PENDAHULUAN
Pada dasarnya, alat
untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Baik tidaknya
tergantung pada kecakapan sastrawan dalam mempergunakan kata-kata. Bentuk dari
ungkapan perasaan dan pikiran para sastrawan menjelma menjadi suatu karya
sastra. Hal ini merupakan salah satu refleksi dari kondisi kejiwaan pengarang
yang dituangkan ke dalam tokoh-tokoh fiksi dalam novel karyanya.
Lahirnya sebuah karya
sastra (dalam hal ini adalah novel) tentunya tidak akan terlepas dari aspek
kejiwaan. Minderop (2013:1) mengemukakan masalah-masalah kejiwaan dalam karya
sastra yang dialami para tokoh dapat berupa konflik, kelainan perilaku, dan
bahkan kondisi psikologis yang lebih parah, sehingga mengakibatkan kesulitan
dan tragedi. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa dalam setiap novel,
tokoh-tokohnya akan mengalami atau mendapati beberapa masalah yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi perilaku-perilaku yang didasari dari aspek kejiwaan
yang akan menghantarkan tiap-tiap bagian cerita ke cerita berikutnya.
Dalam penelitian kali
ini, penulis menitikberatkan pada karya sastra yang berbentuk prosa, yaitu cerpen
Belian yang terdapat pada kumpulan
cerpen Teluk Wengkay karya Korrie
Layun Rampan. Penulis sengaja memilih cerpen Belian sebagai objek yang akan dikaji karena cerpen Belian memiliki segi penceritaan yang
sangat menarik. Kelebihan dari novel ini terletak pada tema cerita yang
mengangkat tema mengenai perselisihan yang terjadi antara metode penyembuhan
masyarakat tradisional dengan masyarakat modern.
Bermula pada sosok seorang
sarjana dokter dari salah satu universitas di Surabaya yang berumur dua puluh
tujuh tahun. Di desa tempat tinggalnya, terdapat suatu ritual penyembuhan orang
sakit yang disebut dengan belian. Hal
ini tentunya bertentangan dengan ilmu kedokteran yang selama ini telah
dipelajarinya di universitas. Maka dari itu, terjadilah pergerakan darinya
untuk membuka pola pikir masyarakat desanya agar mulai meninggalkan ritual
tersebut dan mulai mempercayai metode penyembuhan dengan ilmu kedokteran yang
dapat diterima nalar. Dan jika dirunut, apa-apa yang dilakukan olehnya itu
berlandaskan atas permintaan ibunya.
Tujuan penelitian ini
secara umum ialah mendeskripsikan struktur yang terkandung dalam cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah 1) Pendeskripsian struktur fisik
yang terdapat dalam cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan yang meliputi:
tokoh, perwatakan, alur/plot, sudut pandang, amanat, latar, dan gaya bahasa. 2)
Pendeskripsian konflik batin yang terdapat pada cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan yang meliputi: id, ego, dan superego, serta mekanisme pertahanan yang terdiri dari: agresi,
apatis, proyeksi, rasionalisasi, dan reaksi formasi.
KERANGKA
TEORI
Teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain teori strukturalisme dan teori
psikoanalisis sastra. Teori struktural dari Burhan Nurgiyantoro dan teori
struktur kepribadian yang dikemukan oleh Sigmund Freud. Menurut Burhan
Nurgiyantoro, strukturalisme dapat dipandang 3 sebagai salah satu pendekatan
kesusasteraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya
sastra. Teori kepribadian yang dikemukan Sigmund Freud mempelajari kepribadian
manusia dengan objek artikel faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
manusia atau kejadian-kejadian yang dialami individu. Menurut Freud,
kepribadian terdiri atas tiga aspek, yaitu id,
ego, dan superego. Freud
mengibaratkan id sebagai raja, ego sebagai perdana menteri dan superego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti penguasa absolute, harus dihormati, manja,
sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri; apa yang diinginkannya harus
segera terlaksana. Ego selaku perdana
menteri yang diibaratkan memiliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan
yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Superego, ibaratnya seorang pendeta yang
selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk harus
mengingatkan id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya perilaku yang arif dan
bijak (Minderop, 2010:20).
Lebih lanjut, Menurut
Freud (2011:32), keinginan-keinginan yang saling bertentangan dari struktur
kepribadian menghasilkan anxitas
(kegelisahan). Misalnya, ketika ego
menahan keinginan mencapai kenikmatan dari id, anxitas dari dalam terasa. Hal ini menyebar dan mengakibatkan
kondisi tidak nyaman ketika ego
merasakan bahwa id dapat menyebabkan
gangguan terhadap individu. Anxitas
mewaspadai ego untuk mengatasi
konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego, melindungi ego
seraya mengurangi anxitas yang
diproduksi oleh konflik tersebut (Santrock, 1988:438).
Melalui konflik
kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama, muncul adanya mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan tersebut dilakukan untuk mencegah kemunculan terbuka dari
dorongan-dorongan id maupun untuk
menghadapi tekanan superego atas ego dengan tujuan agar kecemasan dapat
dikurangi atau diredakan. Mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tokoh utama
ditunjukkan dengan 5 cara, yaitu agresi, apatis, proyeksi, rasionalisasi, dan
reaksi formasi.
METODE
PENELITIAN
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Alasan peneliti
menggunakan metode deskriptif dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur fisik dan konflik batin yang terkandung pada cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mendeskripsikan data yang berupa
kutipan-kutipan dari teks dalam cerpen Belian
secara objektif, yaitu pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya
pada karya sastra.
Bentuk penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Alasan penulis menggunakan bentuk kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan
dengan menggunakan bentuk ini, akan lebih mudah diterapkan untuk penelitian
yang menggunakan manusia sebagai instrumen kunci. Dengan bentuk kualitatif,
penulis akan berusaha mendeskripsikan struktur fisik dan konflik batin yang
terkandung pada cerpen Belian.
Moleong (1991:7) menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih banyak
mementingkan proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas diamati dalam proses.
Sumber data dalam
penelitian ini adalah cerpen Belian dalam
kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya
Korrie Layun Rampan yang lahir di Samarinda pada 17 Agustus 1953 dan meninggal
pada 19 November 2015. Korrie Layun Rampan merupakan pencetus penyusun buku
Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama. Beberapa cerpen, esai,
resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari
berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat
hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca
di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu,
sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di tingkat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi, di antaranya Aliran-Jenis Cerita Pendek.
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik studi dokumenter. Studi
dokumenter ini dilakukan dengan cara menelaah karya sastra menjadi sumber
penelitian. Pengumpulan data ditempuh dengan cara berikut. a) Membaca secara
intensif serta mempelajari secara cermat cerpen Belian, sehingga diperoleh pemahaman atas makna dan struktur yang
terkandung pada novel tersebut; b) Mengidentifikasi data sesuai dengan masalah
dalam penelitian; c) Menampilkan data atau kutipan ke dalam hasil penelitian
sesuai dengan masalah penelitian; d) Mengklasifikasikan data sesuai dengan
masalah dalam penelitian; e) Mengecek keabsahan data sehingga data tersebut
valid, sesuai dengan masalah dalam penelitian.
Alat pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah penulis sendiri. Dan juga penulis menggunakan
teknik pengecekan keabsahan data yang berfungsi untuk menguji valid dan
reabilitas data yang diperoleh dalam penelitian. Teknik yang digunakan adalah
1) Teknik ketekunan pengamatan; 2) Teknik kecukupan referensi, diskusi teman
sejawat, dan; 3) Trigulasi (proses untuk mendapatkan data valid melalui
penggunaan variasi instrumen).
Data yang dianalisis
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktualisme, maka teknik analisis
data yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data penelitian ini adalah
sebagai berikut. 1) Menganalisis data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti; 2) Menginterpretasikan data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti; 3) Setelah data sudah dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian
didiskusikan dan dikonsultasikan dengan dosen pengampu mata kuliah Keterampilan
Berbahasa Produktif Menulis; 4) Menyimpulkan hasil analisis data sesuai dengan
masalah dalam penelitian.
PEMBAHASAN
Cerpen Belian mengisahkan tentang tokoh utama
yang mengalami konflik batin secara terus-menerus, sehingga tokoh tersebut
berusaha untuk keluar dari ketidaknyamanannya. Tokoh utamanya adalah Sentaru,
ia memiliki sifat yang tidak teguh pada pendirian. Aspek id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir
atau sistem dasar kepribadian. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk
dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama
kepribadian. Id didorong oleh prinsip
kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan,
keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya
adalah kecemasan atau ketegangan. Aspek id digambarkan pada tokoh Sentaru yang ingin mengubah stereotype
masyarakat desanya yang masih percaya dengan ritual belian menjadi percaya kepada metode pengobatan dari ilmu
kedokteran.. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Aku
percaya bahwa obat-obatan yang telah diteliti di laboratorium dengan berbagai
eksperimentasi benar-benar mampu melawan segala kuman, amuba, virus, atau
bakteri yang menggerogoti darah daging dan tulang manusia membuat manusia
merasakan sakit. Akan tetapi belian?” (Hal. 210)
Kutipan di atas
menggambarkan kejengkelan Sentaru yang tidak habis pikir atas pola pikir
masyarakat desanya yang percaya bahwa ritual belian mampu menyembuhkan penyakit seseorang hanya dengan mantra,
bukannya mempercayai ilmu kedokteran yang segalanya berdasarkan nalar.
Ego
adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang
dari id dan memastikan bahwa dorongan
dari id dapat dinyatakan dalam cara
yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego
baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Aspek ego Sentaru yaitu antara keinginan dan kebimbangan yang dihadapi
olehnya untuk mengubah stereotype masyarakat
desanya terhadap upacara belian. Hal
ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Kenyataan
ini membuat aku menjadi gamang, mengapa pertolongan kebaikan yang berdasarkan
pengetahuan dan akal sehat ditolak, sementara sesuatu yang musykil justru
diterima dengan keyakinan sepenuh hati?” (Hal. 215)
Kutipan di atas
menggambarkan tentang ego Sentaru. Sentaru
dihadapi kegalauan dengan kenyataan bahwa ilmu pengetahuan yang jelas-jelas
dapat diterima dengan nalar, tetapi tidak dihiraukan oleh para masyarakat
desanya.
Yang terakhir adalah superego, yaitu aspek kepribadian yang
menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh
dari kedua orang tua dan masyarakat yang dirasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk
membuat penilaian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Jemariku
terasa ikut menari dan tak terasa kakiku bergerak menghentak bumi. Aku
kesurupan roh belian? Darahku makin mendidih naik ke kepala!”
(Hal. 220)
Kutipan di atas
menggambarkan tentang kesadaran Sentaru yang atas usahanya untuk menghentikan
ritual belian adalah hal yang
sia-sia. Karena pada dasarnya, ia merupakan penerus daripada belian itu sendiri. Hal ini didukung
dengan darahnya yang selalu merasa mendidih dan badannya yang merasa menggigil
jika musik belian dipalu di dalam lou.
Solusi tokoh utama
untuk mengatasi konflik batinnya ialah melalui mekanisme pertahanan. Dalam cerpen
Belian terdapat mekanisme pertahanan
yang dilakukan oleh tokoh utama yang terdiri dari agresi, apatis, proyeksi,
rasionalisasi, dan reaksi formasi. Definisi agresi adalah perasaan marah
terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada
pengrusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan.
Dalam hal ini agresi yang disalurkan oleh tokoh utama adalah agresi langsung,
yaitu agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang
merupakan sumber frustasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Orang
sini lebih menghormatiku sebagai anak seorang polisi dan cucu kepala adat,
bukan karena aku dokter. Ibu ingat kan? Bahkan seorang nabi sangat sulit
diterima oleh bangsanya sendiri. Ia harus berjuan untuk menegakkan kebenaran.
Dan aku tak punya kesabaran seperti nabi,” aku berkata putus asa.”
(Hal. 216)
“Mungkin
orang Jakarta lebih membutuhkan aku,” (Hal. 216)
Kutipan di atas
menggambarkan kemarahan Sentaru yang dilampiaskan kepada Ibunya. Kemarahan yang
sebenarnya tertuju kepada dirinya sendiri atas ketidakmampuannya dalam
menjalani keinginan ibunya untuk menghentikan ritual belian yang telah berlangsung di desanya selama beberapa generasi.
Kemudian terdapat
mekanisme pertahanan apatis, yaitu bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi,
yang sikap apatis (apathy) dengan
cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut.
“Rasaku
aku menjadi canggung setelah tahun-tahunku di dalam masa remaja dihabiskan
dalam pergulatan ilmu pengetahuan.” (Hal. 209)
“Kini
aku ada di sini sudah sebagai dokter, namun aku merasa aku bukanlah utusan yang
tepat untuk masyarakat yang dikehendaki ibu.” (Hal.
216)
“Adakah
aku memiliki semangat ayah? Kata orang anak lelaki selalu memindahkan sifat
ibu. Tetapi aku?” (Hal. 216)
“Dua
puluh sembilan hari aku bertahan untuk tidak terlibat di dalam upacara belian
agar terpelihara gengsi seorang dokter, akan tetapi pada hari ketiga puluh ini
aku tak dapat menahan diri. Apakah aku sudah kalah?”
(Hal. 217)
“Rasanya
terlalu lama, dan aku rasanya tidak sanggup.” (Hal.
217)
“Mampukah
aku mengorbankan diriku untuk suatu puak yang keras kepala?! Apakah tidak
sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan kemudian mengambil spesialisasi di
Jakarta sambil membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk
menimbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika hanya
dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangan menolak
pertolongan?” (Hal. 217)
“Tiba-tiba
aku merasa kalah. Pertama-tama dikalahkan oleh ibu karena aku tak bisa
membantah kehendaknya. Lalu aku dikalahkan adat dan tradisi yang mengaliri nadi
puakku sendiri. Dan barusan aku dikalahkan oleh Ule, seorang guru yang membuat
aku segera terjerat kehidupan rumah tangga.” (Hal. 219)
Kutipan-kutipan di atas
menggambarkan kefrustasian yang dialami oleh Sentaru. Dalam cerpen tersebut
banyak teks yang menunjukkan kegagalan Sentaru yang dapat diketahui dari
banyaknya kata ‘kalah’ yang diulang terus menerus dalam percakapan yang
dilontarkan Sentaru.
Selanjutnya, proyeksi
adalah keadaan ketika menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan
tidak dapat kita terima dengan melimpahkannya dengan alasan lain. Mekanisme
yang tidak disadari yang melindungi kita dari pengakuan terhadap kondisi tersebut
dinamakan proyeksi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Ilmu
rasanya tidak cukup ampuh untuk membujuk pasien datang padaku agar aku berikan
obat yang sesuai dengan kebutuhan penyakit mereka.”
(Hal. 213)
Kutipan
di atas menggambarkan alasan yang dibuat oleh Sentaru dengan melimpahkan
ketidakberhasilannya menghentikan belian.
Kemudian ada juga rasionalisasi
yang memiliki dua tujuan: pertama untuk mengurangi kekecewaan ketika kita gagal
mencapai suatu tujuan; dan kedua, memberikan kita motif yang dapat diterima
atas perilaku (Hilgard, et al.,, 1975:443-444). Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut.
“Jadi aku sendiri pernah di-belian-i? Seorang
yang kemudian menjadi dokter dan seteru belian pernah di-belian-i? Tak pernah
ibu kisahkan kalau aku pernah di-belian-i. Dan aku dapat menjadi dokter karena
jasa belian? Kalau bukan menjadi dokter karena jasa belian mungkin aku sudah
mati!” (Hal. 214)
Kutipan di atas
menggambarkan penerimaan atas ketidakberhasilan Sentaru untuk menghentikan belian karena pada dasarnya dia sendiri
pernah di-belian-i dan secara tidak
langsung ia berhutang nyawa.
Dan yang terakhir
adalah reaksi formasi (Reaction Formation)
yang merupakan represi akibat implus anxitas
kerap kali diikuti oleh kecendrungan yang berlawanan yang bertolak belakang
dengan tendensi yang ditekan. Reaksi formasi mampu mencegah seorang individu
berperilaku yang menghasilkan anxitas
(kegelisahan) dan kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Selama
dua puluh tujuh tahun aku tak pernah memikirkan wanita karena harus menjadi
pahlawan versi ibu.......” (Hal. 218)
Kutipan
di atas menggambarkan kepatuhan Sentaru terhadap ibunya. Sentaru yang selalu
merasa frustasi karena tidak dapat menghentikan ritual belian yang sejak lama sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat
desanya. Namun ia selalu teringat akan ibunya ketika rasa ketidakberdayaan itu
muncul.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam batin seseorang merupakan pantulan hubungan dengan orang
lain atau masyarakat sering digunakan bahan sastra. Sebuah karya sastra pada
dasarnya merupakan reaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian mempelajari
karya sastra berarti karya yang berupa inspirasi, tingkah kultural selera,
pandangan hidup serta karakter pengarang. Dan dari pembahasan mengenai konflik
batin yang terdapat dalam cerpen Belian
dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay
karya Korrie Layun Rampan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pergulatan batin yang
dialami oleh tokoh utama sangatlah kompleks. Mulai dari id, ego, dan superego yang saling bersinggungan, juga dengan mekanisme
pertahanan yang dilakukan tokoh utama dalam menjalani kehidupannya.
Saran
Berdasarkan hasil
simpulan yang telah dipaparkan di atas. Berikut adalah saran yang diberikan
oleh penulis. (1) Untuk Universitas Negeri Jakarta, semoga hasil penelitian ini
dapat menambah perbendaharaan tulisan yang berkaitan dengan psikoanalisis
sastra pada prosa dalam bentuk kumpulan cerpen; (2) Dan untuk para peneliti
selanjutnya yang juga tertarik untuk meneliti mengenai psikoanalisis sastra pada
prosa dalam bentuk kumpulan cerpen, semoga penelitian ini dapat menjadi
referensi dan bermanfaat.
DAFTAR
RUJUKAN
Milner, Max. 1992. Freud et I’interprestation de la Literature, atau
Freud dan
Interpretasi
Sastra, terj. Apsanti Ds, Sri Widaningsih, dan Laksmi.
Jakarta: Intermasa.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode,
Teori, dan
Contoh
Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Universitas
Gadjah Madjah Press.
Rampan, Korrie Layun. 2003. Teluk Wengkay. Jakarta: Penerbut Buku Kompas.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Bandung
Pustaka Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar