Rabu, 15 Juni 2016

BENTURAN BUDAYA DALAM CERITA PENDEK BELIAN KARANGAN KORRIE LAYUNG RAMPANG : SUATU KAJIAN CULTURAL STUDIES Oleh Muhammad Putera Sukindar (UAS)




A.    PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG MASALAH
Karya sastra merupakan suatu karya imajinatif dari seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Dewasa ini kedudukan karya sastra semakin penting. Karya sastra tidak hanya dinikmati untuk kesenangan dan kepuasan batin saja, tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral dan gambaran realitas sosial kepada masyarakat. Permasalahan ekonomi, politik, agama, sosial, budaya dan pendidikan dapat dituangkan menjadi tema atau ide ke dalam karya sastra.
Penelitian ini mengangkat objek sebuah cerpen yang berjudul Belian karangan Korrie Layung Rumpang. Cerita pendek membicarakan sebuah kebudayaan asli dayak yang disebut Belian. Belian, atau Balian, atau Wadian adalah upacara pengobatan pada suku Dayak Bawo, Dusun, Maanyan, Lawangan, Banuaq dan Bukit. Suku-suku serumpun ini hidup bertetangga di sekitar wilayah yang berbatasan di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Sedangkan pada suku Melayu pedalaman disebut Bulian. Seringkali juga dipakai sebagai sebutan untuk orang yang mengobati (tabib) dalam ucapa pengobatan tradisional Dayak tersebut yang dinamakan balian dalam berbagai dialek seperti boli (Dayak Pesaguan), boretn (Dayak Simpakng), baliatn (Dayak Jalai).
Cerpen ini bercerita tentang seorang suku dayak asli yang menimba ilmu bidang kedokteran di kota luar, atas perintah ibunya demi menggantikan pengobatan khas budaya dayak yakni Belian dengan cara pengobatan yang lebih terbukti secara ilmiah atau medis. Setelah pulang kembali ke tempat asalnya, orang yang bernama Sentaru itu mendapat sebuah konflik batin di mana terdapat berbagai masalah untuk melaksanakan tujuan awal ia dan ibunya itu. Untuk menjadi dokter di sana ternyata tidak mudah, karena bagaimanapun suku dayak lainnya lebih percaya kepada pengobatan Belian.
Penolakan budaya baru yang dalam hal ini merupakan cara pengobatan moderen yakni ilmu kedokteran, jadi begitu menarik untuk dijadikan sebagai landasan penelitian. Penolakan-penolakan budaya ini tentu terjadi akibat benturan budaya dari terdahulu di suatu wilayah.  Sehingga cerpen tersebut pantas untuk dianalisis benturan budaya dengan melalui suatu tinjauan cultural studies.
2.      TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui benturan budaya yang terdapat dalam cerita pendek Belian karya Korrie Layung Rumpang.

B.     LANDASAN TEORI

1.      HAKIKAT CULTURAL STUDIES
Istilah cultural studies diperkenalkan oleh Richard Hoggard pada tahun 1964 ketika mendirikan Centre for Contemporary Cultural Srudies (SCCCS). Pada tahun 1960-an merupakan tahun munculnya pengaruh kajian kritis yang memandang budaya sebagai suatu hal yang tidak terpisahkan dari masyarakat kontemporer dan tidak bisa dipisahkan dari aspek kekuasaan yang ada di dalamnya. Pengaruh teori Marxisme ditafsirkan kembali sebagai teori kritis (Mazhab Franfurt). Pada abad ke-20 banyak teoritikus beraliran Marxis memberikan sumbangan bagi teori Marxian untun menganalisis bentuk budaya dalam hubungannya dengan produksi, keterkaitannya dengan masyarakat dan sejarah, serta pengaruhnya untuk audiens dan kehidupan sosial[1]
Menurut salah satu pendiri cultural studies, Raymond Williams, mengatakan bahwa “Culture is ourdinary” yang berarti mengembalikan gagasan mengenai budaya pada tempatnya yang paling penting dalam analisis masyarakat. Menurutnya penting untuk membentuk suatu masyarakat agar menemukan makna dan tujuan bersama. William memperkenalkan penggunaan budaya untuk memaknai keseluruhan cara hidup, memaknai seni dan proses belajar serta upaya kreatif.[2]
Struart Hall dalam Sandi Suwardi mengatakan dalam bukunya yang berjudul Cultural Studies dan Its Theoretical Legacies bahwa dalam cultural studies harus ada yang dipertaruhkan untuk membedakan wilayah dari subjek lain. Hal yang dipertaruhkan oleh Hall di sini ialah kaitan-kaitan cultural studies dengan persoalan-persoalan kekuasaan dan politik dengan kebutuhan akan perubahan dan representasi kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan terutama representasi yang menyangkut kelas, gender dan ras bahkan juga usia, penyandang cacat, nasionalitas dan sebagainya. Pada zamannya, persoalan seperti itu masih belum mendapat perhatian khusus dalam hal praktik intelektual. Dengan demikian, Hall terus memperjuangkan persoalan tersebut agar terjadi perubahan pada kelompok yang terpinggirkan itu.
            Tapi dibanding dengan teori kebudayaan yang lain, Teori Hutington relevan dengan tema umum yang diungkapkan dalam objek penelitian, dalam hal ini, cerita pendek Belian, Teori kebudayaan yang lain lebih memfokuskan pada aspek kekuasaan, fungsional dan evolusioner. Sebagai contoh teori hegemoni Gramsci lebih memfokuskan bentuk budaya yang dominan, yang melakukan tekanan terhadap masyarakat awam.
            Hegemoni dikembangkan oleh filsuf post-Marxis asal Italia Antonio Gramsci. Konsep hegemoni memang dikembangkan atas dasar dekonstruksinya terhadap konspek Marxis ortodoks. Dalam analisis Gramscian, ideology dipahami sebagai ide yang mendukung kekuasaan kelompok sosial tertentu. Bagi Gramsci, kekuasaan (hegemoni) mengalir ke bawah mengarah pada perjuangan kaum tertindas untuk menentang sumber kekuasaan tunggal. Sebagaimana ciri-ciri aliran Marxis pada umumnya, hegemoni Gramscian mengandung ide-ide tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan revolusioner.
            Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini tidak melihat unsur-unsur sastra sebagai kekuatan hegemoni, tetapi sebagai wacana interaksi antar budaya yang berbeda. Maka dari itu peneliti menggunakan salah satu teori kebudayaan yakni teori Huntington.
2.      HAKIKAT BENTURAN BUDAYA
Pertemuan antara dua budaya akan membuahkan dua alternatif, baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai perwujudan proses interaksi sosial. Hal yang bersifat positif timbul bila pertemuan itu mampu menciptakan suasana hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat baru. Kondisi ini bisa dicapai jika ada rasa saling menghargai dan mengakui keberadaan masing-masing individu, mengurangi dan memperlunak hal hal yang bisa menyebabkan timbumnya benturan atau konflik serta perasaan terbuka dalam bertoleransi sehingga perbedaan-perbedaan yang tajam bisa dikurangi, ditingkatkannya kegiatan pencarian kepentingan bersama sehingga timbul suatu simbiose mutualistis yang saling menguntungkan antargolongan budaya misalnya dengan proses akulturasi, asimilasi dan amalgamasi[3]
Sedangkan hal yang bersifat negatif muncul bila pertemuan beberapa golongan budaya itu menimbulkan suasana hubungan sosial yang tidak harmonis karena adanya perbedaan sikap dalam memandang suatu objek yang menyangkut kepentingan bersama. Faktor ini bisa menyebabkan hubungan antar golongan menjadi tegang dan gampang menjurus kepada konflik.[4]
Peradaban dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada seluruh pandangan hidup manusia, dan suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari kebudayaan. Keduanya mencakup nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi dan pola-pola pikir yang menjadi bagian terpenting dari suatu masyarakat dan terwariskan dari generasi ke generasi. Seluruh faktor objektif yang merumuskan pelbagai corak peradaban, bagaimanapun juga, yang terpenting pada umumnya adalah faktor agamar. Pada tataran yang luas, dalam sejarah manusia, peradaban besae umumnya identik dengan agama besar dunia; dan orang yang memiliki kesamaan etnis dan bahasa namun beda agama bisa saja saling membunuh satu sama lain.[5] Berdasarkan di atas, maka secara garis besar benturan peradaban itu akan mencakup 4 aspek, yakni norma, nilai, ideologi dan agama. Berikut ini adalah penjelasan mengenai aspek benturan budaya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai aspek benturan budaya :


1)      Norma
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi lainnya seperti budaya dan adat. Ada atau tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
2)      Nilai
Menurut Kurniawan, nilai adalah suatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
3)      Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti gagasan dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah, ideology adalah ilmu tentang ide-ide sesuai dengan perkembangan zaman. Ideologi tidak hanya meliputi teori tentang pengetahuan dan politik, tetapi juga metafisik, etika, agama dan segala bentuk kesadaran yang mengungkapkan sikap-sikap mendasar suatu kelas sosial.
4)      Agama
Agama adalah sistem kepercayaan lainnya sering sekali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama merupakan sebuah unsure kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Kamus filosofi dan Agama mendefinisikan Agama adalah sebuah intitusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
C.    INSTRUMEN PENELITIAN
No
Kutipan
Aspek Benturan Budaya
Norma
Nilai
Ideologi
Agama













D.    HASIL PENELITIAN
1)      PEMBAHASAN

2)      Norma
            Norma adalah aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis yang disertai dengan sanksi atau ancaman bagi pelanggarnya. Norma yang dijadikan aspek dalam penelitian ini terbagi menjadi 4, yakni norma kesusilaanm norma kesopanan, norma kebiasaan, dan norma hukum. Pada kutipan begitu ini menggambarkan bentuk-bentuk benturan norma :
            “Dahulu aku kenal benar dengan segala gerak dan tarian belian, suatu upaya pengobatan untuk orang sakit. Bahkan aku pernah belajar beberapa bahasa mantra salah satu jenis belian bawo yang banyak digunakan masyarakat setempat untuk mengusir roh-roh jahat.” (hlm. 208)
           Tokoh utama aku sedang melihat ritual yang sudah lama tak dilihatnya, yakni Belian. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya setelah pulang dari kota luar. Ada konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan norma, yakni norma kebiasaan. Bentuk norma selanjutnya tergambar pada kutipan berikut ini:
            “Akan tetapi belian? Mengapa sakit yang begitu parah dapat disembuhkan? Mengapa seseorang yang seharusnya dioperasi, dapat saja dipulihkan tanpa menggunakan pisau bedah? Hanya dengan mantra dan kata-kata belian lalu selolo atau kecupan bibir belian pada bagian yang sakit dapat memulihkan kesehatan.” (hlm. 210)
            Masih pada tokoh utama yang belum percaya dengan cara pengobatan belian, yang jika dilihat dengan ilmu kedokteran sangat mustahil untuk mencapai kesembuhan. Ada konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan norma, yakni norma kebiasaan. Bentuk norma selanjutnya tergambar pada kutipan berikut ini :
 “Apakah tidak sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan kemudian membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk menumbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika hanya dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangngan menolak pertolongan” (hlm. 247)
Ada konotasi negatif yang merupakan gambaran benturan norma, yakni norma kebiasaan.
3)      Ideologi
       Ideologi yang dimaksud pada penelitian ini lebih kepada cara berpikir atau pola berpiki seseorang maupun sebuah lembaga. Benturan ideologi adalah perbedaan cara berpikir yang menyebabkan terjadinya pertentangan baik yang terlihat (berupa tindakanm, reaksi) maupun tidak terlihat (perasaan dalam batin seseorang). Dalam kutipan-kutipan berikut ini menggambarkan bentuk benturan ideologi.
“Dokter itu untuk orang kota,” kata seorang tetuan yang kudapati rumahnya. “orang desa seperti kami ini hanya bisa disembuhkan dengan belian,” ia pandang wajahku seperti menyimpan ketakutan. “Apalagi kalau harus membayar.” (hlm. 213)
Dalam kutipan diatas, terlihat jelas bahwa pemikiran orang desa masih tetap percaya dengan pengobatan tradisional asal mereka ketimbang pengobatan moderen.
4)      Nilai
       Dalam penelitian ini, nilai adalah suatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi pandagan atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
“Ibu sudah jemu dengan keyakinan yang menghambat karena tidak berinti pada akal sehat,” ibu memandang wajahku, dulu “Kau Sentaru, harapan Ibu. Kedua kakakmu lebih memilih menjadi polisi, seperti almarhum ayahmu. Tak mungkin polisi menggantikan belian. Paling-paling mereka hanya melarang, tetapi tak ada jalan keluar. Kalau dokter? Kau Ru, kau harus memberi bukti bahwa kau turunan Pangeran Perjadi karena kau bisa mengubah kesakitan menjadi kesehatan, seperti ribuan tahun dilakukan berlian.” (hlm. 212)
        Dapat dilihat jika ibu dari Sentaru menjustifikasi baik atau buruknya suatu kegiatan pengobatan tradisional Belian.



No
Kutipan
Aspek Benturan Budaya
Norma
Nilai
Ideologi
Agama
1
“Dahulu aku kenal benar dengan segala gerak dan tarian belian, suatu upaya pengobatan untuk orang sakit. Bahkan aku pernah belajar beberapa bahasa mantra salah satu jenis belian bawo yang banyak digunakan masyarakat setempat untuk mengusir roh-roh jahat.” (hlm. 208)
V



2
“Akan tetapi belian? Mengapa sakit yang begitu parah dapat disembuhkan? Mengapa seseorang yang seharusnya dioperasi, dapat saja dipulihkan tanpa menggunakan pisau bedah? Hanya dengan mantra dan kata-kata belian lalu selolo atau kecupan bibir belian pada bagian yang sakit dapat memulihkan kesehatan.” (hlm. 210
V



3
“Apakah tidak sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan kemudian membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk menumbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika hanya dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangngan menolak pertolongan” (hlm. 247)
V



4
“Ibu sudah jemu dengan keyakinan yang menghambat karena tidak berinti pada akal sehat,” ibu memandang wajahku, dulu “Kau Sentaru, harapan Ibu. Kedua kakakmu lebih memilih menjadi polisi, seperti almarhum ayahmu. Tak mungkin polisi menggantikan belian. Paling-paling mereka hanya melarang, tetapi tak ada jalan keluar. Kalau dokter? Kau Ru, kau harus memberi bukti bahwa kau turunan Pangeran Perjadi karena kau bisa mengubah kesakitan menjadi kesehatan, seperti ribuan tahun dilakukan berlian.” (hlm. 212)


V


5
“Dokter itu untuk orang kota,” kata seorang tetuan yang kudapati rumahnya. “orang desa seperti kami ini hanya bisa disembuhkan dengan belian,” ia pandang wajahku seperti menyimpan ketakutan. “Apalagi kalau harus membayar.” (hlm. 213)



V


KESIMPULAN
          Berdasakan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Benturan budaya merupakan pertemuan antara dua atau lebih budaya yang berbeda dalam suatu wilayah atau lingkungan yang menyebabkan pertentangan dalam suatu waktu. Wujud budaya yang dimaksud di sini adalah seluruh tindakan atau aktivitas manusia dalam masyarakat. Lalu terdapat lima bentuk Benturan Budaya yang terdapat dalam cerita pendek Belian karya Korrie Layun Rampan. Terdapat tiga bentuk benturan norma, satu benturan ideologi, dan benturan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Kellner, Douglas. “Cultural Marxism and Cultural Studies” dalam http://pages/gseis/ucla/edu/faculty/kellner.essays/culturalmarxism.pdf
William, Raymond. 1989. Recourse of Hope: Culture, Democracy, Socialism. London : Verso.
Warsito, Rukmadi. 1995. Transmigrasi: Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada


[1] Douglas, Kellner, “Cultural Marxism dan Cultural Studies” dalam http://pages/gseis/ucla/edu/faculty/kellner.essays/culturalmarxism.pdf
[2] Raymond William, Recourse of Hope Culture, Democracy, Socialism (London:Verso, 1989), hlm 4-6
[3] Rukmadi Warsito, Transmigrasi : Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 136.
[4] Ibid, hlm. 137.

[5] Ibid, hlm. 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar