Program Studi Sastra Indonesia
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi sastra adalah untuk
membuka paradigma berpikir (Emzir dan Saifur, 2015: 9). Konsep pemikiran yang
terkandung dalam karya sastra seringkali terlihat abstrak bahkan cenderung
samar. Terlebih sastra ditulis dengan bahasa konotatif yang berbeda dengan
model literasi lain. Itulah yang membuat karya sastra kian kompleks, “gelap”,
sehingga perlu mendapat penanganan penafsiran yang tidak biasa. Maka dari itu
menganalisis karya sastra menjadi bagian untuk mulai memahami karya sastra
secara lebih menyeluruh.
Pemahaman
dan pemikiran yang coba diungkap dalam cerita pendek Belian karangan Korrie Layun Rampan menyangkut persoalan kejiwaan
psikis yang terjadi pada tokoh utamanya. Dalam Belian, persoalan psikis itu menjadi menarik sebab sepanjang cerita
sang tokoh seolah tidak percaya dan tedistraksi oleh dirinya sendiri. Ada
batasan-batasan dalam diri, permasalahan internal, proses mental, hingga
pembentukan perilaku berkat pengaruh lingkungannya.
Adapun
segala gejala psikis yang muncul pun menimbulkan sebuah masalah yang hanya
menjangkit diri personalnya. Menjadi sebuah misi yang menyenangkan mengungkap
problematika psikis dari salah satu pihak yang nyatanya bukan diri kita. Pun
hakikat psikis yang merupakan bentuk jiwa, bukanlah suatu bentuk konstruksi
yang bisa dilihat secara riil. Sebab psikis tak bisa disentuh keberadaannya.
Haruslah diselami secara teoretis dan dipahami gejala-gejalanya secara
mendalam.
Dengan
demikian, analisis ini tak lain hanyalah sebuah usaha untuk memahami masalah
kejiwaan dan coba menyingkapnya menjadi lebih konkret. Coba mengungkap gejala-gejala
yang semula terpendam hingga bisa terlihat ke permukaan. Tentu, tujuannya tak
perlu muluk-muluk, kembali coba memahami karya sastra sesuai konteks dan
hakikatnya sekaligus menyerap segala kemungkinan pembelajaran yang terkandung
di dalamnya.
TEORI
STRUKTURAL
Dalam strukturalisme, struktur dipahami
sebagai sistem aturan yang menyebabkan berbagai elemen itu membentuk sebuah
kesatuan yang “bersistem” sehingga menjadi bermakna (Tyson, dalam Nurgiyantoro,
58:2013). Struktur itu sendiri sebenarnya tidaklah berwujud, tidak tampak,
tetapi ia sangat penting kehadirannya. Ia menjadi benang merah yang
menghubungkan semua elemennya.
Dari
sekian banyak elemen yang menyangkut pada strukturan, ada beberapa aspek
struktur yang sekiranya bersinggungan dengan pembahasan terhadap konflik batin.
Di antaranya menyangkut (1) tema, (2) penokohan, dan (3) latar.
Tema
Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro,
2013: 114), tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Dalam kasus
ini, akan coba kita pahami bahwa itu berasal dari suatu pemaknaan yang timbul
dari masalah kehidupan nyata. Secara singkat tema bisa dianggap pula sebagai
ide utama ataupun tujuan utama pada cerita. Pun tema memiliki peran membentuk
koherensi dan pemaknaan terhadap unsur struktur yang lain.
Penokohan
Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam
cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang
pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya (Baldic
dalam Nurgiyantoro, 2013: 247). Melalui definisi tersebut tugas kita, sebagai
pembaca, adalah melakukan tafsir akan berbagai hal yang dilakukan oleh sang
tokoh.
Latar
Sosial-Budaya
Dalam kasus ini, diambilah latar
sosial-budaya yang menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
(Nurgiyantoro, 2013: 322). Tata cara kehidupan sosial masyakar mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir maupun
bersikap, dan lain-lain yang berhubungan. Pun di samping itu, latar
sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya rendah, mengengah, atau atas.
Konflik
Konflik menunjuk pada pengertian sesuatu
yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh
cerita, yang, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia
(mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya (Meredith dan Fitzgerald,
dalam Nurgiyantoro, 2013: 179). Dalam kasus ini, difokuskan pada konflik
internal, yakni konflik yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam jiwa seorang
tokoh.
PSIKOLOGI
SASTRA
Menurut Robert S. Woodwoth, psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan
individu di mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya
(Emzir dan Saifur, dalam Kartono, 2015:162). Berasal dari pijakan itu,
terkandung aspek psikis dan personal yang telah termanifestasi dari keberadaan
jiwa yang berupa perilaku dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perilaku.
Sebagai
ilmu, psikologi memiliki tiga fungsi ilmu: (1) menjelaskan (understanding
function), yaitu menjawab apa, bagaimana dan mengapa perilaku itu terjadi.
Hasilnya berupa deskripsi atau bahasan yang sifatnya memberi penjelasan. (2)
Memprediksi (prediction function), yaitu mampu memprediksi dan mendeteksi
perilaku apa dan bagaimana yang akan terjadi berdasarkan pengetahuan yang
dimilikinya. (3) Pengendalian (control function), yaitu mengendalikan perilaku
sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya
pencegahan, intervensi atau treatment
serta rehabilitasi (Sumanto, dalam Nurgiyantoro, 2015:163).
KONFLIK
BATIN
Teori
Faktor Gangguan Batin
Freud, dalam Kusumawati, menyatakan
bahwa faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin
antara lain: 1) teopri agresi, 2) teori kehilangan, 3) teori kepribadian, 4)
teori kognitif, 5) teori ketidakberdayaan, dan 6) teori perilaku.
1)
Teori Agresi: menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang
ditujukan kepada diri sendiri.
2)
Teori Kehilangan: merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau
seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
3)
Teori Kepribadian: merupakan konsep diri yang negatif dan harga diri rendah
mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
4)
Teori Kognitif: menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia
seseorang dan masa depannya.
5)
Teori Ketidakberdayaan: menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan
depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil
yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respons yang
adaptif.
6)
Teori Perilaku: menunjukan bahwa penyebab
depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Hierarki
Kebutuhan Maslow
Maslow, dalam Sobur, menggolongkan
kebutuhan manusia itu pada lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs). Kelima tingkat kebutuhan itu, yaitu
sebagai berikut:
1)
Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs): kebutuhan yang paling dasar, paling kuat, dan
paling jelas di antara segala kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk
mempertahankan kebutuhan hidupnya secara fisik.
2)
Kebutuhan akan rasa aman (safety needs):
mengarah pada dua bentuk, yaitu kebutuhan keamanan jiwa dan kebutuhan keamanan
harta.
3)
Kebutuhan cinta dan memiliki-dimiliki (belongingness
and love needs): kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, muncul ketika
kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi secara rutin.
4)
Kebutuhan penghargaan (esteem needs):
pemenuhan menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri
berharga.
5)
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization
needs): berasumsi bahwa setiap manusia memiliki hakikat intrinsik yang
baik, dan itu memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan.
METODE
PENELITIAN
Instrumen dalam penelitian ini ialah
peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrumen dibantu oleh tabel untuk membantu
analisis yang mengelompokkan faktor gangguan batin dan hierarki kebutuhan yang
berhubungan konflik pada tokoh utama dalam cerpen Belian karangan Korrie Layun Rampan seperti yang terlihat dalam
tabel berikut.
Tabel Konflik Batin Tokoh Utama
No.
|
Deskripsi Data
|
Faktor Gangguan Batin
|
Hierarki Kebutuhan
|
Ket.
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
Ket:
Faktor Gangguan Batin: Hierarki
Kebutuhan:
1. Agresi 1.Kebutuhan
fisiologis
2. Kehilangan 2.
Kebutuhan rasa aman
3. Kepribadian 3.Kebutuhan
cinta
4. Kognitif 4.
Kebutuhan penghargaan
5. Ketidakberdayaan 5. Kebutuhan aktualisasi diri
6. Perilaku
ANALISIS
Tema
dalam Cerpen Belian
Tema utama yang terlihat dalam cerpen Belian adalah mengenai keresahan.
Keresahan yang muncul dari sang tokoh utama yang telah mengalami perpindahan
dari dua zaman berbeda. Perbedaan tersebut berasal dari yang tadinya serba
tradisional, kemudian sempat merasakan segala modernitas pendidikan, lalu pada
akhirnya merasa berjarak ketika kembali melihat tradisi.
Penokohan
tokoh Sentaru
Tokoh yang menjadi sentral dalam
analisis ini adalah Sentaru. Seorang dokter yang kembali ke daerahnya setelah
mengecap pendidikan dan kehidupan modern. Pada Belian tokoh Sentaru dilukiskan serba gelisah, serba salah, dan
kerap dalam kondisi ketidakpasian.
Latar
Sosial-Budaya
Pada cerpen Belian kehidupan cerita berlatar
pada budaya Dayak, Kalimantan Timur. Kehidupan di Dayak dengan segala
budayanya, terumata Belian, membawa
pengaruh terhadap sikap sosial dari si tokoh utama. Tokoh utama yang berprofesi
sebagai dokter, dipaksa menyesuaikan keadaan dengan kondisi serba di luar
pemikirannya, yakni kondisi yang serba tradisional dan menganut banyak paham
leluhur.
Konflik
Batin
Tabel Konflik Batin Tokoh Sentaru
No.
|
Deskripsi Data
|
Faktor Gangguan Batin
|
Hierarki Kebutuhan
|
Ket.
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||||
1.
|
Aku
menjadi canggung setelah tahun-tahunku di dalam masa remaja dihabiskan dalam
pergulatan ilmu pengetahuan.
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|||
2.
|
Aku
serasa berdiri tanpa kawan di sebuah tubir yang di bawahnya suatu kegelapan
ngarai yang dalam.
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|||
3.
|
Sudah
sebulan aku berada di sini dan aku belum bisa berbuat apa-apa.
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|||
4.
|
Kekalahanku
tambah
nyata
jika esok atau lusa aku akan terbebat pakaian pengantin belian.
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
X
|
|
|||
5.
|
Kegagalanku
jadi begitu tumpang tindih. Atau aku sesungguhnya berhasil karena yang
menignginkan aku menjadi dokter adalah ibu.
|
|
|
|
![]() ![]() |
|||||||||||
KESIMPULAN
Melalui penjabaran yang telah dilakukan pada
cerpen Belian karangan Korrie Layun
Rampan, bisa diketahui beberapa gejala yang terlihat sebagai faktor gangguan
batin dan tingkatannya pada hierarki kebutuhan. Gejala tersebut berkaitan
dengan konflik sehingga menimbulkan sintesis yang menarik dalam sebuah kajian
psikologi sastra. Tentulah, analisis ini menjadi titik tolak baru untuk
memahami pembelajaran sastra pada tingkat yang kian komprehensif.
DAFTAR
PUSTAKA
Emzir dan Saifur
Rohman. 2015. Teori dan Pengajaran
Sastra. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Bandung:
Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar