Rabu, 15 Juni 2016

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM CERPEN BELIAN KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN: SEBUAH PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD oleh Ummi Anisa (2125142201)


PENDAHULUAN
Pada dasarnya, alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastrawan dalam mempergunakan kata-kata. Bentuk dari ungkapan perasaan dan pikiran para sastrawan menjelma menjadi suatu karya sastra. Hal ini merupakan salah satu refleksi dari kondisi kejiwaan pengarang yang dituangkan ke dalam tokoh-tokoh fiksi dalam novel karyanya.

Lahirnya sebuah karya sastra (dalam hal ini adalah novel) tentunya tidak akan terlepas dari aspek kejiwaan. Minderop (2013:1) mengemukakan masalah-masalah kejiwaan dalam karya sastra yang dialami para tokoh dapat berupa konflik, kelainan perilaku, dan bahkan kondisi psikologis yang lebih parah, sehingga mengakibatkan kesulitan dan tragedi. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa dalam setiap novel, tokoh-tokohnya akan mengalami atau mendapati beberapa masalah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku-perilaku yang didasari dari aspek kejiwaan yang akan menghantarkan tiap-tiap bagian cerita ke cerita berikutnya.

Dalam penelitian kali ini, penulis menitikberatkan pada karya sastra yang berbentuk prosa, yaitu cerpen Belian yang terdapat pada kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan. Penulis sengaja memilih cerpen Belian sebagai objek yang akan dikaji karena cerpen Belian memiliki segi penceritaan yang sangat menarik. Kelebihan dari novel ini terletak pada tema cerita yang mengangkat tema mengenai perselisihan yang terjadi antara metode penyembuhan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern.

Bermula pada sosok seorang sarjana dokter dari salah satu universitas di Surabaya yang berumur dua puluh tujuh tahun. Di desa tempat tinggalnya, terdapat suatu ritual penyembuhan orang sakit yang disebut dengan belian. Hal ini tentunya bertentangan dengan ilmu kedokteran yang selama ini telah dipelajarinya di universitas. Maka dari itu, terjadilah pergerakan darinya untuk membuka pola pikir masyarakat desanya agar mulai meninggalkan ritual tersebut dan mulai mempercayai metode penyembuhan dengan ilmu kedokteran yang dapat diterima nalar. Dan jika dirunut, apa-apa yang dilakukan olehnya itu berlandaskan atas permintaan ibunya.

Tujuan penelitian ini secara umum ialah mendeskripsikan struktur yang terkandung dalam cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah 1) Pendeskripsian struktur fisik yang terdapat dalam cerpen Belian  karya Korrie Layun Rampan yang meliputi: tokoh, perwatakan, alur/plot, sudut pandang, amanat, latar, dan gaya bahasa. 2) Pendeskripsian konflik batin yang terdapat pada cerpen Belian karya Korrie Layun Rampan yang meliputi: id, ego, dan superego, serta mekanisme pertahanan yang terdiri dari: agresi, apatis, proyeksi, rasionalisasi, dan reaksi formasi.

KERANGKA TEORI
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori strukturalisme dan teori psikoanalisis sastra. Teori struktural dari Burhan Nurgiyantoro dan teori struktur kepribadian yang dikemukan oleh Sigmund Freud. Menurut Burhan Nurgiyantoro, strukturalisme dapat dipandang 3 sebagai salah satu pendekatan kesusasteraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya sastra. Teori kepribadian yang dikemukan Sigmund Freud mempelajari kepribadian manusia dengan objek artikel faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia atau kejadian-kejadian yang dialami individu. Menurut Freud, kepribadian terdiri atas tiga aspek, yaitu id, ego, dan superego. Freud mengibaratkan id sebagai raja, ego sebagai perdana menteri dan superego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti penguasa absolute, harus dihormati, manja, sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri; apa yang diinginkannya harus segera terlaksana. Ego selaku perdana menteri yang diibaratkan memiliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Superego, ibaratnya seorang pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk harus mengingatkan id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya perilaku yang arif dan bijak (Minderop, 2010:20).

Lebih lanjut, Menurut Freud (2011:32), keinginan-keinginan yang saling bertentangan dari struktur kepribadian menghasilkan anxitas (kegelisahan). Misalnya, ketika ego menahan keinginan mencapai kenikmatan dari id, anxitas dari dalam terasa. Hal ini menyebar dan mengakibatkan kondisi tidak nyaman ketika ego merasakan bahwa id dapat menyebabkan gangguan terhadap individu. Anxitas mewaspadai ego untuk mengatasi konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego, melindungi ego seraya mengurangi anxitas yang diproduksi oleh konflik tersebut (Santrock, 1988:438).

Melalui konflik kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama, muncul adanya mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut dilakukan untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego dengan tujuan agar kecemasan dapat dikurangi atau diredakan. Mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tokoh utama ditunjukkan dengan 5 cara, yaitu agresi, apatis, proyeksi, rasionalisasi, dan reaksi formasi.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur fisik dan konflik batin yang terkandung pada cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mendeskripsikan data yang berupa kutipan-kutipan dari teks dalam cerpen Belian secara objektif, yaitu pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.

Bentuk penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif. Alasan penulis menggunakan bentuk kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan dengan menggunakan bentuk ini, akan lebih mudah diterapkan untuk penelitian yang menggunakan manusia sebagai instrumen kunci. Dengan bentuk kualitatif, penulis akan berusaha mendeskripsikan struktur fisik dan konflik batin yang terkandung pada cerpen Belian. Moleong (1991:7) menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas diamati dalam proses.

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan yang lahir di Samarinda pada 17 Agustus 1953 dan meninggal pada 19 November 2015. Korrie Layun Rampan merupakan pencetus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di tingkat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi, di antaranya Aliran-Jenis Cerita Pendek.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik studi dokumenter. Studi dokumenter ini dilakukan dengan cara menelaah karya sastra menjadi sumber penelitian. Pengumpulan data ditempuh dengan cara berikut. a) Membaca secara intensif serta mempelajari secara cermat cerpen Belian, sehingga diperoleh pemahaman atas makna dan struktur yang terkandung pada novel tersebut; b) Mengidentifikasi data sesuai dengan masalah dalam penelitian; c) Menampilkan data atau kutipan ke dalam hasil penelitian sesuai dengan masalah penelitian; d) Mengklasifikasikan data sesuai dengan masalah dalam penelitian; e) Mengecek keabsahan data sehingga data tersebut valid, sesuai dengan masalah dalam penelitian.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penulis sendiri. Dan juga penulis menggunakan teknik pengecekan keabsahan data yang berfungsi untuk menguji valid dan reabilitas data yang diperoleh dalam penelitian. Teknik yang digunakan adalah 1) Teknik ketekunan pengamatan; 2) Teknik kecukupan referensi, diskusi teman sejawat, dan; 3) Trigulasi (proses untuk mendapatkan data valid melalui penggunaan variasi instrumen).

Data yang dianalisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktualisme, maka teknik analisis data yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Menganalisis data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti; 2) Menginterpretasikan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti; 3) Setelah data sudah dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian didiskusikan dan dikonsultasikan dengan dosen pengampu mata kuliah Keterampilan Berbahasa Produktif Menulis; 4) Menyimpulkan hasil analisis data sesuai dengan masalah dalam penelitian.

PEMBAHASAN
Cerpen Belian mengisahkan tentang tokoh utama yang mengalami konflik batin secara terus-menerus, sehingga tokoh tersebut berusaha untuk keluar dari ketidaknyamanannya. Tokoh utamanya adalah Sentaru, ia memiliki sifat yang tidak teguh pada pendirian. Aspek id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir atau sistem dasar kepribadian. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan  atau ketegangan. Aspek id digambarkan pada tokoh Sentaru yang ingin mengubah stereotype masyarakat desanya yang masih percaya dengan ritual belian menjadi percaya kepada metode pengobatan dari ilmu kedokteran.. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Aku percaya bahwa obat-obatan yang telah diteliti di laboratorium dengan berbagai eksperimentasi benar-benar mampu melawan segala kuman, amuba, virus, atau bakteri yang menggerogoti darah daging dan tulang manusia membuat manusia merasakan sakit. Akan tetapi belian?” (Hal. 210)

Kutipan di atas menggambarkan kejengkelan Sentaru yang tidak habis pikir atas pola pikir masyarakat desanya yang percaya bahwa ritual belian mampu menyembuhkan penyakit seseorang hanya dengan mantra, bukannya mempercayai ilmu kedokteran yang segalanya berdasarkan nalar.

Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Aspek ego Sentaru yaitu antara keinginan dan kebimbangan yang dihadapi olehnya untuk mengubah stereotype masyarakat desanya terhadap upacara belian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Kenyataan ini membuat aku menjadi gamang, mengapa pertolongan kebaikan yang berdasarkan pengetahuan dan akal sehat ditolak, sementara sesuatu yang musykil justru diterima dengan keyakinan sepenuh hati?” (Hal. 215)

Kutipan di atas menggambarkan tentang ego Sentaru. Sentaru dihadapi kegalauan dengan kenyataan bahwa ilmu pengetahuan yang jelas-jelas dapat diterima dengan nalar, tetapi tidak dihiraukan oleh para masyarakat desanya.

Yang terakhir adalah superego, yaitu aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua  dan masyarakat yang dirasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Jemariku terasa ikut menari dan tak terasa kakiku bergerak menghentak bumi. Aku kesurupan roh belian? Darahku makin mendidih naik ke kepala!” (Hal. 220)

Kutipan di atas menggambarkan tentang kesadaran Sentaru yang atas usahanya untuk menghentikan ritual belian adalah hal yang sia-sia. Karena pada dasarnya, ia merupakan penerus daripada belian itu sendiri. Hal ini didukung dengan darahnya yang selalu merasa mendidih dan badannya yang merasa menggigil jika musik belian dipalu di dalam lou.

Solusi tokoh utama untuk mengatasi konflik batinnya ialah melalui mekanisme pertahanan. Dalam cerpen Belian terdapat mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tokoh utama yang terdiri dari agresi, apatis, proyeksi, rasionalisasi, dan reaksi formasi. Definisi agresi adalah perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Dalam hal ini agresi yang disalurkan oleh tokoh utama adalah agresi langsung, yaitu agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Orang sini lebih menghormatiku sebagai anak seorang polisi dan cucu kepala adat, bukan karena aku dokter. Ibu ingat kan? Bahkan seorang nabi sangat sulit diterima oleh bangsanya sendiri. Ia harus berjuan untuk menegakkan kebenaran. Dan aku tak punya kesabaran seperti nabi,” aku berkata putus asa.” (Hal. 216)

“Mungkin orang Jakarta lebih membutuhkan aku,” (Hal. 216)

Kutipan di atas menggambarkan kemarahan Sentaru yang dilampiaskan kepada Ibunya. Kemarahan yang sebenarnya tertuju kepada dirinya sendiri atas ketidakmampuannya dalam menjalani keinginan ibunya untuk menghentikan ritual belian yang telah berlangsung di desanya selama beberapa generasi.

Kemudian terdapat mekanisme pertahanan apatis, yaitu bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi, yang sikap apatis (apathy) dengan cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Rasaku aku menjadi canggung setelah tahun-tahunku di dalam masa remaja dihabiskan dalam pergulatan ilmu pengetahuan.” (Hal. 209)

“Kini aku ada di sini sudah sebagai dokter, namun aku merasa aku bukanlah utusan yang tepat untuk masyarakat yang dikehendaki ibu.” (Hal. 216)

“Adakah aku memiliki semangat ayah? Kata orang anak lelaki selalu memindahkan sifat ibu. Tetapi aku?” (Hal. 216)

“Dua puluh sembilan hari aku bertahan untuk tidak terlibat di dalam upacara belian agar terpelihara gengsi seorang dokter, akan tetapi pada hari ketiga puluh ini aku tak dapat menahan diri. Apakah aku sudah kalah?” (Hal. 217)

“Rasanya terlalu lama, dan aku rasanya tidak sanggup.” (Hal. 217)

“Mampukah aku mengorbankan diriku untuk suatu puak yang keras kepala?! Apakah tidak sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan kemudian mengambil spesialisasi di Jakarta sambil membuka praktik. Bukankah dari situ aku dapat meraup uang untuk menimbun kekayaan? Terlalu besar biaya kuliah seorang dokter, sayang jika hanya dibuang untuk menyadarkan segelintir manusia yang terang-terangan menolak pertolongan?” (Hal. 217)

“Tiba-tiba aku merasa kalah. Pertama-tama dikalahkan oleh ibu karena aku tak bisa membantah kehendaknya. Lalu aku dikalahkan adat dan tradisi yang mengaliri nadi puakku sendiri. Dan barusan aku dikalahkan oleh Ule, seorang guru yang membuat aku segera terjerat kehidupan rumah tangga.” (Hal. 219)

Kutipan-kutipan di atas menggambarkan kefrustasian yang dialami oleh Sentaru. Dalam cerpen tersebut banyak teks yang menunjukkan kegagalan Sentaru yang dapat diketahui dari banyaknya kata ‘kalah’ yang diulang terus menerus dalam percakapan yang dilontarkan Sentaru.

Selanjutnya, proyeksi adalah keadaan ketika menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak dapat kita terima dengan melimpahkannya dengan alasan lain. Mekanisme yang tidak disadari yang melindungi kita dari pengakuan terhadap kondisi tersebut dinamakan proyeksi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Ilmu rasanya tidak cukup ampuh untuk membujuk pasien datang padaku agar aku berikan obat yang sesuai dengan kebutuhan penyakit mereka.” (Hal. 213)

            Kutipan di atas menggambarkan alasan yang dibuat oleh Sentaru dengan melimpahkan ketidakberhasilannya menghentikan belian.

Kemudian ada juga rasionalisasi yang memiliki dua tujuan: pertama untuk mengurangi kekecewaan ketika kita gagal mencapai suatu tujuan; dan kedua, memberikan kita motif yang dapat diterima atas perilaku (Hilgard, et al.,, 1975:443-444). Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

 “Jadi aku sendiri pernah di-belian-i? Seorang yang kemudian menjadi dokter dan seteru belian pernah di-belian-i? Tak pernah ibu kisahkan kalau aku pernah di-belian-i. Dan aku dapat menjadi dokter karena jasa belian? Kalau bukan menjadi dokter karena jasa belian mungkin aku sudah mati!” (Hal. 214)

Kutipan di atas menggambarkan penerimaan atas ketidakberhasilan Sentaru untuk menghentikan belian karena pada dasarnya dia sendiri pernah di-belian­-i dan secara tidak langsung ia berhutang nyawa.

Dan yang terakhir adalah reaksi formasi (Reaction Formation) yang merupakan represi akibat implus anxitas kerap kali diikuti oleh kecendrungan yang berlawanan yang bertolak belakang dengan tendensi yang ditekan. Reaksi formasi mampu mencegah seorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas (kegelisahan) dan kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Selama dua puluh tujuh tahun aku tak pernah memikirkan wanita karena harus menjadi pahlawan versi ibu.......” (Hal. 218)

            Kutipan di atas menggambarkan kepatuhan Sentaru terhadap ibunya. Sentaru yang selalu merasa frustasi karena tidak dapat menghentikan ritual belian yang sejak lama sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat desanya. Namun ia selalu teringat akan ibunya ketika rasa ketidakberdayaan itu muncul.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
            Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang merupakan pantulan hubungan dengan orang lain atau masyarakat sering digunakan bahan sastra. Sebuah karya sastra pada dasarnya merupakan reaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian mempelajari karya sastra berarti karya yang berupa inspirasi, tingkah kultural selera, pandangan hidup serta karakter pengarang. Dan dari pembahasan mengenai konflik batin yang terdapat dalam cerpen Belian dalam kumpulan cerpen Teluk Wengkay karya Korrie Layun Rampan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pergulatan batin yang dialami oleh tokoh utama sangatlah kompleks. Mulai dari id, ego, dan superego yang saling bersinggungan, juga dengan mekanisme pertahanan yang dilakukan tokoh utama dalam menjalani kehidupannya.

Saran
Berdasarkan hasil simpulan yang telah dipaparkan di atas. Berikut adalah saran yang diberikan oleh penulis. (1) Untuk Universitas Negeri Jakarta, semoga hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan tulisan yang berkaitan dengan psikoanalisis sastra pada prosa dalam bentuk kumpulan cerpen; (2) Dan untuk para peneliti selanjutnya yang juga tertarik untuk meneliti mengenai psikoanalisis sastra pada prosa dalam bentuk kumpulan cerpen, semoga penelitian ini dapat menjadi referensi dan bermanfaat.

DAFTAR RUJUKAN
Milner, Max. 1992. Freud et I’interprestation de la Literature, atau Freud dan
Interpretasi Sastra, terj. Apsanti Ds, Sri Widaningsih, dan Laksmi.
Jakarta: Intermasa.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Madjah Press.
Rampan, Korrie Layun. 2003. Teluk Wengkay. Jakarta: Penerbut Buku Kompas.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Bandung

Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar