Selasa, 22 Maret 2016

Komentar Resensi “Pesan Dagang dan Pesan Politik”

Oleh: Ilham Fauzie
Di setiap artikel resensi selalu diawali dengan judul. Judul resensi inilah yang menjadi faktor pertama penarik perhatian pembaca. Judul yang menarik tentu akan menarik pembaca untuk membaca artikel resensi secara keseluruhan. Jika sebaliknya, pembaca akan menjadi kurang tertarik untuk membaca seluruh isi resensi walaupun beberapa pembaca akan ada yang tetap membaca isinya karena mereka tidak terlalu memperhatikan judul. Judul resensi buku yang ditulis oleh Agus Dermawan T. ini adalah “Pesan Dagang dan Pesan Politik”. Peresensi sudah cukup baik memberi judul resensi, judul ini berkaitan dengan gagasan peresensi terhadap buku resensi yang ia tulis di paragraf akhir resensi.

Setelah menjumpai judul, resensi pada umumnya akan menyajikan latar belakang pada awal resensi. Pada latar belakang di sini, peresensi secara tidak langsung mengungkapkan tema buku yang ia ulas yaitu; sejarah, politik, dan kesenian. Identitas buku yang diulas tidak dipaparkan dengan narasi tapi dengan poin-poin pada tengah halaman. Yang menjadi kekuarangan pada latar belakang adalah tidak adanya pengenalan pengarang buku yang diulas, padahal pada teori Gorys Keraf perkenalan pengarang secara singkat seperti ketenaran, prestasi atau buku yang pengarang tulis sebelumnya dapat dimuat.
Lain dengan latar belakang resensi, isi resensi yang berupa ringkasan buku dibuat selengkap-selengkapnya oleh peresensi. Hubungan antar paragraf yang cukup baik membuat ringkasan jelas dimengerti, didukung oleh penggunaan bahasa yang sesuai dengan tata letak dan pencetakan yang rapi.
Selanjutnya, macam atau jenis buku tidak kalah penting dari latar belakang atau keunggulan buku. Teori Gorys Keraf memaparkan bahwa peresensi yang sengaja atau tidak melupakan sedikit informasi mengenai macam atau jenis buku yang akan diulas berarti sudah gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai peresensi. Gagal atau tidaknya peresensi tidak bisa ditentukan dengan jelasnya informasi jenis atau macam buku yang ia ulas. Pada resensi ini, peresensi tidak bermaksud tidak mencantumkan informasi jenis atau macam buku, tapi di resensi ini peresensi secara tidak langsung memberi informasi kepada pembaca bahwa buku ini adalah sebuah buku non-fiksi. Peresensi rasanya sudah tahu sasaran ke pada siapa resensi ini dituju, jadi peresensi tidak harus memberi informasi jenis atau macam buku secara tertulis.
Yang tak kalah penting dari paparan di atas adalah bagaimana peresensi memberi penilaian terhadap buku yang ia ulas. Pada resensi ini, peresensi tidak menilai buku dari fisiknya. Terlihat pada akhir paragraf bahwa peresensi lebih menekankan pemberian nilai buku pada isi buku. Pada akhir paragraf, peresensi hanya mengkritik sedikit pandangan pengarang dan memaparkan gagasannya yang dijadikan judul resensi bahwa ada pesan dagang  dan pesan politik yang samar-samar bisa dipetik dari buku. Padahal ada baiknya jika penilaian fisik buku juga dimuat dalam resensi.
Jika bisa disimpulkan, resensi “Pesan Dagang dan Pesan Politik” tidak terlalu mengikuti teori yang ada. Walaupun resensi tidak terlalu terikat dengan teori, resensi yang ditulis sudah berhasil mencapai tujuannya; memberi pertimbangan apakah buku ini layak dibaca atau tidak kepada pembaca atau calon pembeli buku. Resensi ini bisa dinilai cukup baik karena resensi ditulis sesuai dengan selera dan tingkat pendidikan pembacanya.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Berdasarkan apa yang di ulas oleh saudara ilham bahwa presensi tidak sepenuhnya mengukuti segala hal yang seharusnya ada dalam sebuah resensi menurut gorys keraf ,namun jika kita kembali melihat bawha tujuan utama nembuat sebuah resensi adalah untuk mengiklankan buku tersebut sehingga pembaca terpengaruh untuk membeli,maka saya sepakat dengan ulasan saudara ilham bahwa presensi sudah berhasil mengiklankan buku tersebut dengan baik.

    BalasHapus