Rabu, 15 Juni 2016

KRITIK SOSIAL DALAM CERPEN BELIAN KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN (SUATU KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)



Oleh Ulya Yurifta (2125143340)
Pendahuluan
Dewasa ini pengkajian sastra mendapat perhatian tidak hanya dari para ahli atau kritik sastra, tetapi juga dari para peminat dan penggemar sastra. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budaya masyarakat yang dinyatakan dengan Bahasa, baik lisan maupun tulis yang mengandung keindahan. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptanya, mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra. Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi budaya tertentu
Pada hakikatnya, sastra adalah sebuah ide, gagasan atau pikiran, serta perasaan  yang ingin disampaikan penulis kepada masyarakat melalui karya sastra.  Kehidupan masyarakat dan realitas yang terdapat dalam karya sastra menjadi sebuah proses penciptaan karya, mengenai apa yang terjadi pada manusia dengan kehidupan sosialnya.
            Metode sosiosastra merupakan seperangkat alat untuk memahami hubungan antar karya sastra dengan kehidupan sosial yang melingkupinya berdasarkan pandangan bahwa karya sastra itu diciptakan pengarang sebagai individu yang pasti berada dalam lingkungan masyarakat,  sehingga masuk akal apabila karya sastra mengungkapkan berbagai masalah yang terjadi sesuai dengan gagasan atau persepsi pengarang yang bersangkutan (KS, 2009). Dengan kata lain, sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
            Dalam mengkaji bahasa di dalam karya sastra. Salah satu karya sastra yang dapat dikaji dengan kritik sastra adalah cerpen. Cerpen adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang kehidupan di Dayak yang dimana masih mempercayai akan kepercayaan leluhur yang sampai sekarang masih di pedalami. Dalam penelitian kali ini, peneliti hendak menggunakan objek kajian cerpen yang berjudul Belian, adanya rasa tertarik menggunakan kritik sosial, yang dimana kritik sosial ini sendiri mengaitkan realita sosial dengan karya sastranya.
Awal mulanya, pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan strukturalisme Praha. Ia mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah studi linguistik dari pendekatan daikronik ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antar unsurnya.  Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunannya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. (Abrams, 1981)
Peneliti mengkaji cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan dengan tinjauan sosiologi sastra, akan tetapi dengan ruang batas lingkup mengenai Kritik yang terdapat dalam cerpen tersebut. Cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan ini adalah cerpen yang menceritakan akan kekalnya ilmu mistis yang tidak akan bisa hilang walaupun ada teori ilmiah yang berkembang pada tahun 1995.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deksriptif kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran, deskripsi, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang menghasilkan temuan-temuan data tanpa menggunakan prosedur statistika karena tidak bersifat mengukur. Jadi, akan digunakan metode deksriptif kualitatif untuk bertujuan menggambarkan secara sistematis sebuah fenomena yang diselidiki dengan cara mengintreprestasi data yang ditemukan tanpa perhitungan statistik.
Tujuan dari penelitian ini adalah menyampaikan bahwa karya sastra dijadikan salah satu media alternatif untuk menyampaikan “kekalnya ilmu mistik” terhadap realitas kehidupan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.


Kerangka teori
1.      Teori struktural
Dan dalam kajian kali ini, peneliti akan mengkaji dengan teori struktural yang dikemukakakan oleh Burhan Nurgiyantoro. Unsur pembangunan sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas itu, disamping unsur formal Bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian walau pembagian itu tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umunya. Menurut (Nurgiyantoro, 1994) unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Dan unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, Bahasa atau gaya, dan lain-lain.
2.      Teori sosiologi sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu sosio dari kata socius yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, dan teman, dan logi dari kata logos yang berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Selanjutnya terjadi perubahan makna, socius berarti masyarakat dan logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu san yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi, dan tra yang berarti alat, dan sarana. Jadi, sastra adalah alat untuk mengajar atau pengajaran yang baik.

Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Rene Wellek dan Austin Warren membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi
yakni:
1. Sosiologi pengarang yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang
2. Sosiologi karya sastra yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra sedangkan menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya
3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
3.      kritik sosial
(Adinegoro, 1958) mengungkapkan bahwa kritik adalah salah satu ciri dan sifat penting dari persitiwa otak manusia, sehingga kritik dapat dijadikan dasar untuk berpikir dan mengembangkan pikiran. Kritik tidak dimaksudkan untuk meruntuhkan sesuatu melainkan untuk memperbaiki hal yang dianggap tidak sesuai dan akhirnya untuk mendapatkan kemajuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Dari definisi kritik sosial tersebut, kritik sosial didapati 2 golongan yaitu kecamanan dan tanggapan dengan menjadikan kritik sebagai suatu pemikiran serta pengembangan untuk mengupas apa yang terdapat dalam sosial masyarakat.
Kritik Sastra Baru (new critism) merupakan aliran kritik sastra pernah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat hingga tahun 1950-an, merupakan gerakan atau aliran sastra yang melawan pendekatan historis, biografis, dan impresionistis. Kritik itu berpendapat bahwa karya sastra dengan segala struktur atau susunannya yang rumit itu dijelaskan berdasarkan analisis strukturnya sendiri sehingga seni instrinsiklah yang seharusnya tampil di permukaan (KS, 2009).
4.      Instrumen penelitian
Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan, peneliti mengambil instrumen penelitian berupa menggali unsur strukturnya, kemudian dijelaskan berdasarkan unsur strukturnya.
5.      Hasil analisis
a.      Latar
1.      Latar waktu :
·         Lima belas tahun yang lalu aku dipisahkan ibu dengan segala upacara yang kurasakan mendidihkan darahku.” (halaman 210)
·         “bahkan selama lima belas tahun aku terhilang karena kesibukanku dengan pelajaran dan keinginan ibu agar aku segera menggantikan belian jika aku lulus sebagai dokter.” (halaman 212)
·         “Kau lihat mereka menari hamper sepanjang malam? Kau bekerja lebih mudah karena siang, tetapi belian? Di siang hari mereka membuka ladang atau berburu di hutan, dan di malam hari mereka menari untuk memulangkan penyakit ke bukit-bukit kesukaan.” (halaman 215)
·         “selama dua puluh tujuh tahun aku tak pernah memikirkan wanita karena harus menjadi pahlawan versi ibu, namun selama sebulan di Temula perasaan aneh sering memeras jantungku jika aku melihat Ule.” (halaman 218”
2.      Latar tempat
·         “Kau lihat mereka menari hamper sepanjang malam? Kau bekerja lebih mudah karena siang, tetapi belian? Di siang hari mereka membuka ladang atau berburu di hutan, dan di malam hari mereka menari untuk memulangkan penyakit ke bukit-bukit kesukaan.” (halaman 215)
·         ule, putri petinggi, lulusan IKIP yang langsung mengajar di kampung kelahirannya” (halaman 217)
·         ule, putri petinggi, lulusan IKIP yang langsung mengajar di kampung kelahirannya” (halaman 217)
·         “lagi memikirkan apa? Praktikmu di Surabaya? Kau kecewa dengan penerimaan masyarakat sini atau menyesal aku ajak kemari?” (halaman 217)
·         “begitu kata paman Usan, dan aku mempercayai sampai aku didorong ibu untuk pergi melanjutkan sekolahku di sebuah sekolah menengah di ibu kota provinsi.” (halaman 208)
3.      Latar suasana
·         “ada kerinduan yang jauh dan sayup pada musik yang dipetik dan ada kerapatan perasaan pada kata-kata dan liukan belian” (halaman 209)
b.      Amanat
Cerpen Belian ini mengajarkan untuk tidak mudahnya merubah suatu kebudayaan secara sendiri, walaupun adanya kemajuan ilmu ilmiah tetap saja kekal akan kebudayaan itu

c.       Plot
Plot mundur
·         Lima belas tahun yang lalu aku dipisahkan ibu dengan segala upacara yang kurasakan mendidihkan darahku.” (halaman 210)

d.      Perwujudan kritik sosial dalam cerpen “Belian” karya Korrie Layum Rumpan

Mengkriktik tradisi Belian
Ritual yang lakukan oleh dukun Beruaq ini adalah ritual penyembuhan orang sakit yang diiringi oleh musik yang bersaing dengan kegelapan dan dalam ritual ini adanya mantra-mantra yang digunakan untuk memanggil roh halus untuk mengeluarkan penyakit yang dialami oleh si pesakit tersebut. Dan dalam ritual ini, tokoh Ibu sangat menentang hal tersebut karena sangat musygil. Walaupun tokoh ibu merupakan turunan dari kepala adat
“kenyataan ini membuat aku gamang, mengapa pertolongan kebaikan yang berdasarkan pengetahuan dan akal sehat ditolak, sementara sesuatu yang musygil justru diterima dengan keyakinan sepenuh hati? Mungkin ibu sangat kecewa Karena aku tidak mampu menjadi pahlawan dan profesiku bukanlah pekerjaan yang membanggakan. Ternyata dukun belian dipercayai daripada dokter yang selama ini menimba ilmu di perguruan tinggi dengan biaya berjuta?”(halaman 215)

Kesimpulan
Penciptaan karya sastra tidak akan lepas dari kritik sastra. Kritik sastra sangat diperlukan dalam mengkaji karya sastra yang berhubungan dengan cerminan masyarakat yang didalamnya terdapat kritikan penulis untuk disampaikan kepada masyarakat. Dalam cerpen “belian” karya Korrie Layun Rumpan terdapat kritis sosial yang ingin disampaikan penulis yaitu kritik terhadap ritual belian.

Daftar Pustaka

Abrams. 1981. Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta: Hanindita Graha Wida.
Adinegoro, D. 1958. Tata Kritik. Jakarta: Nusantara.
KS, Y. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Nurgiyantoro, B. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar