RESTU DI PERSIMPANGAN ZAMAN
![](file:///C:/Users/NITAOK~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Penulis :
Mahfud Ikhwan
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi :
Cetakan Pertama, Mei 2015
Tebal :
374 Halaman
Harga :
Rp. 69.000
Berbicara mengenai kepenulisan, kini
banyak bermunculan ajang kepenulisan yang mencari penulis dengan tujuan
merangsang dan meningkatkan kreativitas pengarang di Indonesia. Seperti ajang
Sayembara Menulis Novel yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta di setiap
tahunnya. Pada tahun 2014, Dewan Kesenian Jakarta menobatkan Mahfud Ikhwan
sebagai pemenang dalam Sayembara Menulis Novel dengan karya yang berjudul
Kambing dan Hujan. Sebelum memenangkan kontes Sayembara Menulis Novel ini,
Mahfud Ikhwan pernah menuliskan novel pertamanya yang berjudul “Ulid” di tahun
2009, namun sayangnya tidak sampai pada tangan pembaca dikarenakan proses
penerbitan yang cukup menguras nuraninya untuk bersabar dan memilih untuk
memunculkan karya berikutnya.
Novel
Kambing dan Hujan yang diterbitkan pada tahun 2015 ini mendapat sambutan hangat
serta banjir pujian dari para penikmat sastra yang suka akan bacaan populer.
Lantaran genre yang diusung dalam novel ini merujuk pada pembaca remaja, Mahfud
Ikhwan yang merupakan mahasiswa Sastra Indonesia di Universitas Gajah Mada
mencoba membuka perspektif orang mengenai dua hal yang amat kontroversional di
Indonesia, yakni mengenai dua organisasi Islam terbesar di Indonesia,
Muhammadiyah dan NU. Konflik yang sejatinya perihal masalah pilihan, kemudian
dibalut dengan kisah cinta antara Fauzia dan Miftah. Konflik antara dua anak
muda ini lantas membuka tabir rahasia yang membuat kedua orang tuanya saling
berseberangan pendapat.
Novel
ini mulanya berkisah dari dua orang yang saling bersahabat, Mat dan Is.
Keduanya pada masa itu tahun 1960’an menjadi bocah angon yang menggembala
kambing desa. Keduanya berasal dari keluarga yang berbeda, Mat lebih beruntung
sehingga ia dapat menuntaskan pendidikannya di Pondok Pesantren Jombang.
Setelah menamatkan SR (Sekolah Rakyat)-sebutan bagi sekolah dasar yang ada pada
masa penjajahan Jepang-Mat dan Is berpisah. Is tetap berada di desanya, desa
Tegal Centong untuk tetap menjadi pengembala kambing serta memutuskan belajar
mengaji dengan Cak Ali.
Singkat
waktu, persahabatan keduanya menjadi mengkhawatirkan oleh karena Is menjadi
pemuda Centong yang mencoba membawa pembaruan terhadap agama Islam di desa
tersebut. Kesenjangan antara golongan tua dan golongan muda-tentunya Is dan
kawan-kawannya-mulai terlihat. Hal tersebut diperlihatkan saat Is dan
kawan-kawannya membangun sebuah musholla dengan kegiatan solat subuh tanpa
qunut ataupun hal-hal yang mereka anggap bid’ah. Mat yang mengetahui hal
tersebut sangat menyesali yang dilakukan Is, oleh sebab Is membawa pembaruan
dengan cara yang tidak mudah diterima oleh golongan kaum tua, hal ini seperti
menyuguhkan kopi kepada tamu dengan cara membentak. Kisah keduanya menjadi
ujung jawaban atas cinta Mif dan Zia. Mif adalah seorang anak dari Pak Kandar,
Iskandar tepatnya, sedangkan Zia adalah seorang anak dari Pak Fauzan, Muhammad
Fauzan yang dulunya dipanggil Mat.
Miftakhul Abrar atau yang disebut Mif tumbuh dalam tradisi Islam modern. Berbeda dengan Fauzia yang merupakan anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, latar belakang keduanya malah membuat jurang yang ingin memisahkan oleh karena perbedaan tata cara beribadah maupun waktu hari raya. Konflik antara sepasang anak dan sepasang ayah sekaligus sahabat ini menggambarkan bagaimana perbedaan memang benar-benar bisa menjadi penghalang besar. Sebuah tembok yang memisahkan dua insan yang begitu mencintai satu sama lain, dan dua orang yang saling menyayangi dan menghormati, yang semasa kecil sering angon bareng itu.
"Kita dulu mengira bapak-bapak kita adalah dua musuh bebuyutan yang tak terdamaikan. Ternyata, mereka dua sahabat karib, bahkan memanggil dengan panggilan "saudara". Bukannya itu justru sangat menggembirakan?" -Kambing dan Hujan, hlm. 52
Bila
ketika hujan, Mat dan Is akan meneduhkan kambingnya, hal itulah yang
kemungkinannya sangat kecil mempertemukan kambing dengan hujan, meskipun hal
tersebut bukan berarti tidak mungkin.
Sama seperti judulnya, Kambing dan Hujan bagaikan analogi antara minyak dan air
yang keduanya sama-sama tergolong zat cair tetapi bila disatukan akan seperti
memisah. Sama seperti Mat dan Is, keduanya bertentangan soal golongan, Mat ada
pada golongan kaum tua atau Muhamadiyah, sedangkan Is berada golongan kaum tua
atau Nahdatul Ulama. Pada kenyataannya, kedua golongan Islam ini seolah-olah
membuat beda diantara sesama muslim. Begitulah Muhamadiyah-NU berusaha membuat
satu sebagai muslim.
Buku-buku dan pengalamannya saling bekerjasama agar Mahfud dapat menuliskannya dalam sebuah novel yang kini menyentil kehidupan nyata yaitu bersatunya NU dan Muhammadiyah yang ada pada masa kini. Meskipun hal tersebut sampai kapanpun tidak akan bersatu sebab merupakan dua hal yang kontradiktif.
Novel yang menggunakan bahasa populer namun tetap tidak keluar pada kaidah berbahasa yang sopan meski tidak baku membuat pembacanya tidak akan merasa kesulitan menangkap makna yang dikandung. Alur yang digunakan ialah alur maju dengan menggunakan cerita berbingkai dimana terdapat cerita lagi di dalam cerita. Selain itu, hal yang menarik dalam novel ini yaitu sampulnya yang bergambar botol susu perah ini bukanlah menceritakan tentang hewan yang sungguhan, inilah kelebihan novelnya ketika sampul terlihat "tidak serius" namun isi cerita di dalam buku jauh dari novel sastra-sastra lain yang bercerita lebih mengalir, sederhana, dan mudah dicerna. Meski demikian, novel ini menjadi lebih menjenuhkan ketika bacaan demi bacaan terlihat lebih padat karena tata letak tulisan tidak dibuat menjadi sub bab,
Novel roman yang mengisahkan peliknya permasalahan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mampu memikat hati pembaca. Menariknya novel ini merupakan sebuah bacaan yang bermanfaat agar kita tidak terlalu kaku dan radikal dalam menghadapi dua hal yang kontradiktif.
Buku-buku dan pengalamannya saling bekerjasama agar Mahfud dapat menuliskannya dalam sebuah novel yang kini menyentil kehidupan nyata yaitu bersatunya NU dan Muhammadiyah yang ada pada masa kini. Meskipun hal tersebut sampai kapanpun tidak akan bersatu sebab merupakan dua hal yang kontradiktif.
Novel yang menggunakan bahasa populer namun tetap tidak keluar pada kaidah berbahasa yang sopan meski tidak baku membuat pembacanya tidak akan merasa kesulitan menangkap makna yang dikandung. Alur yang digunakan ialah alur maju dengan menggunakan cerita berbingkai dimana terdapat cerita lagi di dalam cerita. Selain itu, hal yang menarik dalam novel ini yaitu sampulnya yang bergambar botol susu perah ini bukanlah menceritakan tentang hewan yang sungguhan, inilah kelebihan novelnya ketika sampul terlihat "tidak serius" namun isi cerita di dalam buku jauh dari novel sastra-sastra lain yang bercerita lebih mengalir, sederhana, dan mudah dicerna. Meski demikian, novel ini menjadi lebih menjenuhkan ketika bacaan demi bacaan terlihat lebih padat karena tata letak tulisan tidak dibuat menjadi sub bab,
Novel roman yang mengisahkan peliknya permasalahan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mampu memikat hati pembaca. Menariknya novel ini merupakan sebuah bacaan yang bermanfaat agar kita tidak terlalu kaku dan radikal dalam menghadapi dua hal yang kontradiktif.
dalam hal ini peresensi telah meresensi buku dengan menggunakan teori Gorys Keraf dengan tepat. 4 pokok sub, yaitu latar belakang, nilai buku, keunggulan buku, dan jenis buku telah dipaparkan semua. namun sayangnya porsi peresensi dalam menjelaskan tentang ringkasan cerita novel tersebut terlalu banyak.
BalasHapusresensi yang dipaparkan oleh nita sudah baik dan benar karena mengikuti kaidah teori resensi oleh gorys keraf. namun ada baiknya untuk bagian identitas buku di tulis dalam bentuk narasi bukan poin-poin saja. kemudian pada paragraf ke 8 hanya terdapat 2 kalimat saja, harusnya dalam 1 paragraf minimal terdapat 3 kalimat.
BalasHapus