Sabtu, 04 Juni 2016

Berkonspirasi Di Balik Cerita yang Indah Oleh Yudha Prasetya


Judul:  Cerita Buat Para Kekasih
Penulis: Agus Noor
Penerbit: Gramedia, Jakarta
Tebal: 277 halaman
Edisi: I, November 2014
Harga: Rp 49.000

            Cerita Buat Para Kekasih merupakan buku yang dibuat oleh sastrawan Indonesia yang terkenal, yaitu Agus Noor. Buku ini adalah buku yang berjenis fiksi yaitu buku kumpulan cerpen. Cerpen-cerpen yang berada di dalam buku kebanyakan bercerita tentang pembunuhan. Tapi tentunya juga ada cerita yang bersifat romantis. Seperti nama judulnya, buku ini memang terdapat semacam narasi dimana narasi tersebut seolah-olah adalah percakapan antara seseorang dengan kekasihnya. Cerita-cerita yang dituang dikemas dengan baik oleh Agus Noor.

            Agus Noor merupakan sastrawan Indonesia yang mulai muncul ke permukaan sastra Indonesia pada kisaran tahun 1992. Karya-karyanya bersifat surealis dan sangatlah unik. Agus Noor lebih condong pada estetika tulisannya. Cerita-cerita pendek yang ia buat seakan seperti puisi yang sangat indah. Kualitas kepenulisannya dibuktikan dengan penghargaan-penghargaan yang telah ia dapatkan dari Dewan Kesenian Jakarta, Pusat Bahasa, Balai Sastra Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Tak hanya pernghargaan, cerpen-cerpennya juga banyak dimasukkan ke majalah sastra seperti Mastera (Majalah Sastra Asia Tenggara), Majalah Horison, dan bahkan terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas tahun 2012.
            Dalam buku ini, penulis lebih mengutamakan tema pembunuhan dan percintaan.. Salah satu cerpennya yaitu Requiem Kunang-Kunang bercerita dimana ada satu kota yang berada diujung teluk yang mana penduduknya mungkin ramai namun terlihat murung dikarenakan para penduduknya buta. Diceritakan ada banyak kisah yang menjadi alasan mengapa mereka menjadi buta dan dikatakan arwah dari mayat tersebut berubah menjadi kunang-kunang saat dicongkel matanya. Salah satu kisah menyebutkan karena mereka diculik oleh sekelompok orang karena menjadi pemberontak dan dicongkel matanya. Pembunuhan merupakan hal yang lumrah.
            Atau dalam cerpen Matinya Seorang Demonstran. Dikisahkan seorang perempuan bernama Ratih yang menatap nama jalan yang sedang ia singgahi. Ia teringat kekasihnya yang mana dia adalah seorang demonstran bernama Eka. Eka adalah mahasiswa filsafat Universitas Indonesia yang vokal dalam menghadapi fasisme. Ratih bertemu dengannya pertama kali di dalam diskusi sastra. Ia tertarik dan mulai dekat. Meskipun begitu Ratih sudah memiliki kekasih yang bernama Arman yang merupakan anak dari purnawirawan Kolonel Angkatan Darat. Keduanya selalu datang ke rumah Ratih, Arman pada Sabtu malam dan Eka pada Kamis malam. Mengetahui Eka adalah seorang demonstran yang dikatakan berbahaya, Ibu Ratih mulai bersikap apatis terhadap Eka sehingga melarangnya untuk datang ke rumah lagi. Namun pada satu hari ada demo di dekat rumah Ratih dimana Eka ada di dalamnya dan pada saat itu juga Arman sedang berkunjung ke rumah Ratih namun mobilnya tak bisa masuk karena demo tersebut. Setelah demo mereda, Arman kembali ke mobilnya dan sekalian membeli rokok. Namun dikabarkan kepada Ratih bahwa Arman tewas karena peluru nyasar saat kerusuhan kembali terjadi. Pada saat yang sama, Eka juga diculik dan tak terlihat lagi.
            Alur cerita yang digunakan penulis tidak tunggal. Terkadang ia menggunakan alur maju dan terkadang ia menggunakan alur maju-mundur. Tentunya buku ini akan sangat dinikmati bagi penikmat sastra karena gaya bahasanya yang indah. Agus Noor memaparkan cerita tersebut seperti sedang berpuisi.
            Untuk kualitas buku ini secara teknik, buku ini menggunakan kertas dengan kualitas yang baik. Untuk perekatannya pun terbilang kuat karena tak mudah lepas. Dari segi cover terlihat sangat simpel namun menarik. Cover hanya menggunakan dua warna yang seakan menjadi lambang percintaan, yaitu putih dan ungu. Dua warna yang dominan. Dalam cover tersebut terdapat nama penulis, nama buku dan gambar gadis dengan posisi meringkuk dan diletakkan secara terbalik. Tidak terlalu boros dan sangat elegan.
            Mungkin bagi buku sastra yang berasal dari Indonesia, kebanyakan dari isi buku mereka hanya tulisan. Di sinilah hal yang unik dari buku ini. Buku ini tidak sekadar tulisan namun juga terdapat foto yang terbilang cukup eksotis. Foto itu adalah foto penulis dengan seorang wanita yang seakan-akan menjadi ilustrasi bahwa penulis sedang bercerita kepada wanita. Hal ini bisa mengusir kebosanan karena harus melihat tulisan melulu.

            Ragam cerita yang ditempatkan di buku ini memang sangat menarik. Ke-surealis-an yang tergambar pada tiap ceritanya membuat pembaca bisa lebih luas dalam berfantasi. Saat senggang adalah waktu yang cocok untuk membaca cerita-cerita tersebut. Atau mungkin lebih tepatnya adalah ketika sedang bersama kekasih dan bercerita kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar