A.
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Karya sastra merupakan suatu karya imajinatif dari
seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas
sebagai karya seni. Dewasa ini kedudukan karya sastra semakin penting. Karya
sastra tidak hanya dinikmati untuk kesenangan dan kepuasan batin saja, tetapi
juga sebagai sarana penyampaian pesan moral dan gambaran realitas sosial kepada
masyarakat. Permasalahan ekonomi, politik, agama, sosial, budaya dan pendidikan
dapat dituangkan menjadi tema atau ide ke dalam karya sastra.
Penelitian ini mengangkat objek sebuah cerpen yang
berjudul Belian karangan Korrie Layung
Rumpang. Cerita pendek membicarakan sebuah kebudayaan asli dayak yang disebut
Belian. Belian, atau Balian, atau Wadian adalah upacara pengobatan pada suku
Dayak Bawo, Dusun, Maanyan, Lawangan, Banuaq dan Bukit. Suku-suku serumpun ini
hidup bertetangga di sekitar wilayah yang berbatasan di Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Sedangkan pada suku Melayu pedalaman
disebut Bulian. Seringkali juga dipakai sebagai sebutan untuk orang yang
mengobati (tabib) dalam ucapa pengobatan tradisional Dayak tersebut yang
dinamakan balian dalam berbagai dialek seperti boli (Dayak Pesaguan), boretn
(Dayak Simpakng), baliatn (Dayak Jalai).
Cerpen ini bercerita tentang seorang suku dayak asli
yang menimba ilmu bidang kedokteran di kota luar, atas perintah ibunya demi
menggantikan pengobatan khas budaya dayak yakni Belian dengan cara pengobatan
yang lebih terbukti secara ilmiah atau medis. Setelah pulang kembali ke tempat
asalnya, orang yang bernama Sentaru itu mendapat sebuah konflik batin di mana
terdapat berbagai masalah untuk melaksanakan tujuan awal ia dan ibunya itu.
Untuk menjadi dokter di sana ternyata tidak mudah, karena bagaimanapun suku
dayak lainnya lebih percaya kepada pengobatan Belian.
Penolakan budaya baru yang dalam hal ini merupakan
cara pengobatan moderen yakni ilmu kedokteran, jadi begitu menarik untuk
dijadikan sebagai landasan penelitian. Penolakan-penolakan budaya ini tentu
terjadi akibat benturan budaya dari terdahulu di suatu wilayah. Sehingga cerpen tersebut pantas untuk dianalisis
benturan budaya dengan melalui suatu tinjauan cultural studies.
2.
TUJUAN
PENELITIAN
Untuk
mengetahui benturan budaya yang terdapat dalam cerita pendek Belian karya Korrie Layung Rumpang.
B.
LANDASAN
TEORI
1.
HAKIKAT
CULTURAL STUDIES
Istilah
cultural studies diperkenalkan oleh
Richard Hoggard pada tahun 1964 ketika mendirikan Centre for Contemporary Cultural Srudies (SCCCS). Pada tahun
1960-an merupakan tahun munculnya pengaruh kajian kritis yang memandang budaya
sebagai suatu hal yang tidak terpisahkan dari masyarakat kontemporer dan tidak
bisa dipisahkan dari aspek kekuasaan yang ada di dalamnya. Pengaruh teori
Marxisme ditafsirkan kembali sebagai teori kritis (Mazhab Franfurt). Pada abad
ke-20 banyak teoritikus beraliran Marxis memberikan sumbangan bagi teori
Marxian untun menganalisis bentuk budaya dalam hubungannya dengan produksi,
keterkaitannya dengan masyarakat dan sejarah, serta pengaruhnya untuk audiens dan kehidupan sosial[1]
Menurut
salah satu pendiri cultural studies,
Raymond Williams, mengatakan bahwa “Culture
is ourdinary” yang berarti mengembalikan gagasan mengenai budaya pada
tempatnya yang paling penting dalam analisis masyarakat. Menurutnya penting
untuk membentuk suatu masyarakat agar menemukan makna dan tujuan bersama.
William memperkenalkan penggunaan budaya untuk memaknai keseluruhan cara hidup,
memaknai seni dan proses belajar serta upaya kreatif.[2]
Struart
Hall dalam Sandi Suwardi mengatakan dalam bukunya yang berjudul Cultural Studies dan Its Theoretical
Legacies bahwa dalam cultural studies
harus ada yang dipertaruhkan untuk membedakan wilayah dari subjek lain. Hal
yang dipertaruhkan oleh Hall di sini ialah kaitan-kaitan cultural studies dengan persoalan-persoalan kekuasaan dan politik
dengan kebutuhan akan perubahan dan representasi kelompok-kelompok sosial yang
terpinggirkan terutama representasi yang menyangkut kelas, gender dan ras
bahkan juga usia, penyandang cacat, nasionalitas dan sebagainya. Pada zamannya,
persoalan seperti itu masih belum mendapat perhatian khusus dalam hal praktik
intelektual. Dengan demikian, Hall terus memperjuangkan persoalan tersebut agar
terjadi perubahan pada kelompok yang terpinggirkan itu.
Tapi dibanding dengan teori
kebudayaan yang lain, Teori Hutington relevan dengan tema umum yang diungkapkan
dalam objek penelitian, dalam hal ini, cerita pendek Belian, Teori kebudayaan yang lain lebih memfokuskan pada aspek
kekuasaan, fungsional dan evolusioner. Sebagai contoh teori hegemoni Gramsci
lebih memfokuskan bentuk budaya yang dominan, yang melakukan tekanan terhadap
masyarakat awam.
Hegemoni dikembangkan oleh filsuf
post-Marxis asal Italia Antonio Gramsci. Konsep hegemoni memang dikembangkan
atas dasar dekonstruksinya terhadap konspek Marxis ortodoks. Dalam analisis
Gramscian, ideology dipahami sebagai ide yang mendukung kekuasaan kelompok
sosial tertentu. Bagi Gramsci, kekuasaan (hegemoni) mengalir ke bawah mengarah
pada perjuangan kaum tertindas untuk menentang sumber kekuasaan tunggal.
Sebagaimana ciri-ciri aliran Marxis pada umumnya, hegemoni Gramscian mengandung
ide-ide tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan
revolusioner.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan
penelitian ini tidak melihat unsur-unsur sastra sebagai kekuatan hegemoni,
tetapi sebagai wacana interaksi antar budaya yang berbeda. Maka dari itu
peneliti menggunakan salah satu teori kebudayaan yakni teori Huntington.
2.
HAKIKAT
BENTURAN BUDAYA
Pertemuan antara dua budaya akan membuahkan dua
alternatif, baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai perwujudan proses
interaksi sosial. Hal yang bersifat positif timbul bila pertemuan itu mampu
menciptakan suasana hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat baru.
Kondisi ini bisa dicapai jika ada rasa saling menghargai dan mengakui
keberadaan masing-masing individu, mengurangi dan memperlunak hal hal yang bisa
menyebabkan timbumnya benturan atau konflik serta perasaan terbuka dalam
bertoleransi sehingga perbedaan-perbedaan yang tajam bisa dikurangi,
ditingkatkannya kegiatan pencarian kepentingan bersama sehingga timbul suatu
simbiose mutualistis yang saling menguntungkan antargolongan budaya misalnya
dengan proses akulturasi, asimilasi dan amalgamasi[3]
Sedangkan hal yang bersifat negatif muncul bila
pertemuan beberapa golongan budaya itu menimbulkan suasana hubungan sosial yang
tidak harmonis karena adanya perbedaan sikap dalam memandang suatu objek yang
menyangkut kepentingan bersama. Faktor ini bisa menyebabkan hubungan antar
golongan menjadi tegang dan gampang menjurus kepada konflik.[4]
Peradaban dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada
seluruh pandangan hidup manusia, dan suatu peradaban adalah bentuk yang lebih
luas dari kebudayaan. Keduanya mencakup nilai-nilai, norma-norma,
institusi-institusi dan pola-pola pikir yang menjadi bagian terpenting dari
suatu masyarakat dan terwariskan dari generasi ke generasi. Seluruh faktor
objektif yang merumuskan pelbagai corak peradaban, bagaimanapun juga, yang
terpenting pada umumnya adalah faktor agamar. Pada tataran yang luas, dalam
sejarah manusia, peradaban besae umumnya identik dengan agama besar dunia; dan
orang yang memiliki kesamaan etnis dan bahasa namun beda agama bisa saja saling
membunuh satu sama lain.[5]
Berdasarkan di atas, maka secara garis besar benturan peradaban itu akan
mencakup 4 aspek, yakni norma, nilai, ideologi dan agama. Berikut ini adalah
penjelasan mengenai aspek benturan budaya. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai aspek benturan budaya :
1) Norma
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan
peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi lainnya seperti
budaya dan adat. Ada atau tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan
pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
2) Nilai
Menurut Kurniawan, nilai adalah suatu yang
dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau
yang buruk sebagai abstraksi pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman
dengan seleksi perilaku yang ketat.
3) Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti gagasan dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah,
ideology adalah ilmu tentang ide-ide sesuai dengan perkembangan zaman. Ideologi
tidak hanya meliputi teori tentang pengetahuan dan politik, tetapi juga
metafisik, etika, agama dan segala bentuk kesadaran yang mengungkapkan
sikap-sikap mendasar suatu kelas sosial.
4) Agama
Agama adalah sistem kepercayaan lainnya sering
sekali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama merupakan sebuah unsure kebudayaan
yang penting dalam sejarah umat manusia. Kamus filosofi dan Agama
mendefinisikan Agama adalah sebuah intitusi dengan keanggotaan yang diakui dan
biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang
menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk
mendapatkan kebahagiaan sejati.
C.
INSTRUMEN
PENELITIAN
No
|
Kutipan
|
Aspek Benturan Budaya
|
|||
Norma
|
Nilai
|
Ideologi
|
Agama
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
D.
HASIL
PENELITIAN
1)
PEMBAHASAN
2) Norma
Norma
adalah aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak
tertulis yang disertai dengan sanksi atau ancaman bagi pelanggarnya. Norma yang
dijadikan aspek dalam penelitian ini terbagi menjadi 4, yakni norma kesusilaanm
norma kesopanan, norma kebiasaan, dan norma hukum. Pada kutipan begitu ini
menggambarkan bentuk-bentuk benturan norma :
“Dahulu aku kenal benar dengan
segala gerak dan tarian belian, suatu
upaya pengobatan untuk orang sakit. Bahkan aku pernah belajar beberapa bahasa
mantra salah satu jenis belian bawo
yang banyak digunakan masyarakat setempat untuk mengusir roh-roh jahat.” (hlm.
208)
Tokoh
utama aku sedang melihat ritual yang sudah lama tak dilihatnya, yakni Belian.
Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya setelah pulang dari kota
luar. Ada konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan norma, yakni norma
kebiasaan. Bentuk norma selanjutnya tergambar pada kutipan berikut ini:
“Akan tetapi belian? Mengapa
sakit yang begitu parah dapat disembuhkan? Mengapa seseorang yang seharusnya
dioperasi, dapat saja dipulihkan tanpa menggunakan pisau bedah? Hanya dengan
mantra dan kata-kata belian lalu selolo atau kecupan bibir belian pada bagian
yang sakit dapat memulihkan kesehatan.” (hlm. 210)
Masih
pada tokoh utama yang belum percaya dengan cara pengobatan belian, yang jika
dilihat dengan ilmu kedokteran sangat mustahil untuk mencapai kesembuhan. Ada
konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan norma, yakni norma kebiasaan.
Bentuk norma selanjutnya tergambar pada kutipan berikut ini :
“Apakah tidak sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan
kemudian membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk
menumbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika hanya
dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangngan menolak
pertolongan” (hlm. 247)
Ada konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan
norma, yakni norma kebiasaan.
3)
Ideologi
Ideologi
yang dimaksud pada penelitian ini lebih kepada cara berpikir atau pola berpiki
seseorang maupun sebuah lembaga. Benturan ideologi adalah perbedaan cara
berpikir yang menyebabkan terjadinya pertentangan baik yang terlihat (berupa
tindakanm, reaksi) maupun tidak terlihat (perasaan dalam batin seseorang).
Dalam kutipan-kutipan berikut ini menggambarkan bentuk benturan ideologi.
“Dokter itu
untuk orang kota,” kata seorang tetuan yang kudapati rumahnya. “orang desa
seperti kami ini hanya bisa disembuhkan dengan belian,” ia pandang wajahku
seperti menyimpan ketakutan. “Apalagi kalau harus membayar.” (hlm. 213)
Dalam kutipan diatas, terlihat jelas bahwa pemikiran
orang desa masih tetap percaya dengan pengobatan tradisional asal mereka
ketimbang pengobatan moderen.
4)
Nilai
Dalam
penelitian ini, nilai adalah suatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,
menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi pandagan
atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
“Ibu sudah
jemu dengan keyakinan yang menghambat karena tidak berinti pada akal sehat,”
ibu memandang wajahku, dulu “Kau Sentaru, harapan Ibu. Kedua kakakmu lebih
memilih menjadi polisi, seperti almarhum ayahmu. Tak mungkin polisi
menggantikan belian. Paling-paling mereka hanya melarang, tetapi tak ada jalan
keluar. Kalau dokter? Kau Ru, kau harus memberi bukti bahwa kau turunan
Pangeran Perjadi karena kau bisa mengubah kesakitan menjadi kesehatan, seperti
ribuan tahun dilakukan berlian.” (hlm. 212)
Dapat dilihat jika ibu dari Sentaru menjustifikasi baik
atau buruknya suatu kegiatan pengobatan tradisional Belian.
No
|
Kutipan
|
Aspek Benturan Budaya
|
|||
Norma
|
Nilai
|
Ideologi
|
Agama
|
||
1
|
“Dahulu
aku kenal benar dengan segala gerak dan tarian belian, suatu upaya pengobatan untuk orang sakit. Bahkan aku
pernah belajar beberapa bahasa mantra salah satu jenis belian bawo yang banyak digunakan masyarakat setempat untuk
mengusir roh-roh jahat.” (hlm. 208)
|
V
|
|
|
|
2
|
“Akan
tetapi belian? Mengapa sakit yang begitu parah dapat disembuhkan? Mengapa
seseorang yang seharusnya dioperasi, dapat saja dipulihkan tanpa menggunakan
pisau bedah? Hanya dengan mantra dan kata-kata belian lalu selolo atau
kecupan bibir belian pada bagian yang sakit dapat memulihkan kesehatan.”
(hlm. 210
|
V
|
|
|
|
3
|
“Apakah tidak sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan
kemudian membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk
menumbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika
hanya dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangngan
menolak pertolongan” (hlm. 247)
|
V
|
|
|
|
4
|
“Ibu sudah jemu dengan keyakinan yang menghambat karena
tidak berinti pada akal sehat,” ibu memandang wajahku, dulu “Kau Sentaru,
harapan Ibu. Kedua kakakmu lebih memilih menjadi polisi, seperti almarhum
ayahmu. Tak mungkin polisi menggantikan belian. Paling-paling mereka hanya
melarang, tetapi tak ada jalan keluar. Kalau dokter? Kau Ru, kau harus
memberi bukti bahwa kau turunan Pangeran Perjadi karena kau bisa mengubah
kesakitan menjadi kesehatan, seperti ribuan tahun dilakukan berlian.” (hlm.
212)
|
|
V
|
|
|
5
|
“Dokter itu untuk orang kota,” kata seorang tetuan yang
kudapati rumahnya. “orang desa seperti kami ini hanya bisa disembuhkan dengan
belian,” ia pandang wajahku seperti menyimpan ketakutan. “Apalagi kalau harus
membayar.” (hlm. 213)
|
|
|
V
|
|
KESIMPULAN
Berdasakan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Benturan budaya merupakan pertemuan antara dua atau lebih budaya yang berbeda
dalam suatu wilayah atau lingkungan yang menyebabkan pertentangan dalam suatu
waktu. Wujud budaya yang dimaksud di sini adalah seluruh tindakan atau
aktivitas manusia dalam masyarakat. Lalu terdapat lima bentuk Benturan Budaya
yang terdapat dalam cerita pendek Belian karya Korrie Layun Rampan. Terdapat
tiga bentuk benturan norma, satu benturan ideologi, dan benturan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Kellner, Douglas. “Cultural
Marxism and Cultural Studies” dalam http://pages/gseis/ucla/edu/faculty/kellner.essays/culturalmarxism.pdf
William, Raymond. 1989. Recourse of Hope: Culture, Democracy, Socialism. London : Verso.
Warsito, Rukmadi. 1995. Transmigrasi: Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat
Pemukiman. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
[1] Douglas, Kellner, “Cultural
Marxism dan Cultural Studies” dalam
http://pages/gseis/ucla/edu/faculty/kellner.essays/culturalmarxism.pdf
[2] Raymond William, Recourse of
Hope Culture, Democracy, Socialism (London:Verso, 1989), hlm 4-6
[3] Rukmadi Warsito, Transmigrasi
: Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 136.
[4] Ibid, hlm. 137.
[5] Ibid, hlm. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar