RINGKASAN LANDASAN TEORI
(Judul
Skripsi: Representasi “Cinta Abadi” Taj
Mahal Dalam Novel Taj Mahal Karya John Shors : Suatu Kajian Dekonstruksi)
2.1 Teori
Struktural
Pendekatan
Strukturalisme model Greimas lebih dulu digunakan sebelum menentukan unit
analisis selanjutnya dalam kajian dekonstruksi. Pendekatan ini seringkali
disamakan dengan pendekatan objektif karena menekan unsur otonom suatu karya
sastra. Teori tersebut dijelaskan oleh Jean Peaget dalam Endraswara,
strukturalisme mengandung tiga hal pokok, yaitu gagasan keseluruhan (wholness),
gagasan transpormasi (transformation), dan gagasan keteraturan yang mandiri
(self regulation).
Teori
Strukturalisme dibagi berdasarkan pencetusnya serta apa saja yang dikajinya. Seperti
yang dikenalkan oleh Robert Stanton. Robert Stanton dalam teorinya mengkaji
fakta cerita, tema, dan sarana dalam suatu karya sastra. Selanjutnya, terdapat
juga teori strukturalisme yang merupakan teori narasi atau disebut juga
naratologi.
Penelitian
yang akan digunakan dalam hal ini ialah
menggunakan teori naratologi AJ. Greimas, seorang naratolog dari Prancis. Teori
ini memusatkan perhatiaannya pada telaah struktur cerita dengan mengandaikan
bahwa struktur cerita analog dengan struktur sintaksis yang memiliki konstruksi
dasar subjek predikat.
Model
struktural Greimas merupakan kombinasi dari naratolog prastruktural, yakni
model paradigmatik yang dikenal dengan sebutan actans. Model actans merujuk kepada analisis peran tokoh serta
mengasumsikan bahwa tindakan manusia mengarah pada tujuan tertentu. Dengan
model ini, Greimas membaginya menjadi enam yang dikelompokkan menjadi tiga
pasangan oposisi biner. Pendekatan struktural Greimas membantu dalam menentukan
tindak tokoh dan menemukan oposisi biner untuk selanjutnya dibongkar melalui
pendekatan dekonstruksi.
2.2 Teori
Dekonsturksi
2.2.1
Teori Postmodernisme
Postmodernisme adalah pandangan yang berupa
penolakan terhadap pandangan modernisme. Pandangan tersebut merupakan bagian
dari pemikiran atau paham dari pendekatan dekonstruksi.
Pendekatan yang berada pada aliran postmodernisme
memiliki gagasan dasar seperti mempertanyakan “rasionalitas” dan “epistemologi”
secara radikal, begitu pun dengan pendekatan dekonstruksi.
2.2.2
Awal Perkembangan Teori Dekonstruksi
Dalam teori kontemporer dekonstruksi sering diartikan
sebagai pembongkaran, pelucutan, penghancuran, penolakan, dan berbagai istilah
dalam kaitannya dengan penyempurnaan arti semula. Berdasarkan definisi
dekonstruksi tersebut, terdapat paham yang ditolak pahamnya oleh dekonstruksi.
Paham tersebut ialah paham strukturalisme yang mewakilkan aliran modernisme,
sedangkan dekonstruksi adalah wakil dari aliran postmodernisme.
2.2.3
Dekonstruksi Derida
Dekonstruksi merupakan bagian dari kelompok
postmodernisme yang selalu ingin lepas dan putus dengan modernitas. Berbicara
mengenai teori dekonstruksi, tidak dapat memisahkannya dengan pemikiran jacques
Derrida, seorang filsuf Prancis kelahiran Aljazair yang merupakan tokoh aliran
postmodernisme. Pandangannya terhadap modernitas itulah yang mendapat pengaruh
dari strukturalisme serta fenomenologi. Pembongkaran yang dilakukan Derrida
tertuju kepada struktur yang diagungkan oleh kaum strukturalis. Kesuperioran
tuturan oleh Derrida dibongkar dengan penemuan difeerance yang membuktikan
argumennya bahwa tulisan tidak selalu menjadi inferior. Selain konsentrasinya
terhadap pemaknaan bahasa, dekonstruksi juga bisa dirumuskan sebagai cara atau
membaca teks. Oleh sebab itu, metode ini dikembangkan pula di bidang susastra.
2.2.4
Teori Dekonstruksi Membongkar Teks
Sastra
Pembacaan karya sastara, menurut paham dekonstruksi
dimaksudkan untuk menemuan makna kontradiktifnya (makna ironisnya). Hal itu
ditekankan karena dekonstruksi memungkinkan sebuah teks memiliki multimakna,
teks sastra dipandang sangat kompleks. Dekonstruksi mencoba membongkar makna
beserta kekuatan yang berada di belakangnya, yang telah memproduksi
representasi. Melalui dekonstruksi, pembaca bisa memiliki kesempatan untuk
membaca apa yang tidak disampaikan dalam teks.
secara keseluruhan, ringkasan yang dibuat oleh nita telah mumpuni. informasi yang disampaikan dalam ringkasan tersebut sangat jelas, padat, dan mudah dipahami. namun, ada beberapa paragraf yang tidak memiliki unsur kelengkapan. sejatinya, dalam satu paragraf mestinya terdapat paling tidak 3 kalimat. akan tetapi dalam ringkasan di atas ada beberapa paragraf yang hanya memiliki 2 kalimat, bahkan ada paragraf yang hanya terdapat 1 kalimat di dalamnya.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusRingkasan yang dibuat oleh Nita sudah jelas bagi saya. Namun ada beberapa paragraf yang hanya mencakup dua kalimat saja padahal sejatinya minimal ada 3 kalimat. Seperti pada subbab mengenai postmodern paragraf pertama dan kedua.
BalasHapus