Rabu, 15 Juni 2016

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM CERPEN BELIAN KARANGAN KORRIE LAYUN RAMPAN: SUATU KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA Oleh Faisal Fathur Rahman (UAS)



Program Studi Sastra Indonesia

PENDAHULUAN
Salah satu fungsi sastra adalah untuk membuka paradigma berpikir (Emzir dan Saifur, 2015: 9). Konsep pemikiran yang terkandung dalam karya sastra seringkali terlihat abstrak bahkan cenderung samar. Terlebih sastra ditulis dengan bahasa konotatif yang berbeda dengan model literasi lain. Itulah yang membuat karya sastra kian kompleks, “gelap”, sehingga perlu mendapat penanganan penafsiran yang tidak biasa. Maka dari itu menganalisis karya sastra menjadi bagian untuk mulai memahami karya sastra secara lebih menyeluruh.
            Pemahaman dan pemikiran yang coba diungkap dalam cerita pendek Belian karangan Korrie Layun Rampan menyangkut persoalan kejiwaan psikis yang terjadi pada tokoh utamanya. Dalam Belian, persoalan psikis itu menjadi menarik sebab sepanjang cerita sang tokoh seolah tidak percaya dan tedistraksi oleh dirinya sendiri. Ada batasan-batasan dalam diri, permasalahan internal, proses mental, hingga pembentukan perilaku berkat pengaruh lingkungannya.
            Adapun segala gejala psikis yang muncul pun menimbulkan sebuah masalah yang hanya menjangkit diri personalnya. Menjadi sebuah misi yang menyenangkan mengungkap problematika psikis dari salah satu pihak yang nyatanya bukan diri kita. Pun hakikat psikis yang merupakan bentuk jiwa, bukanlah suatu bentuk konstruksi yang bisa dilihat secara riil. Sebab psikis tak bisa disentuh keberadaannya. Haruslah diselami secara teoretis dan dipahami gejala-gejalanya secara mendalam.
            Dengan demikian, analisis ini tak lain hanyalah sebuah usaha untuk memahami masalah kejiwaan dan coba menyingkapnya menjadi lebih konkret. Coba mengungkap gejala-gejala yang semula terpendam hingga bisa terlihat ke permukaan. Tentu, tujuannya tak perlu muluk-muluk, kembali coba memahami karya sastra sesuai konteks dan hakikatnya sekaligus menyerap segala kemungkinan pembelajaran yang terkandung di dalamnya.

TEORI
STRUKTURAL
Dalam strukturalisme, struktur dipahami sebagai sistem aturan yang menyebabkan berbagai elemen itu membentuk sebuah kesatuan yang “bersistem” sehingga menjadi bermakna (Tyson, dalam Nurgiyantoro, 58:2013). Struktur itu sendiri sebenarnya tidaklah berwujud, tidak tampak, tetapi ia sangat penting kehadirannya. Ia menjadi benang merah yang menghubungkan semua elemennya.
            Dari sekian banyak elemen yang menyangkut pada strukturan, ada beberapa aspek struktur yang sekiranya bersinggungan dengan pembahasan terhadap konflik batin. Di antaranya menyangkut (1) tema, (2) penokohan, dan (3) latar.

Tema
Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013: 114), tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Dalam kasus ini, akan coba kita pahami bahwa itu berasal dari suatu pemaknaan yang timbul dari masalah kehidupan nyata. Secara singkat tema bisa dianggap pula sebagai ide utama ataupun tujuan utama pada cerita. Pun tema memiliki peran membentuk koherensi dan pemaknaan terhadap unsur struktur yang lain.

Penokohan
Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya (Baldic dalam Nurgiyantoro, 2013: 247). Melalui definisi tersebut tugas kita, sebagai pembaca, adalah melakukan tafsir akan berbagai hal yang dilakukan oleh sang tokoh.



Latar Sosial-Budaya
Dalam kasus ini, diambilah latar sosial-budaya yang menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 322). Tata cara kehidupan sosial masyakar mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir maupun bersikap, dan lain-lain yang berhubungan. Pun di samping itu, latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, mengengah, atau atas.

Konflik
Konflik menunjuk pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita, yang, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya (Meredith dan Fitzgerald, dalam Nurgiyantoro, 2013: 179). Dalam kasus ini, difokuskan pada konflik internal, yakni konflik yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam jiwa seorang tokoh.

PSIKOLOGI SASTRA
Menurut Robert S. Woodwoth, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu di mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya (Emzir dan Saifur, dalam Kartono, 2015:162). Berasal dari pijakan itu, terkandung aspek psikis dan personal yang telah termanifestasi dari keberadaan jiwa yang berupa perilaku dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perilaku.
            Sebagai ilmu, psikologi memiliki tiga fungsi ilmu: (1) menjelaskan (understanding function), yaitu menjawab apa, bagaimana dan mengapa perilaku itu terjadi. Hasilnya berupa deskripsi atau bahasan yang sifatnya memberi penjelasan. (2) Memprediksi (prediction function), yaitu mampu memprediksi dan mendeteksi perilaku apa dan bagaimana yang akan terjadi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. (3) Pengendalian (control function), yaitu mengendalikan perilaku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi (Sumanto, dalam Nurgiyantoro, 2015:163).
           
KONFLIK BATIN
Teori Faktor Gangguan Batin
Freud, dalam Kusumawati, menyatakan bahwa faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin antara lain: 1) teopri agresi, 2) teori kehilangan, 3) teori kepribadian, 4) teori kognitif, 5) teori ketidakberdayaan, dan 6) teori perilaku.
            1) Teori Agresi: menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
            2) Teori Kehilangan: merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
            3) Teori Kepribadian: merupakan konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
            4) Teori Kognitif: menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya.
            5) Teori Ketidakberdayaan: menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respons yang adaptif.
            6) Teori Perilaku: menunjukan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.        

Hierarki Kebutuhan Maslow
Maslow, dalam Sobur, menggolongkan kebutuhan manusia itu pada lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs). Kelima tingkat kebutuhan itu, yaitu sebagai berikut:
            1) Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs): kebutuhan yang paling dasar, paling kuat, dan paling jelas di antara segala kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan kebutuhan hidupnya secara fisik.
            2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs): mengarah pada dua bentuk, yaitu kebutuhan keamanan jiwa dan kebutuhan keamanan harta.
            3) Kebutuhan cinta dan memiliki-dimiliki (belongingness and love needs): kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi secara rutin.
            4) Kebutuhan penghargaan (esteem needs): pemenuhan menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri berharga.
            5) Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs): berasumsi bahwa setiap manusia memiliki hakikat intrinsik yang baik, dan itu memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan.

METODE PENELITIAN
Instrumen dalam penelitian ini ialah peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrumen dibantu oleh tabel untuk membantu analisis yang mengelompokkan faktor gangguan batin dan hierarki kebutuhan yang berhubungan konflik pada tokoh utama dalam cerpen Belian karangan Korrie Layun Rampan seperti yang terlihat dalam tabel berikut.

Tabel Konflik Batin Tokoh Utama
No.
Deskripsi Data
Faktor Gangguan Batin
Hierarki Kebutuhan
Ket.
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
































Ket:
Faktor Gangguan Batin:                                             Hierarki Kebutuhan:
1. Agresi                                                                      1.Kebutuhan fisiologis
2. Kehilangan                                                              2. Kebutuhan rasa aman
3. Kepribadian                                                                        3.Kebutuhan cinta
4. Kognitif                                                                  4. Kebutuhan penghargaan
5. Ketidakberdayaan                                                   5. Kebutuhan aktualisasi diri
6. Perilaku

ANALISIS
Tema dalam Cerpen Belian
Tema utama yang terlihat dalam cerpen Belian adalah mengenai keresahan. Keresahan yang muncul dari sang tokoh utama yang telah mengalami perpindahan dari dua zaman berbeda. Perbedaan tersebut berasal dari yang tadinya serba tradisional, kemudian sempat merasakan segala modernitas pendidikan, lalu pada akhirnya merasa berjarak ketika kembali melihat tradisi.

Penokohan tokoh Sentaru
Tokoh yang menjadi sentral dalam analisis ini adalah Sentaru. Seorang dokter yang kembali ke daerahnya setelah mengecap pendidikan dan kehidupan modern. Pada Belian tokoh Sentaru dilukiskan serba gelisah, serba salah, dan kerap dalam kondisi ketidakpasian.

Latar Sosial-Budaya
Pada cerpen Belian kehidupan cerita berlatar pada budaya Dayak, Kalimantan Timur. Kehidupan di Dayak dengan segala budayanya, terumata Belian, membawa pengaruh terhadap sikap sosial dari si tokoh utama. Tokoh utama yang berprofesi sebagai dokter, dipaksa menyesuaikan keadaan dengan kondisi serba di luar pemikirannya, yakni kondisi yang serba tradisional dan menganut banyak paham leluhur.








Konflik Batin
Tabel Konflik Batin Tokoh Sentaru
No.
Deskripsi Data
Faktor Gangguan Batin
Hierarki Kebutuhan
Ket.
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
1.
Aku menjadi canggung setelah tahun-tahunku di dalam masa remaja dihabiskan dalam pergulatan ilmu pengetahuan.





X





X

2.
Aku serasa berdiri tanpa kawan di sebuah tubir yang di bawahnya suatu kegelapan ngarai yang dalam.




X





X

3.
Sudah sebulan aku berada di sini dan aku belum bisa berbuat apa-apa.




X





X

4.
Kekalahanku tambah
nyata jika esok atau lusa aku akan terbebat pakaian pengantin belian.





X




X

5.
Kegagalanku jadi begitu tumpang tindih. Atau aku sesungguhnya berhasil karena yang menignginkan aku menjadi dokter adalah ibu.



X


















KESIMPULAN
Melalui penjabaran yang telah dilakukan pada cerpen Belian karangan Korrie Layun Rampan, bisa diketahui beberapa gejala yang terlihat sebagai faktor gangguan batin dan tingkatannya pada hierarki kebutuhan. Gejala tersebut berkaitan dengan konflik sehingga menimbulkan sintesis yang menarik dalam sebuah kajian psikologi sastra. Tentulah, analisis ini menjadi titik tolak baru untuk memahami pembelajaran sastra pada tingkat yang kian komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Emzir dan Saifur Rohman. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: RajaGrafindo       Persada.
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University            Press.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar