Sabtu, 04 Juni 2016

Ringkasan Bab II Landasan Teori dan Kerangka Berpikir : Muhammad Putera Sukindar

A.    Landasan Teori

1.      Hakikat Kesantunan Percakapan

H.G Tarigan mengatakan bahwa terdapat tujuh hierarkial satuan-satuan bahasa dalam linguistik, yakni : fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Dalam hal ini tentu saja wacana merupakan bagian tertinggi dalam subsistem struktural linguistik karena wacana merupakan hubungan antara kalimat dengan kalimat lainnya. Teori ini diperkuat oleh Ahmad HP yang pada intinya perlu beberapa kalimat untuk membuat sebuah wacana, sehingga membuat wacana sebagai tataran paling tinggi dalam linguistik.

Ahmad HP juga turut menjelaskan bahwa wacana terbagi atas dua sifat, yaitu :

1.      Transaksional, yaitu jika yang dipentingkan isi komunikasi itu. Seperti pidato, ceramah tuturan, dakwah, deklamasi, intruksi, iklan, surat, esai, tesis, dan sebagainya

2.      Interaksional, yaitu komunikasi timbal balik. Seperti percakapan, debat, tanya jawab, polemik, suirat menyurat dan sebagainya.

Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi dapat terjadi melalui satu arah ataupun dua arah, yang sama fungsinya sebagai menyampaikan tujuan dari komunikasi, yaitu menyampaikan keinginan atau informasi melalui bahasa.

      Brown dalam Tarigan yang mengungkapkan bahwa “melalui wacana kita saling : 1) menyapa, menegeur, 2) meminta, memohon, 3) menyetujui, menyepakati, 4) bertanya, meminta keterangan, 5) meyakinkan, 6) menyuruh, memerintah, 7) mengeritik, mengomentari, 8) memaafkan, mengampuni : dan lain-lain.

Dan Tarigan juga menjelaskan : Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan supra kalimat maka kita akan sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain. Dengan itu wacana dapat ditelaah melalui hubungan tindak bahasa yang berpusat pada ujaran dan konteks situasinya.

Dengan itu dalam komunikasi tentunya ilmu pragmatik hadir untuk menyelimuti setiap tuturan. Meski pada dasarnya ilmu pragmatik hadir karena adanya ketidakpuasan para linguis dalam menganalisis bahasa secara intra bahasa, namun di sinilah fungsi pragmatik sebagai kajian interdisipliner antara bahasa dengan faktor-faktor lain di luar bahasa.

Menurut Morris dalam Tarigan mengatakan bahwa pragmatik lahir dari semantik yang terbagi atas tiga pokok bahasan, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Dengan sintaksis mengutamakan kalimat sebagai objek kajian, semantik mengutamakan proposisi seagai objek kajian, dan pragmatik mengutamakan konteks sebagai objek kajian.

Suhartono dalam bukunya Pragmatik mengatakan bahwa konteks merupakan hal mutlak yang perlu dikuasai dalam memaknai bahasa dalam kajian pragmatik. Dengan begitu, tanpa konteks sebuah komunikasi tidak dapat diteliti. Kemudian Suhartono juga turut mengemukakan 7 prinsip mengenai pragmatik :

1.      Pragmatik lebih mengutamakan makna interpretasi daripada makna representasi
2.      Pragmatik umumnya dikendalikan oleh prinsip (retoris) bukan oleh kaidah (gramatikal)
3.      Pragmatik pada prinsipnya dimotivasi oleh tujuan percakapan bukan oleh kaidah-kaidah tata bahasa yang bersifat konvensional
4.      Pragmatik mengutamakan upaya pemecahan masalah daripada memperhatikan kaidah-kaidah
5.      Pragmatik mengutamakan upaya pemecahan masalah daripada memperhatikan kaidah-kaidah
6.      Pragmatik lebih menekankan pada fungsi interpersonal daripada fungsi ideasional.
7.      Pragmatik diperiksa berdasarkan nilai yang sinambung (kontinum) dan intdeterminasi (tidak pasti) bukan berdasarkan kategori-kategori diskret dan determinasi (pasti)

Sam Muchtar Chaniago, Mukti U.S, dan Maidar Arsyad mengatakan bahwa bentuk-bentuk pragmatic dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk dari beberapa segi dan tinjauannya, seperti Tindak Tutur yang dibagi menjadi tindak tutur lokusi, Implikatur yang terbagi atas dua, Anafora dan katafora, Prinsip kerjasama, dan yang terakhir yakni praanggapan. Dengan itu dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatic terklasifikasikan sedemikian rupa untuk keberlangsungan hubungan antar peserta tutur yang baik, dan tetap memperhatikan kesantunan, maksud dan tujuan dari komunikasi.

Leech dalam buku The Principal of Pragmatic mengatakan bahwa sopan santun merupakan komplemen yang perlu, yang dapat menyelamatkan prinsip kerjasama atau suatu kesulitan yang serius. Dengan kata lain komplemen yang penting untuk membangun komunikasi yang baik.

            Suryono juga mengatakan bahwa tindak tutur (speech act) seseorang yang ditujukan pada orang lain atau pendengar dapat bersifat bebas, akan tetap karena dalam bertutur menyangkut pribadi orang lain, maka penutur harus mengikuti aturan pergaulan dalam bentuk sikap da bahasa yang sopan. Dengan itu, pemilihan kata atau kalimat merupakan strategi-strategi penting yang digunakan dalam melaksanakan teori kesantunan dalam berkomunikasi.

            Menurut Leech dalam buku “prinsip-prinsip pragmatic”, maksim-maksim kesopanan cenderung berpasangan, seperti 1) Maksim kearifan yang diartikan buat kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. 2) Maksim kedermawanan yang diartikan sebagai buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. 3) Maksim pujian yang diartikan sebagai kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan pujilah prang lain sebanyak mungkin. 4) Maksim kerendahan hati yang diartikan sebagai pujilah diri sendiri sesedikit mungkin dan kecamlah diri sebanyak mungkin. 5) Maksim kesepakatan yang diartikan sebagai usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin. 6) Maksim simpati yang diartikan sebagai kurangilah rasa antipasti antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.

Kesantunan dinilai dari beberapa hal melalui maksim yang berbeda-beda, walaupun terdapat maksim yang hampir mengecohkan yaitu maksim kedermawanan dan maksim kearifan. Tapi dengan itu Leech juga melihat konteks untuk menafsirkan suatu kalimat, terutama perilaku para peserta tutur dalam mengungkapkan sebuah kalimat.

Kunjana Rahardi juga turut menjelaskan teori Leech dalam bukunya, berikut adalah pendapat yang disusun dalam Pragmatik Kesopanan Imperatif bahasa Indonesia :

1.      Maksim Kebijaksanaan : gagasan dari maksim kebijaksanaan adalah bagaimana peserta pertuturan tetap berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkahn keuntungan pihak lain.
2.      Maksim kedermawanan : Dalam maksim ini peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain.
3.      Maksim penghargaan : Pada prinsip penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dianggap santu apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain.
4.      Maksim kesederhanaan : Pada maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, diusahakan agar peserta tutur bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap diri sendiri.
5.      Maksim pemufakatan : diusahakan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur
6.      Maksim kesimpatisan : mengharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antar pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.

Terdapat tiga kaidah yang perlu dipatuhi agar ujaran terdengar santun oleh pendengar, di antaranya adalah skala Formalitas yang menunjukan agar peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutu, tutur yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh.Lalu ada Skala ketidaktegasan, maksudnya bahwa setiap peserta tutur harus dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutu, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan kepada kedua belah pihak. Berbeda dengan skala yang lainnya, skala kesamaan atau kesekawanan, maksudnya adalah menunjukan agar peserta tutur bersifat santun satu sama lain agar lingkungan persahabatan selalu terjaga.

Dari beberapa pendapan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip kesantunan dalam pragmatic ada ilmu yang menelaah tindak linguistic atau konteks sebagai alat analisisnya dan disertai tujuan akhir yang mengusahakan orang lain sebagai mitra tutur tidak merasa dirugikan oleh penutur, bahkan penutur dituntut untuk menyenangkan petutur sebagai bentuk sopan santun berbahasa.

2.      Hakikat Percakapan pelajar

Percakapan juga biasanya disebut sebagai komunikasi, dalam kegiatan berkomunikasi penutur dan petutur melakukan kegiatan bertukar informasi atau hanya sekedar menyampaikan keinginannya.

Dari hal tersebut Djago Tarigan dan H.G. Tarigan dalam Isvina Riadiany mengatakan bahwa dialog atau percakapan adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang dilakukan dimana saja dan kapan saja oleh dua orang atau lebih yang menekankan interaksi antar pembicara dan pendengar. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa percakapan adalah wacana secara lisan yang dapat dilakukan pada situasi apapun dan dengan siapa saja.

Tidak berbeda jauh dengan pendapat di atas, I Dewa Putu Wijana dalam dasar-dasar Pragmatik juga menyampaikan bahwa berbahasa dengan lisan atau tutur yang melibatkan orang lain secara bergantian saling bertanya jawab, disebut percakapan.

Selai pengertian percakapan, hakikat percakapan pelajar juga erat kaitannya dengan pengertian pelajar. Setiap manusia berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran. Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, manusia hampir tidak pernah lepas dari kegiatan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan, tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepas dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjhadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti.

Terdapat beberapa jalut dalam menempuh pendidikan, yaitu pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang dan terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Menurut Wikipedia dalam laman yang berjudul Pendidikan Nonformal disebutkan bahwa pendidikajn ini berfungsi mengembangkan potensi peserta dididik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Beberapa teori dan pendapat beberapa ahli mengenai hakikat pelajar yang dibahas di atas menyimpulkan bahwa pelajar merupakan seseorang yang berada dalam masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa dan sedang menempuh pendidikan secara formal.
C.     Kerangka Berpikir

Seorang manusia tentunya tidak akan lepas dari sebuah komunikasi. Komunikasi adalah sebuah cara untuk menyampaikan informasi atau keinginannya kepada orang lain. Percakapan yang menurpakan kegiatan komunikasi oleh dua orang atau lebih, tentunya tidak akan lepas dari ilmu Pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang menelaah bahasa dengan mendapingi konteks sebagai analisisnya, dengan kata lain sebuah tuturan tidak dapat diartikan begitu saja tanpa melihat konteks pembicaraanya.

Dalam komunikasi hendaknya setiap penutur dan lawan tutur menggunakan bahasa yang santun agar masing-masing mitra tutur merasa dihargai dan senang berbicara dengan kita. Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan mematuhi aturan percakapan saja, akan tetapi diperlukan pula aturan kesantunan dalam berbahasa.

Salah satu ilmu yang memegang teguh keharmonisan antar peserta tutur adalah prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan merupakan prinsip yang mengusahakan orang lain sebagai mitra tutur agar tidak merasa dirugikan oleh penutur, bahkan penutur dituntut untuk menyenangkan petutur sebagai bentuk sopan santun berbahasa.


1 komentar:

  1. Menurut saya, ringkasan ini sudah cukup baik. Akan tetapi, alangkah baiknya apabila ringkasan ini ditulis per-poin dan menghindari pemadatan kata, seperti menyebutkan jenis-jenisnya.

    BalasHapus