorong ibu untuk pergi
melanjutkan sekolahku di sebuah
sekolah menengah di ibu kota provinsi.”
(halaman 208)
3. Latar
suasana
·
“ada
kerinduan yang jauh dan sayup pada musik yang dipetik dan ada kerapatan perasaan pada kata-kata dan
liukan belian” (halaman 209)
b.
Amanat
Cerpen
Belian ini mengajarkan untuk tidak mudahnya merubah suatu kebudayaan secara
sendiri, walaupun adanya kemajuan ilmu ilmiah tetap saja kekal akan kebudayaan
itu
c.
Plot
Plot mundur
·
“Lima belas tahun yang lalu aku
dipisahkan ibu dengan segala upacara yang kurasakan mendidihkan darahku.”
(halaman 210)
d.
Perwujudan
kritik sosial dalam cerpen “Belian” karya Korrie Layum Rumpan
Mengkriktik tradisi
Belian
Ritual yang lakukan oleh dukun Beruaq
ini adalah ritual penyembuhan orang sakit yang diiringi oleh musik yang
bersaing dengan kegelapan dan dalam ritual ini adanya mantra-mantra yang
digunakan untuk memanggil roh halus untuk mengeluarkan penyakit yang dialami
oleh si pesakit tersebut. Dan dalam ritual ini, tokoh Ibu sangat menentang hal
tersebut karena sangat musygil. Walaupun tokoh ibu merupakan turunan dari
kepala adat
“kenyataan
ini membuat aku gamang, mengapa pertolongan kebaikan yang berdasarkan
pengetahuan dan akal sehat ditolak, sementara sesuatu yang musygil justru
diterima dengan keyakinan sepenuh hati? Mungkin ibu sangat kecewa Karena aku
tidak mampu menjadi pahlawan dan profesiku bukanlah pekerjaan yang
membanggakan. Ternyata dukun belian dipercayai daripada dokter yang selama ini
menimba ilmu di perguruan tinggi dengan biaya berjuta?”(halaman
215)
Kesimpulan
Penciptaan karya sastra tidak akan lepas dari kritik
sastra. Kritik sastra sangat diperlukan dalam mengkaji karya sastra yang
berhubungan dengan cerminan masyarakat yang didalamnya terdapat kritikan
penulis untuk disampaikan kepada masyarakat. Dalam cerpen “belian” karya Korrie
Layun Rumpan terdapat kritis sosial yang ingin disampaikan penulis yaitu kritik
terhadap ritual belian.
Daftar Pustaka
Abrams. 1981. Teori Pengantar Fiksi.
Yogyakarta: Hanindita Graha Wida.
Adinegoro,
D. 1958. Tata Kritik. Jakarta: Nusantara.
KS,
Y. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Nurgiyantoro,
B. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar