A. Landasan
Teori
1. Hakikat
Kesantunan Percakapan
H.G
Tarigan mengatakan bahwa terdapat tujuh hierarkial satuan-satuan bahasa dalam
linguistik, yakni : fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Dalam hal ini tentu saja wacana merupakan bagian tertinggi dalam subsistem struktural
linguistik karena wacana merupakan hubungan antara kalimat dengan kalimat
lainnya. Teori ini diperkuat oleh Ahmad HP yang pada intinya perlu beberapa
kalimat untuk membuat sebuah wacana, sehingga membuat wacana sebagai tataran
paling tinggi dalam linguistik.
Ahmad
HP juga turut menjelaskan bahwa wacana terbagi atas dua sifat, yaitu :
1. Transaksional,
yaitu jika yang dipentingkan isi komunikasi itu. Seperti pidato, ceramah
tuturan, dakwah, deklamasi, intruksi, iklan, surat, esai, tesis, dan sebagainya
2. Interaksional,
yaitu komunikasi timbal balik. Seperti percakapan, debat, tanya jawab, polemik,
suirat menyurat dan sebagainya.
Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi
dapat terjadi melalui satu arah ataupun dua arah, yang sama fungsinya sebagai
menyampaikan tujuan dari komunikasi, yaitu menyampaikan keinginan atau
informasi melalui bahasa.
Brown dalam Tarigan yang mengungkapkan
bahwa “melalui wacana kita saling : 1) menyapa, menegeur, 2) meminta, memohon,
3) menyetujui, menyepakati, 4) bertanya, meminta keterangan, 5) meyakinkan, 6)
menyuruh, memerintah, 7) mengeritik, mengomentari, 8) memaafkan, mengampuni :
dan lain-lain.
Dan Tarigan juga menjelaskan : Analisis
wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan
bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa
hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan supra kalimat maka
kita akan sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain. Dengan itu wacana
dapat ditelaah melalui hubungan tindak bahasa yang berpusat pada ujaran dan
konteks situasinya.
Dengan itu dalam komunikasi tentunya
ilmu pragmatik hadir untuk menyelimuti setiap tuturan. Meski pada dasarnya ilmu
pragmatik hadir karena adanya ketidakpuasan para linguis dalam menganalisis
bahasa secara intra bahasa, namun di sinilah fungsi pragmatik sebagai kajian
interdisipliner antara bahasa dengan faktor-faktor lain di luar bahasa.
Menurut Morris dalam Tarigan mengatakan
bahwa pragmatik lahir dari semantik yang terbagi atas tiga pokok bahasan, yaitu
sintaksis, semantik, dan pragmatik. Dengan sintaksis mengutamakan kalimat
sebagai objek kajian, semantik mengutamakan proposisi seagai objek kajian, dan
pragmatik mengutamakan konteks sebagai objek kajian.
Suhartono dalam bukunya Pragmatik mengatakan bahwa konteks
merupakan hal mutlak yang perlu dikuasai dalam memaknai bahasa dalam kajian
pragmatik. Dengan begitu, tanpa konteks sebuah komunikasi tidak dapat diteliti.
Kemudian Suhartono juga turut mengemukakan 7 prinsip mengenai pragmatik :
1. Pragmatik
lebih mengutamakan makna interpretasi daripada makna representasi
2. Pragmatik
umumnya dikendalikan oleh prinsip (retoris) bukan oleh kaidah (gramatikal)
3. Pragmatik
pada prinsipnya dimotivasi oleh tujuan percakapan bukan oleh kaidah-kaidah tata
bahasa yang bersifat konvensional
4. Pragmatik
mengutamakan upaya pemecahan masalah daripada memperhatikan kaidah-kaidah
5. Pragmatik
mengutamakan upaya pemecahan masalah daripada memperhatikan kaidah-kaidah
6. Pragmatik
lebih menekankan pada fungsi interpersonal daripada fungsi ideasional.
7. Pragmatik
diperiksa berdasarkan nilai yang sinambung (kontinum) dan intdeterminasi (tidak
pasti) bukan berdasarkan kategori-kategori diskret dan determinasi (pasti)
Sam Muchtar Chaniago, Mukti U.S, dan Maidar Arsyad
mengatakan bahwa bentuk-bentuk pragmatic dapat diklasifikasikan dalam beberapa
bentuk dari beberapa segi dan tinjauannya, seperti Tindak Tutur yang dibagi
menjadi tindak tutur lokusi, Implikatur yang terbagi atas dua, Anafora dan
katafora, Prinsip kerjasama, dan yang terakhir yakni praanggapan. Dengan itu
dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatic terklasifikasikan sedemikian rupa
untuk keberlangsungan hubungan antar peserta tutur yang baik, dan tetap
memperhatikan kesantunan, maksud dan tujuan dari komunikasi.
Leech
dalam buku The Principal of Pragmatic mengatakan
bahwa sopan santun merupakan komplemen yang perlu, yang dapat menyelamatkan
prinsip kerjasama atau suatu kesulitan yang serius. Dengan kata lain komplemen
yang penting untuk membangun komunikasi yang baik.
Suryono juga mengatakan bahwa tindak
tutur (speech act) seseorang yang
ditujukan pada orang lain atau pendengar dapat bersifat bebas, akan tetap
karena dalam bertutur menyangkut pribadi orang lain, maka penutur harus
mengikuti aturan pergaulan dalam bentuk sikap da bahasa yang sopan. Dengan itu,
pemilihan kata atau kalimat merupakan strategi-strategi penting yang digunakan
dalam melaksanakan teori kesantunan dalam berkomunikasi.
Menurut Leech dalam buku
“prinsip-prinsip pragmatic”, maksim-maksim kesopanan cenderung berpasangan,
seperti 1) Maksim kearifan yang diartikan buat kerugian orang lain sekecil
mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. 2) Maksim
kedermawanan yang diartikan sebagai buatlah keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. 3) Maksim pujian
yang diartikan sebagai kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan pujilah prang
lain sebanyak mungkin. 4) Maksim kerendahan hati yang diartikan sebagai pujilah
diri sendiri sesedikit mungkin dan kecamlah diri sebanyak mungkin. 5) Maksim
kesepakatan yang diartikan sebagai usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan
lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri dengan
lain terjadi sebanyak mungkin. 6) Maksim simpati yang diartikan sebagai
kurangilah rasa antipasti antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin dan
tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.
Kesantunan
dinilai dari beberapa hal melalui maksim yang berbeda-beda, walaupun terdapat
maksim yang hampir mengecohkan yaitu maksim kedermawanan dan maksim kearifan.
Tapi dengan itu Leech juga melihat konteks untuk menafsirkan suatu kalimat,
terutama perilaku para peserta tutur dalam mengungkapkan sebuah kalimat.
Kunjana
Rahardi juga turut menjelaskan teori Leech dalam bukunya, berikut adalah
pendapat yang disusun dalam Pragmatik Kesopanan Imperatif bahasa Indonesia :
1. Maksim
Kebijaksanaan : gagasan dari maksim kebijaksanaan adalah bagaimana peserta
pertuturan tetap berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan
dirinya sendiri dan memaksimalkahn keuntungan pihak lain.
2. Maksim
kedermawanan : Dalam maksim ini peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati
orang lain.
3. Maksim
penghargaan : Pada prinsip penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dianggap
santu apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada
pihak lain.
4. Maksim
kesederhanaan : Pada maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati,
diusahakan agar peserta tutur bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian
terhadap diri sendiri.
5. Maksim
pemufakatan : diusahakan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau
kemufakatan di dalam kegiatan bertutur
6. Maksim
kesimpatisan : mengharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap
simpati antar pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.
Terdapat
tiga kaidah yang perlu dipatuhi agar ujaran terdengar santun oleh pendengar, di
antaranya adalah skala Formalitas yang menunjukan agar peserta tutur dapat
merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutu, tutur yang digunakan tidak
boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh.Lalu ada Skala
ketidaktegasan, maksudnya bahwa setiap peserta tutur harus dapat saling merasa
nyaman dan kerasan dalam bertutu, pilihan-pilihan dalam bertutur harus
diberikan kepada kedua belah pihak. Berbeda dengan skala yang lainnya, skala
kesamaan atau kesekawanan, maksudnya adalah menunjukan agar peserta tutur
bersifat santun satu sama lain agar lingkungan persahabatan selalu terjaga.
Dari
beberapa pendapan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
prinsip kesantunan dalam pragmatic ada ilmu yang menelaah tindak linguistic
atau konteks sebagai alat analisisnya dan disertai tujuan akhir yang
mengusahakan orang lain sebagai mitra tutur tidak merasa dirugikan oleh
penutur, bahkan penutur dituntut untuk menyenangkan petutur sebagai bentuk
sopan santun berbahasa.
2. Hakikat
Percakapan pelajar
Percakapan
juga biasanya disebut sebagai komunikasi, dalam kegiatan berkomunikasi penutur
dan petutur melakukan kegiatan bertukar informasi atau hanya sekedar menyampaikan
keinginannya.
Dari
hal tersebut Djago Tarigan dan H.G. Tarigan dalam Isvina Riadiany mengatakan
bahwa dialog atau percakapan adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang
dilakukan dimana saja dan kapan saja oleh dua orang atau lebih yang menekankan
interaksi antar pembicara dan pendengar. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan
bahwa percakapan adalah wacana secara lisan yang dapat dilakukan pada situasi
apapun dan dengan siapa saja.
Tidak
berbeda jauh dengan pendapat di atas, I Dewa Putu Wijana dalam dasar-dasar
Pragmatik juga menyampaikan bahwa berbahasa dengan lisan atau tutur yang
melibatkan orang lain secara bergantian saling bertanya jawab, disebut
percakapan.
Selai
pengertian percakapan, hakikat percakapan pelajar juga erat kaitannya dengan
pengertian pelajar. Setiap manusia berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran. Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, manusia
hampir tidak pernah lepas dari kegiatan belajar. Dengan demikian dapat
dikatakan, tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepas dirinya dari
kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi
usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjhadinya aktivitas
belajar itu juga tidak pernah berhenti.
Terdapat
beberapa jalut dalam menempuh pendidikan, yaitu pendidikan formal maupun non
formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang dan terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Menurut
Wikipedia dalam laman yang berjudul Pendidikan Nonformal disebutkan bahwa
pendidikajn ini berfungsi mengembangkan potensi peserta dididik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Beberapa
teori dan pendapat beberapa ahli mengenai hakikat pelajar yang dibahas di atas
menyimpulkan bahwa pelajar merupakan seseorang yang berada dalam masa transisi
antara masa anak-anak ke masa dewasa dan sedang menempuh pendidikan secara
formal.
C. Kerangka
Berpikir
Seorang
manusia tentunya tidak akan lepas dari sebuah komunikasi. Komunikasi adalah
sebuah cara untuk menyampaikan informasi atau keinginannya kepada orang lain.
Percakapan yang menurpakan kegiatan komunikasi oleh dua orang atau lebih,
tentunya tidak akan lepas dari ilmu Pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang
menelaah bahasa dengan mendapingi konteks sebagai analisisnya, dengan kata lain
sebuah tuturan tidak dapat diartikan begitu saja tanpa melihat konteks
pembicaraanya.
Dalam
komunikasi hendaknya setiap penutur dan lawan tutur menggunakan bahasa yang
santun agar masing-masing mitra tutur merasa dihargai dan senang berbicara
dengan kita. Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan mematuhi aturan
percakapan saja, akan tetapi diperlukan pula aturan kesantunan dalam
berbahasa.
Salah
satu ilmu yang memegang teguh keharmonisan antar peserta tutur adalah prinsip
kesantunan. Prinsip kesantunan merupakan prinsip yang mengusahakan orang lain
sebagai mitra tutur agar tidak merasa dirugikan oleh penutur, bahkan penutur
dituntut untuk menyenangkan petutur sebagai bentuk sopan santun berbahasa.
Menurut saya, ringkasan ini sudah cukup baik. Akan tetapi, alangkah baiknya apabila ringkasan ini ditulis per-poin dan menghindari pemadatan kata, seperti menyebutkan jenis-jenisnya.
BalasHapus