Oleh Latifah
Handrowiyanto membuat sebuah resensi yang
dipublikasikan oleh majalah Tempo dengan judul Pesan Dagang dan Pesan Politik.
Kurator seni rupa ini meresensi buku Melipat Air: Jurus Budaya Pendekar
Tionghoa karya Agus Darmawan T. Buku tersebut berisi tentang tiga seniman
Tionghoa dan kisah geger politik 1965.
Peresensi menyajikan identitas buku dalam
bentuk poin. Namun dalam tulisannya, ia tidak menyertai harga buku yang
memiliki pengaruh cukup besar dalam pertimbangan pembaca resensi untuk membeli
buku tersebut.
Resensi ini ditulis untuk menyasar pada
pembaca yang disesuaikan dengan media publikasinya, Tempo. Tetapi resensi ini
nampak memiliki sasaran lebih khusus lagi, yaitu pelaku seni atau minimal
mengerti dunia seni. Adanya istilah gaya
lukisan naturalis atau Hindia Jelita, tidak diimbangi dengan penjelasan apa
gaya yang dimaksud tersebut. Pengenalan pengarang buku pun hanya sekadarnya
saja dalam lead tulisan.
Bicara mengenai resensi, tentu menarik
untuk para pembaca mengetahui keunggulan dari buku yang dibawakan oleh
peresensi. Hanya saja peresensi tidak secara tegas menuliskannya. Begitupun
dengan kekurangan dari buku tersebut.
Terakhir, sebagaimana seharusnya resensi,
sudah seharusnya mengandung sugesti kepada pembaca agar membeli buku tersebut.
Handrowiyanto tidak melakukan itu. Ia hanya memberi ulasan dan menambahkan
sedikit pembacaannya mengenai seni.
Komentar tentang resensi buku Melipat Air: Jurus Budaya Pendekar Tionghoa karya Agus Darmawan T. ini cukup baik karena telah memaparkan penjelasannya sesuai dengan teori resensi Dr. Gorys Keraf, yaitu hal-hal apa saja yang terdapat di dalamnya, maupun yang tidak ada seperti salah satunya sugesti kepada pemabaca yang bisa berupa pemaparan kekurangan dan kelebihannya seperti yang sudah komentator tulis, namun dalam komentar ini hanya kurang memaparkan tentang isi, apa yang sebenarnya paling ditonjolkan dalam isi resensi tersebut.
BalasHapusWahyu Nurhaeni